Festival Yosakoi Meneguhkan Hubungan Surabaya dan Kochi
›
Festival Yosakoi Meneguhkan...
Iklan
Festival Yosakoi Meneguhkan Hubungan Surabaya dan Kochi
Warga Kota Surabaya pada Sabtu (20/7/2019) sore mulai memadati seluruh ruas jalan menuju Jalan Tunjungan Surabaya. Arek Suroboyo ingin menyaksikan lansung Festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo, sebagai pertanda dimulainya Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang setahun terakhir rutin digelar oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Oleh
AGNES SWETTA PANDIA
·4 menit baca
SURABAYA, KOMPAS - Warga Kota Surabaya pada Sabtu (20/7/2019) sore mulai memadati seluruh ruas jalan menuju Jalan Tunjungan Surabaya. Arek Suroboyo ingin menyaksikan lansung Festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo, sebagai pertanda dimulainya Mlaku-mlaku Nang Tunjungan yang setahun terakhir rutin digelar oleh Pemerintah Kota Surabaya.
Semakin malam, warga Kota Surabaya dan warga luar kota semakin memadati Jalan Tunjungan salah satu ikon kota yang berpenduduk 3,2 juta jiwa ini. Sepanjang jalan 800 meter itu sudah ramai dengan kehadiran ratusan rombong atau gerobak pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM).
Produk yang disediakan mulai dari makanan, minuman, camilan, umumnya autentik termasuk berbagai macam kerajinan tangan. Pengusaha UMKM Surabaya ini rata-rata sudah memasarkan produk secara online atau dalam jaringan.
Mereka menikmati berbagai makanan tradisional khas Surabaya hasil UMKM Kota Surabaya, sambil diiringi berbagai musik yang dibawakan oleh beberapa grup band lokal Kota Pahlawan ini. Saat membuka Festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, kegiatan ini salah satu cara untuk terus meneguhkan hubungan kerjasama kota kembar Surabaya dengan Kota Kochi, Jepang.
Banyak kerjasama yang sudah dilakukan, terutama Festival Yosakoi yang rutin digelar setiap tahun di Surabaya. Tahun ini Festival Yosakai san Gebrayr Tari Remo masuk dalam rangkaian Festival Surabaya Cross Culture International atau Festival Lintas Budaya bertema Folk Art 2019 yang kali ini dipusatkan di sepanjang Jalan Tunjungan, pada Minggu (21/07/2019).
Tarian adat dari dua kota ini punya kesamaan, yaitu sama-sama menggunakan alat saat menari. “Jika Tari Remo dibunyikan melalui kaki ada klintingannya, Tari Yosakoi dengan alat namanya Naruko. Mari kita saksikan bersama-sama dengan gebyar Tari Remo, silahkan juga kalau ada yang mau ikut menari,” kata Risma.
Jika Tari Remo dibunyikan melalui kaki ada klintingannya, Tari Yosakoi dengan alat namanya Naruko. Mari kita saksikan bersama-sama dengan gebyar Tari Remo, silahkan juga kalau ada yang mau ikut menari
Wali kota perempuan pertama di Kota Surabaya itu juga menjelaskan bahwa kali ini ada yang berbeda dari rangkaian acara tahun lalu. Sebab, biasa digelar di Balai Kota Surabaya dan kini dipindahkan untuk digabung dengan acara Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan.
Alasannya, pertunjukan tari serta musik ini dapat dijangkau dan disaksikan masyarakat lebih banyak lagi. “Dijadikan satu tempat akan lebih ramai dan semua masyarakat boleh ikutan menari bersama-sama,” ujarnya.
Menurut Wali Kota Risma, melalui Festival Yosakoi dan Gebyar Tari Remo ini, dia ingin menyampaikan bahwa anak-anak Surabaya untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan kerjasama. Makanya dalam menari itu harus kompak dan menari bersama-sama. “Diharapkan mereka bisa mengerti untuk mencapai keberhasilan itu dibutuhkan kerjasama,” tegasnya.
Sementara itu, Konsul Jenderal Jepang di Kota Surabaya Masakitani mengatakan, ini adalah festival yang meriah dan dia mengaku senang bekerjasama dengan Kota Surabaya. Ia juga menjelaskan bahwa total peserta Tari Tradisi asal Kota Kochi ini berjumlah 780 peserta. Penari diikuti dari seluruh sekolah dari SD-SMA, perguruan tinggi sampai asosiasi yang ada di Jawa Timur.
Harapannya, meningkatkan kerjasama antara Kochi dan Surabaya dan diperluas lagi
“Peserta kali ini berjumlah 26 tim. Masing-masing tim terdiri dari 30 orang jadi totalnya 780 peserta. Sebenernya kalau Tari Kochi di Jepang tiap tim berjumlah 150 orang, namun di sini dibatasi tiap timnya,” ujar Masakitani.
Menurutnya, kerjasama di bidang kebudayaan itu terus ingin berlanjut dari tahun ke tahun. Sebab, ia memastikan kegiatan semacam ini mampu meningkatkan bentuk persahabatan. “Harapannya, meningkatkan kerjasama antara Kochi dan Surabaya dan diperluas lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Surabaya Antiek Sugiharti menjelaskan acara ini banyak perbedaan dari tahun sebelumnya. Invoasi terus dikembangkan untuk mencapai tujuan-tujuan acara ini. Acaranya antara lain untuk menghibur warga dan yang pasti mendongkrak sektor ekonomi warga di kota dengan luas 350 kilometer persegi ini.
“Festival Yosakoi ini sebenarnya sudah digelar sejak 2003. Biasanya digelar di Balai Kota dan sekarang dipindah ke Jalan Tunjungan yang dipadu dengan acara Mlaku-mlaku Nang Tunjungan, sehingga diharapkan pengunjung lebih membludak,” kata dia.
Ia juga menjelaskan, yang dilombakan dalam festival ini hanya tarian Yosakoi. Sedangkan Tari Remo sudah didukung oleh beberapa sanggar yang menari bersama-sama di acara ini. Selain itu, ada pula flashmoob dan tari joget Surabaya. Berbagai kreasi dan inovasi tambahan ini diharapkan menambah meriah acara ini.