Giring Gajah ke Habitatnya, Tiga Gajah Jinak Dibawa ke Jambi
›
Giring Gajah ke Habitatnya,...
Iklan
Giring Gajah ke Habitatnya, Tiga Gajah Jinak Dibawa ke Jambi
Tiga ekor gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah, Minas, Riau, dibawa Kabupaten Tebo, Jambi Senin, (22/7/2019) petang. Mereka akan menggiring tiga ekor gajah jantan muda yang keluar dari habitatnya di lanskap Ekosistem Taman Nasional Bukit Tiga Puluh.
Oleh
SYAHNAN RANGKUTI
·3 menit baca
PEKANBARU, KOMPAS – Tiga ekor gajah jinak dari Pusat Latihan Gajah, Minas, Riau, dibawa Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi pada Senin, (22/7/2019) petang. Tiga gajah jinak dengan komposisi dua jantan dan seekor betina asal Riau tersebut, mengemban misi menggiring tiga ekor gajah jantan muda yang keluar dari habitatnya di lanskap Ekosistem Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, sejak beberapa pekan terakhir.
“Kami meminta bantuan dari BBKSDA (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) Riau untuk meminjamkan gajahnya, agar dapat menggiring gajah kami kembali ke habitatnya. Kami mengalami kesulitan menggiring tiga gajah jantan itu tanpa bantuan gajah latih yang jinak,” kata Teguh Sriyanto, Kepala Subbagian Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jambi yang dihubungi Senin sore.
Menurut Teguh, tiga gajah yang keluar dari habitatnya itu merupakan gajah jantan yang masih muda. Dua diantaranya merupakan gajah remaja, dan satu lainnya dewasa muda. Gajah jantan muda dikenal sulit untuk digiring karena sifatnya yang agresif.
“Laporan dari lapangan menyebutkan gajah-gajah itu sudah masuk ke wilayah Kabupaten Batanghari. Gajah itu kerap masuk ke kebun-kebun warga dan berpotensi menimbulkan konflik,” kata Teguh.
Ekosistem Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, kata Teguh, masih memiliki populasi gajah sebanyak 120 ekor. Bagian utara taman nasional itu berbatasan dengan wilayah Kabupaten Indragiri Hulu, Riau. Pada saat ini, gajah itu sudah bergerak menjauh ke arah utara di Kecamatan Maro Sebo Ulu, Kabupaten Batang Hari.
Meski memiliki kantong gajah dengan populasi cukup besar, Jambi belum memiliki gajah latih jinak yang dapat dipakai untuk menggiring gajah liar. Sehingga apabila terjadi konflik gajah liar dengan manusia, BKSDA Jambi kerap meminta bantuan tetangganya, Riau.
Secara terpisah, Kepala Bidang II BBKSDA Riau, Heru Sutmantoro mengatakan, pihaknya sudah mengirimkan tiga ekor gajah jinak dari PLG Minas untuk membantu mengatasi konflik gajah di Jambi pada Senin sore. Tiga gajah jinak itu dibawa bersama enam orang mahout (pawang gajah terlatih).
“Kalau tidak ada kendala di jalan, besok gajah kami sudah akan sampai di Jambi,” kata Heru.
Kepala PLG Minas, Syaiful H Daulay menambahkan, tiga gajah jinak asal Minas yang dikirim ke Jambi merupakan gajah paling terlatih dalam menggiring gajah liar. Gajah terbesar yang menjadi pemimpin kelompok bernama Singarun berumur 50 tahun.
“Gajah kedua bernama Bangkin, jantan berusia 43 tahun. Seekor lagi gajah betina bernama Indah. Gajah betina usianya paling tua, 56 tahun. Dia pernah melahirkan seekor anak jantan pada tahun 2009,” kata Syaiful.
Mahout yang akan melakukan penggiringan gajah liar, tambah Syaiful, dipimpin oleh Widodo. Lima mahout lainnya adalah Misno, Tutur Lestariono, Wagiran, Unna dan Ahmad Sayaman.
Selama ini tiga gajah jinak dari PLG Minas, kerap dipakai untuk menggiring 11 gajah liar di kantong Minas (Siak), Rumbai (Pekanbaru) dan Tapung (Kampar). Kawanan 11 ekor gajah (biasa disebut kelompok 11) itu, kerap menimbulkan konflik dengan warga pemilik kebun yang menempati jalur jelajah gajah.
Pada Senin kemarin, kelompok 11 sedang berada di lokasi Kecamatan Tapung, perbatasan Kabupaten Kampar dengan Kota Pekanbaru. Gajah-gajah itu berada di hutan semak belukar dan terkadang masuk ke kebun warga di sekitar.
PLG Minas memiliki 17 ekor gajah. Sebelas berjenis jantan dan enam betina. Untuk menangangi seluruh gajah itu, PLG Minas memperkerjakan 26 orang mahout.
Meski memiliki banyak gajah, kata Syaiful, hanya tiga ekor yang dapat dipakai untuk menggiring gajah liar. Gajah itu adalah Singarun, Bangkin dan Indah.