Bunyi Klakson hingga Sapaan Malam dari Sisa Kecelakaan
Tempat parkir kantor Unit Patroli Jalan Raya Polda Jawa Barat XVII Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, menyimpan banyak kisah tak terduga. Mungkin menegangkan bagi semua orang, tetapi tidak bagi mereka yang biasa berjaga di sana.
”Hati-hati! Permisi dulu kalau mau ambil foto,” ucap seorang polisi mengingatkan saya ketika memandang barang bukti kecelakaan yang menyebabkan lima orang tewas terbakar.
Kedua mobil hangus itu teronggok di pojok parkir kantor Unit Patroli Jalan Raya Polda Jawa Barat XVII Kertajati, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, Sabtu (20/7/2019). Lokasinya di sebelah kiri pintu keluar Kertajati ruas Jalan Tol Cikopo-Palimanan. Jaraknya hanya sekitar 5 kilometer dari Bandara Internasional Jabar Kertajati.
Salah satu mobil itu ialah Grand Max bernomor polisi E 8609 BZ dan telah dimodifikasi menjadi pengangkut ayam. Sebagai pengendara sepeda motor, saya kerap menggerutu sendiri jika berada di belakang mobil jenis ini saat lampu merah. Apalagi, ketika angin mengirimkan bau ayam yang berdesakan di bagian belakang mobil.
Akan tetapi, kali ini tak ada rasa geram. Akibat kecelakaan, sopirnya tewas, hangus di dalam mobil. Dua penumpang lainnya selamat meski luka parah setelah merangkak keluar dari mobil yang terbalik saat percikan api masih kecil. Pintu dan bagian muka mobil penyok tak beraturan.
Api juga menghanguskan mobil Suzuki APV bernomor polisi T 1325 M, termasuk empat orang yang tewas di dalamnya. Seorang penumpang lainnya berhasil selamat meski menderita patah tulang.
Mobil yang datang dari Karawang, Jabar, ini tiba-tiba dihantam Grand Max yang menyeberang median jalan dari arah berlawanan. Grand Max yang berangkat dari Pekalongan, Jawa Tengah, empat jam sebelum kejadian itu terseret hingga 226,5 meter. Kendaraan itu lalu menabrak mobil APV di Kilometer 154, Desa Palasah, Kecamatan Kertajati. Tidak lama lagi, sebuah apartemen mewah akan berdiri di desa itu.
Baca Juga: Kecelakaan Berulang Infrastruktur Tol Cipali Perlu Dibenahi
Jejak api masih tampak di aspal yang menghitam. Puluhan bangkai ayam juga menumpuk di bagian parit jalan. Bau hangus pun menguar. Padahal, peristiwanya sudah lewat beberapa jam. Jangankan warna mobil yang luntur, ban saja hanya tersisa pelek dan serabutnya.
Kedua mobil itu menambah jumlah ”penghuni” tempat parkir kantor PJR Tol Cipali. Di sekitarnya terdapat sekitar 35 mobil yang terlibat kecelakaan.
Bentuknya amburadul. Ada mobil tanpa bagian depan. Bahkan, ada yang gepeng dari atas. Pecahan kaca bertaburan. Darah masih menempel di jok. Ada pula yang ditumbuhi tanaman liar karena tidak diambil pemiliknya.
Di luar pagar kantor, tepat di pinggir jalan, terparkir 2 truk dan 4 bus. Salah satunya Bus Safari yang menabrak sejumlah kendaraan pada Senin (17/6) lalu. Sebanyak 12 orang meninggal dunia dalam kecelakaan terparah tiga tahun terakhir di Cipali tersebut.
Untuk proses penyelidikan polisi, berbagai kendaraan itu merupakan barang bukti. Ada yang diambil pemiliknya setelah penyidikan usai. Ada pula yang dibiarkan di tempat parkir. Kalau terbakar, besi yang masih utuh diloak. Pedagang rongsoknya bahkan datang untuk memotong bagian mobil.
Akan tetapi, bagi petugas yang kerap bermalam di kantor, kendaraan itu juga sebagai jejak maut. Itu sebabnya, saya diingatkan untuk permisi atau memberi salam saat menengok barang bukti kecelakaan tersebut. Boleh jadi kendaraan itu masih ”diisi” penumpangnya, pikir saya.
Di sini mah, suara tangisan sudah biasa terdengar.
Sejak pertengahan 2015, ketika tol sepanjang 116,7 kilometer itu beroperasi, Mulyadi sudah menjaga barang bukti kecelakaan, tempat korban berdarah, robek di kepala, patah tulang, hingga nyawa melayang.
Saking terbiasa dengan suara tak jelas saat hari gelap, Mul, sapaannya, memilih acuh ketika pintu kantor diketuk beberapa kali meskipun tak seorang pun datang. Padahal, telinganya jelas mendengar namanya dipanggil, ”Pak Mul”.
Saya jawab saja, Iya. Alhamdulillah, makhluk di sini enggak pernah mengganggu.
Beberapa minggu lalu, sebelum hidungnya mampat, Mul mengaku mencium bau amis seperti darah selama sepekan sejak mobil Mitsubishi Expander bernomor polisi B 8137 P terparkir di kantor. Mobil yang gepeng dari bagian atap dan depan itu tertimpa sebuah truk yang terlibat tabrakan beruntun dengan Bus Safari dan sebuah mobil.
Enam penumpang mobil Expander tewas seketika. Sehelai kain kafan kini menutup salah satu bagian mobil merah itu. ”Keluarga korban yang simpan di situ,” ucap Mul.
Keanehan lainnya adalah dim, lampu depan mobil yang kerap jadi isyarat kepada kendaraan lain, sejumlah mobil menyala. Padahal, sekali lagi, mobil itu rusak parah dan tanpa pengemudi. Berbagai peristiwa itu berlangsung setelah Maghrib.
Mul juga tak pernah lupa dengan sebuah truk colt diesel yang pernah teronggok di pojok tempat parkir. Ia tak ingat nomor polisi truk itu. Yang jelas, truk itu mengalami kecelakaan dan menelan korban jiwa pada suatu malam dua tahun lalu.
Setelah mobil derek menyimpan truk itu di tempat parkir, klaksonnya bunyi terus. Lampunya juga menyala. Padahal, enggak ada sopirnya. Enggak percaya, ya? Tanya aja Pak Yayat.
Yayat Ruhiyat, petugas lainnya, yang baru datang dari bermain tenis meja di ruangan lain hanya mengangguk. Ia mengatur napas sambil membuka kancing bajunya tepat di bawah penyejuk ruangan.
”Klakson truk itu bikin saya kaget dan terjatuh,” ungkap bapak berbadan kurus ini. Karena klaksonnya bunyi terus, aki truk terpaksa dicabut. Eh, malah, suara klaksonnya makin kencang,” ujar Yayat dengan mata melotot.
Katanya, bising suara generator set di samping truk juga kalah besar dengan klaksonnya. Bagaimana mendiamkan klakson dan mematikan lampu truk yang hidup itu?
Truknya dipindahkan dari pojok ke depan ruangan kantor. Syukurlah, selama tiga bulan di sini, klaksonnya tidak bunyi lagi.
Bagi Mul, berbagai kejadian itu wajar karena kendaraan tersebut menjadi tempat terakhir para korban yang meninggal secara tak wajar, kecelakaan. Kedua matanya juga sudah terbiasa melihat bekas kecelakaan.
Perasaan serupa boleh jadi dialami petugas lainnya, termasuk dua tenaga medis yang siaga 24 jam. Setiap malam ada lima polisi berjaga, termasuk berpatroli dari Cikedung, Indramayu, hingga Palimanan, Cirebon.
Jika bosan, mereka menonton televisi dan memanfaatkan jaringan internet nirkabel di kantor. Kalau tidak, merokok sambil minum kopi setelah mematikan AC, hanya radio komunikasi yang tidak boleh mati.
Baca Juga: Titik Rawan Lalu Lintas Jabar Dipetakan
Dari saluran radio itu, petugas saling mengabarkan peristiwa kecelakaan, termasuk 1.197 kecelakaan di Cipali tahun lalu. Sebanyak 71 orang meninggal dunia, luka berat sebanyak 243 orang, dan 887 orang luka ringan dalam kejadian itu. Ini belum termasuk jumlah mobil bekas kecelakaan yang terparkir di kantor PJR Kertajati dan Subang.
Saya sudah terbiasa melihat korban kecelakaan. Tetapi, saya selalu merasa sedih. Mengapa kejadiannya berulang.
Kalau ada kejadian aneh, seperti terdengar suara menangis, tambah Yayat, itu artinya mereka memohon doa. Itu sebabnya, ia tak habis pikir kalau ada orang yang tidak waspada saat berkendara, bahkan lupa diri. Padahal, korban kecelakaan yang telah tiada saja masih meminta doa keselamatan.
Sebelum pulang, Pak Mul kembali mengingatkan saya. ”Kalau kami yang biasa di sini sudah akrab dengan kejadian aneh. Kalau orang baru, seperti sampeyan, mungkin akan ditegur,” ucapnya.
Saat mengatakan itu, bibir Pak Mul tak sedikit pun melengkung, menandakan tersenyum.
Sepanjang perjalanan pulang sekitar 1,5 jam, saya mencuri pandang ke kaca spion dan bayangan di aspal. Jangan-jangan ada yang ikut di motor.