Era Digital, Strategi Nasional Penciptaan Lapangan Kerja Disiapkan
›
Era Digital, Strategi Nasional...
Iklan
Era Digital, Strategi Nasional Penciptaan Lapangan Kerja Disiapkan
Pemerintah sedang menyusun strategi nasional penciptaan lapangan kerja dalam rangka merespons perkembangan teknologi dan revolusi industri. Langkah ini juga untuk mengantisipasi kenaikan angka pengangguran di era digital.
Oleh
Karina Isna Irawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah sedang menyusun strategi nasional penciptaan lapangan kerja dalam rangka merespons perkembangan teknologi dan revolusi industri. Langkah ini juga untuk mengantisipasi kenaikan angka pengangguran di era digital.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro mengatakan, strategi nasional penciptaan lapangan kerja masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024. Penciptaan lapangan kerja disesuaikan dengan perkembangan zaman agar angka pengangguran bisa terus ditekan.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, jumlah penganggur pada Februari 2019 sebanyak 6,82 juta orang. Angka itu turun 50.000 orang dibandingkan dengan Februari 2018. Adapun tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2019 mencapai 5,01 persen, terendah dalam empat tahun terakhir.
”Lapangan kerja ke depan harus mengadopsi digitalisasi maupun revolusi industri. Perkembangan teknologi ini akan memperbaiki produktivitas yang berimbas ke pertumbuhan ekonomi,” kata Bambang dalam konferensi pers Forum Pembangunan Indonesia (Indonesia Development Forum/IDF) 2019 di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta, Senin (22/7/2019).
Menurut Bambang, perkembangan teknologi dan revolusi industri mungkin menghilangkan beberapa jenis pekerjaan. Namun, di sisi lain, akan ada pekerjaan baru yang dibutuhkan pasar ekonomi digital.
Perkembangan teknologi dan revolusi industri mungkin menghilangkan beberapa jenis pekerjaan. Di sisi lain, akan ada pekerjaan baru yang dibutuhkan pasar ekonomi digital.
”Indonesia berupaya menangkap peluang itu dengan menyusun strategi nasional penciptaan lapangan kerja. Namun, detail strategi nasional masih dalam perumusan,” ujarnya.
Bambang menyebutkan, salah satu fokus strategi nasional itu adalah pengembangan ekosistem perusahaan rintisan berbasis digital (start up). Di Indonesia, kehadiran perusahaan rintisan justru membuka banyak lapangan kerja baru mulai dari level karyawan, manajer, hingga keahlian khusus, seperti ahli coding (programer) dan pencipta aplikasi (developer).
Meski demikian, kualitas tenaga kerja masa depan masih jadi tantangan terbesar. ”Perkembangan ekonomi digital akan memberikan peluang baru bagi penciptaan tenaga kerja,” kata Bambang.
Di sisi lain, lanjut Bambang, ekonomi digital juga mendorong perekonomian lebih efisien dan inklusif. Di sektor pertanian, misalnya, kehadiran perusahaan rintisan bisa menghilangkan pekerjaan perantara dagang sehingga mendekatkan petani dengan pembeli. Biaya ekonomi lebih efisien sehingga produktivitas bisa meningkat pesat.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengemukakan, kebijakan Revolusi Industri 4.0 yang diusung pemerintah akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1-2 persen pada 2018-2030 dengan jumlah penciptaan lapangan kerja lebih dari 10 juta per tahun. Kontribusi industri manufaktur juga bisa lebih dari 25 persen.
”Di era Revolusi Industri 4.0, ada lima sektor prioritas, yaitu makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, elektronik, dan industri kimia,” kata Airlangga.
Ekonomi digital
Bambang menambahkan, pemerintah akan menitikberatkan penciptaan lapangan kerja pada sektor-sektor padat pekerja, termasuk ekonomi digital. Hal itu karena sektor manufaktur belum berhasil menjadi penggerak utama dalam penciptaan lapangan kerja. Mayoritas pekerja di sektor informal yang produktivitas rendah dan upah di bawah minimum.
Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah angkatan kerja pada Februari 2019 sebanyak 136,18 juta orang, sementara yang bekerja 129,36 juta orang. Dari jumlah tersebut, sebanyak 74,08 juta orang bekerja di sektor informal (57,27 persen) dan 55,27 juta orang bekerja di sektor formal (42,73 persen).
Dalam pembukaan IDF 2019, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, pemerintah memerlukan ide dan gagasan dari generasi muda untuk menyusun strategi kebijakan jangka panjang. Pembangunan infrastruktur dan sumber daya manusia yang saat ini digalakkan harus bisa menjawab tantangan teknologi digital masa depan.
”Selama ini perencanaan disusun dari atas ke bawah. Kami ingin mendapatkan ide-ide dari generasi muda untuk menentukan apa sebaiknya untuk masa depan,” kata Kalla.
Menurut Kalla, Ide-ide dari generasi muda akan mendukung rencana pembangunan nasional pada era teknologi digital. Kehadiran teknologi digital akan mengubah kehidupan dan perilaku masyarakat. Namun, arah kebijakan tetap mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), seperti kemiskinan, kesehatan, dan pendidikan.
Duta Besar Australia untuk Indonesia Gary Quinlan menuturkan, hampir semua negara di dunia menghadapi tantangan transformasi digital, tidak hanya Indonesia. Penciptaan lapangan kerja di sektor formal penting untuk menangkap potensi ekonomi digital masa kini dan masa depan.
Ekonomi digital akan menjadi motor penggerak ekonomi. ”Inovasi teknologi akan mentransformasi perekonomian, terutama proses bisnis. Hal paling penting, bagaimana kebijakan pemerintah menjawab transformasi itu,” kata Quinlan.
Inovasi teknologi akan mentransformasi perekonomian, terutama proses bisnis. Hal paling penting, bagaimana kebijakan pemerintah menjawab transformasi itu.
Khusus Indonesia, lanjut Quinland, inklusi ekonomi penting dan harus ditingkatkan. Partisipasi perempuan di dunia kerja masih di bawah 50 persen. Padahal, perempuan memiliki peran signifikan untuk membantu mengurangi kemiskinan. Partisipasi perempuan bisa ditingkatkan melalui pendampingan atau pelatihan berkala.