JAKARTA, KOMPAS – Empat kelurahan yang berada di kawasan Jakarta Selatan dan Jakarta Timur akan terkena pembebasan lahan dalam proyek normalisasi Sungai Ciliwung. Anggaran pembebasan lahan itu mencapai Rp 200 miliar. Proses pembebasan tinggal menunggu Keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Juaini Yusuf di Jakarta, Senin (22/7/2019), mengatakan, pengerjaan sodetan Sungai Ciliwung akan melewati empat kelurahan. Empat kelurahan itu berada di dua wilayah administratif, yakni Jakarta Selatan (Pejaten Timur dan Tanjung Barat), serta Jakarta Timur (Cililitan dan Balekambang).
"Totalnya, dari empat kelurahan, ada 114 bidang yang akan dibebaskan. Total anggaran yang kami siapkan sekitar Rp 200 miliar," ujar Juaini.
Sebelumnya, Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC) mengungkapkan proses normalisasi Sungai Ciliwung selama ini terkendala pembebasan lahan. Banjir pun disebut masih berpotensi mengancam wilayah Ibu Kota saat musim penghujan tiba.
Namun demikian, Juaini belum dapat memastikan waktu pembebasan lahan tersebut. Pihaknya masih menunggu Keputusan Gubernur DKI Jakarta terkait perpanjangan penetapan lokasi pengerjaan sodetan Sungai Ciliwung.
"Setelah penentuan lokasi terbit, baru diteruskan pelaksanaannya," kata Juaini.
Ancaman banjir
Hingga kini, lahan yang telah dibebaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru 271 bidang atau hanya cukup untuk menormalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 2 kilometer (km). Padahal, secara keseluruhan, panjang Sungai Ciliwung yang perlu dinormalisasi mencapai 19,9 km.
Hingga kini, lahan yang telah dibebaskan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta baru 271 bidang atau hanya cukup untuk menormalisasi Sungai Ciliwung sepanjang 2 kilometer (km)
Staf Khusus Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Bidang SDA, Firdaus Ali, menuturkan, belum selesainya pembebasan lahan di bantaran Ciliwung menyebabkan banjir masih akan mengancam Jakarta saat musim penghujan nanti. Padahal, normalisasi Sungai Ciliwung sangat berperan untuk mencegah longsor yang mengancam properti di bantaran sungai.
“Normalisasi juga untuk mengembalikan kapasitas angkut sungai. Targetnya kalau terlaksana, kapasitas tampung Ciliwung akan meningkat dari 250 meter kubik per detik menjadi 570 meter kubik per detik,” ujar Firdaus.
Peningkatan kapasitas tampung Sungai Ciliwung berperan mencegah luapan banjir di sejumlah tempat yang biasanya terendam banjir saat terjadi curah hujan ekstrem. Normalisasi juga bertujuan memperlebar aliran Sungai Ciliwung yang menyempit dan mendangkal akibat sampah dan endapan.
Firdaus menambahkan, normalisasi Sungai Ciliwung sudah terhenti sejak 2017. Padahal, sesuai kesepakatan, tanggungjawab pembebasan lahan dibebankan kepada Pemprov DKI Jakarta.
“Gubernur (DKI Jakarta) tidak mampu membebaskan lahan sehingga terhenti. Jadi antisipasi untuk menghadapi banjir ke depan tidak sesuai rencana,” kata Firdaus.
Warga khawatir
Di bantaran Sungai Ciliwung, sebagian warga berharap ada solusi dari pemerintah agar luapan banjir yang sering terjadi saat musim hujan bisa diminimalisir. Harapan itu disampaikan warga yang pernah terdampak luapan sungai Ciliwung pada April 2019, yaitu di daerah Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Nurhayati (24), warga RT 005 RW 008, Kelurahan Pejaten Timur, Pasar Minggu, masih ingat kejadian banjir kiriman yang merendam sejumlah rumah warga yang tinggal di bantaran Sungai Ciliwung pada 26 April silam.
“Saat itu, bersama anak saya yang berumur 4 tahun dan beberapa warga harus mengungsi karena tempat kami salah satu yang paling parah. Tinggi air bisa sampai 3 meter lebih,” ujarnya.
Rani (30), warga lain menambahkan, akibat luapan sungai Ciliwung, salah satu bagian rumahnya rusak. Ia mengaku sudah lelah mengungsi.
Hal itu karena setiap kali Sungai Ciliwung meluap, dia harus mengungsi. Banjir juga membuat warga menderita karena mereka kesulitan mendapatkan air bersih.