Tantangan Bangun Provinsi Baru di Tapal Batas Negeri
›
Tantangan Bangun Provinsi Baru...
Iklan
Tantangan Bangun Provinsi Baru di Tapal Batas Negeri
Sebagai provinsi yang belum genap 7 tahun, Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Malaysia memiliki banyak tantangan, seperti penyelundupan narkoba, miras, dan makanan tak berizin edar. Bagaimana Pemerintah Provinsi Kaltara membangun wilayahnya dengan berbagai tantangan itu?
Oleh
SUCIPTO
·6 menit baca
Kalimantan Utara merupakan provinsi ke-34 di Indonesia yang resmi terbentuk sejak terbitnya UU No 20 Tahun 2012. Sebelumnya, Kaltara merupakan bagian dari Kalimantan Timur dengan total luas 1,5 kali Pulau Jawa. Kesenjangan pembangunan di wilayah perbatasan membuat diperlukannya provinsi baru di wilayah utara Indonesia ini.
Letak Kaltara berbatasan langsung dengan Malaysia, yakni Sabah di utara dan Sarawak di barat. Kondisi di perbatasan ini membuat banyaknya penyelundupan minuman keras, narkoba, makanan, dan kebutuhan pokok lain dari Malaysia. Bahkan, diperkirakan terdapat 300 jalur tak resmi (jalur tikus), baik darat dan laut yang digunakan untuk menyelundupkan berbagai barang.
Tantangan lain untuk pemerintah di Kaltara adalah pemerataan pembangunan. Daerah paling maju di Kaltara adalah Kota Tarakan di Pulau Tarakan, yang bisa ditempuh dengan kapal cepat sekitar 1 jam dari ibu kota provinsi, Tanjung Selor. Tarakan merupakan penghasil minyak sejak era pemerintah Hindia Belanda pada awal tahun 1900-an dan saat ini menjadi pusat perekonomian di Kaltara.
Sementara itu, Tanjung Selor merupakan kecamatan yang dibangun menjadi pusat pemerintahan. Saat ini, Tanjung Selor masuk wilayah administratif Kabupaten Bulungan. Listrik belum stabil di daerah ini. Saat kunjungan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito, Rabu (17/7/2019) di Kantor Gubernur Kaltara, listrik sempat padam sekitar dua menit.
Dari berbagai masalah itu, bagaimana Pemerintah Provinsi Kaltara membangun wilayahnya yang belum genap 7 tahun itu? Berikut wawancara Kompas dengan Gubernur Kaltara, Irianto Lambire pada Rabu saat melakukan kunjungan ke Kota Tarakan.
Sebagai provinsi termuda di Indonesia dan berada di wilayah perbatasan, bagaimana mengantisipasi masuknya barang ilegal dan berbahaya melalui Kaltara?
Kaltara ini meskipun sudah dimekarkan masih sangat luas, sekitar 1,5 kali Jawa Timur. Wilayah yang sangat luas ini menyebabkan pengendalian keamanan, pembinaan wilayah, dan pengawasan mengalami kendala yang cukup berat. Misalnya, saat ini, tercatat lebih dari 300 jalur tikus di perbatasan. Penyelundupan barang-barang berbahaya seperti miras dan narkoba melalui jalur itu.
Khusus untuk narkoba, berat bagi kami untuk memberantasnya. Bahkan, saat ini oleh Badan Narkotika Nasional, Kaltara masuk dalam 5 besar peredaran dan penyelundupan narkoba. Setiap minggu diperkirakan puluhan kilogram sabu-sabu yang masuk dari Malaysia. Kalau wilayah darat sering ditangkap. Yang sulit itu melalui laut karena mereka dari sabah langsung naik kapal, dan itu bisa langsung ke Pulau Sulawesi atau Pulau Jawa.
Kami dan BPOM bertekad membentuk Balai POM di Kaltara yang dijabat eselon II. Itu agar di titik rawan perbatasan, setidaknya ada pengawasan obat dan makanan yang dikonsumsi masyarakat. Selain itu, tahun ini pemerintah sudah menganggarkan untuk membangun pos lintas batas negara di Long Midang dan di Pulau Sebatik. Itu untuk memperketat pengawasan di perbatasan. Mudah-mudahan tahun berikutnya menyusul tiga titik pos lintas batas negara.
Banyak produk makanan kemasan dari Malaysia yang tidak memiliki izin edar di Kaltara, bahkan menjadi oleh-oleh. Masyarakat banyak bergantung hidup dari produk itu. Bagaimana pemerintah menyikapi ini?
Perdagangan lintas batas selama ini belum banyak diatur dan disentuh pengawasannya. Ini omsetnya lumayan besar, mungkin bisa ratusan miliar per tahun. Harus diakui, kami belum punya pelabuhan ekspor.
Kami juga mengusulkan perlunya revisi atas perjanjian perdagangan lintas batas antara Indonesia dan Malaysia yang sejak tahun 1974 belum pernah dilakukan pembaharuan. Ini satu perjuangan tersendiri. Misalnya, pembelian sembako di wilayah Malaysia, itu besar sekali dan karena kita memang butuh. Suka tidak suka. Ini jadi dilema.
Kalau kita harus menunggu distribusi dalam negeri, biaya transportasi dari Jawa ke sini jauh lebih mahal dibanding membeli dari negeri tetangga yang barang dan kualitasnya pun lebih baik.
Misalnya, produk industri makanan seperti produk susu, dan berbagai jenis produk kakau, memang barangnya enak dan barangnya bagus. Kalaupun masuk ke wilayah kita, yang dikhawatirkan ada upaya kesengajaan untuk merusak bangsa kita melalui makanan. Ini yang harus kita cegah. Bukan berprasangka buruk, tetapi waspada. Dengan hadirnya BPOM di wilayah kita, itu juga akan meningkatkan nilai komoditas kita. Kalau kita mau ekspor tersertifikasi, kalau mau impor di lintas batas bisa menghasilkan pemasukan pendapatan negara.
Sebagai provinsi termuda, apa fokus Pemerintah Kaltara?
Visi kita mewujudkan pemerintah yang baik, bersih, dan tanpa korupsi. Dalam hal reformasi birokrasi, kita punya tekad bekerja cepat. Sekarang kita sudah berada di zona hijau dalam reformasi birokrasi, artinya sudah baik. Mengenai akuntabilitas kinerja, dulu kami dapat nilai D, sekarang dapat B.
Dalam hal pelayanan dan perizinan, Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu dinilai ombundsman dalam kategori baik dalam satu tahun terakhir. Menurut indeks demokrasi Indonesia, Kaltara peringkat ketiga.
Indikasinya, media berkembang dengan baik meskipun penduduknya belum 1 juta. Kami bekerja sama dengan Tempo dan Kompas untuk mendidik jurnalis muda kita agar memiliki kompetensi dan kemampuan provesional yang lebih baik.
Bagaimana pemerintah menangani banjir yang kerap melanda, mengingat curah hujan di Kaltara cukup tinggi?
Masalah bencana alam seperti banjir, itu setiap tahun ada, tetapi tidak terlalu parah. Namun, siklus 30 tahunan bisa parah. Mitigasi bencana akan kami tingkatkan.
Sungai kita banyak sekali sumber airnya. Itu sangat potensial untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Untuk PLTA, sudah ada perjanjian kontrak untuk konstruksi, nilai untuk membangun bendungan tahap pertama sekitar 1,5 miliar dollar Amerika Serikat (sekitar Rp 2 triliun dengan kurs Rp 13.900 per dollar AS). Untuk Sungai Kayan saja, bisa menghasilkan sekitar 9.000 Megawatt. Itu memerlukan waktu panjang, mungkin 25-30 tahun.
Bagaimana membangun Tanjung Selor sebagai ibu kota provinsi yang merupakan kecamatan?
Instruksi Presiden No 9 tahun 2018 sudah ada untuk membangun kota baru mandiri Tanjung Selor. Ada juga calon kawasan industri. Calon pelabuhan internasional Tanah Kuning juga sudah ada Keputusan Presiden No 56 tahun 2018 untuk lokasi investasi. Kami sudah membuat nota kesepahaman dengan PT Inalum yang akan membangun industri smelter di Kaltara. Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa dimulai. Dengan terwujudnya listrik yang besar di sini, maka akan berdampak pada investasi di sini.
Bagaimana membangun sumber daya manusia di bidang pendidikan?
Guru pendidikan anak usia dini sampai SMP diberikan insentif di luar gaji Rp 500.000 setiap orang per bulan. Pemerintah menyediakan Rp 72-75 miliar setiap tahun. Anak muda Kaltara juga ada yang kami kirim ke China untuk belajar.
Sejak 2014, kami memiliki program “dokter terbang”. Kami menganggarkan dari APBD, untuk pesawat saja, Rp 40 miliar. Kami sudah melayani lebih dari 16.000 jiwa dengan prioritas masyarakat di pedalaman dan suku local.
Di bidang kesehatan, bagaimana melayani kesehatan masyarakat, mengingat di Kaltara masih ada masyarakat Punan yang hidup berpindah?
Sejak 2014, kami memiliki program “dokter terbang”. Kami menganggarkan dari APBD, untuk pesawat saja, Rp 40 miliar. Kami sudah melayani lebih dari 16.000 jiwa dengan prioritas masyarakat di pedalaman dan suku lokal.
Jika ada yang tidak bisa dijangkau dengan pesawat, kami bawa dokter-dokter itu dengan ketinting (perahu kayu kecil bermotor) atau long boat (perahu kayu yang bisa mengangkut sekitar 20 orang). Kita mengirim dokter spesialis dan psikiatris setiap 3 bulan sekali. Mereka berdiam selama seminggu di pedalaman untuk melakukan pemeriksaan dan pengobatan gratis.
Untuk masyarakat Punan yang berpindah, sekarang sudah berkurang jumlahnya. Mungkin sekitar seribu. Kita pernah buatkan rumah. Karena mereka terbiasa tinggal di hutan, rumah itu mereka tinggalkan. Mereka juga menjadi sasaran “dokter terbang”.