JAKARTA, KOMPAS – Dari total 260 perkara dalam perselisihan hasil pemilihan anggota legislatif atau PHPU Pileg 2019, Mahkamah Konstitusi memutus 58 perkara untuk tidak berlanjut ke tahap pembuktian. Hanya ada 122 perkara yang akan berlanjut pada tahap pembuktian pada Selasa besok.
Putusan sela atau dismissal itu dibacakan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman di Gedung MK, Senin (22/7/2019). Sidang pembacaan putusan yang terbagi dalam tiga sesi itu dihadiri oleh delapan hakim konstitusi lainnya, yaitu Aswanto, Enny Nurbaningsih, Arief Hidayat, Manahan MP Sitompul, Saldi Isra, I Dewa Gede Palguna, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams. Selain itu, hadir pula semua pemohon yang perkaranya telah diregistrasi, pihak terkait, dan perwakilan pihak termohon yakni Komisi Pemilihan Umum dan Badan Pengawas Pemilu.
Dalam putusan tersebut, hakim konstitusi membagi perkara menjadi tiga jenis. Pertama, perkara yang tidak dilanjutkan atau prosesnya sudah berakhir pada tahap ini. Kedua, perkara yang akan dilanjutkan ke pemeriksaan pembuktian. Terakhir, putusan yang tidak disebutkan dalam dua kategori sebelumnya dan baru akan dibacakan dalam putusan akhir pada 6—9 Agustus mendatang.
Sebanyak 58 perkara diputus untuk tidak berlanjut ke tahap pembuktian karena sejumlah alasan hukum. Alasan itu di antaranya ketidakhadiran pemohon ke sidang, pemohon menarik permohonan, permohonan pemungutan suara ulang tidak disertai dengan identitas tempat pemungutan suara yang dimaksud, dan ada ketidaksesuaian antara posita (alasan sebuah tuntutan) dan petitum (gugatan pemohon).
Pengguguran perkara juga dilakukan karena pemohon tidak mempersoalkan rekapitulasi suara tetapi memohon agar salah satu calon anggota legislatif didiskualifikasi. Permohonan yang disampaikan oleh pihak perorangan tetapi tidak mendapatkan rekomendasi dari partai politik, serta terdapat koreksi dalam persidangan atau renvoi terhadap hal-hal yang bersifat substantif juga menjadi alasan hukum pengguguran perkara.
Adapun perkara yang akan dilanjutkan ke tahap pembuktian berjumlah 122. Sementara itu, ada 80 perkara yang tidak disebutkan dalam kategori dilanjutkan atau tidak.
Juru Bicara MK yang juga Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna menjelaskan, perkara yang tidak dibacakan dalam putusan sela harus menunggu panggilan mahkamah dalam putusan akhir. “Artinya, sejumlah perkara itu tidak akan dilanjutkan, karena tidak memenuhi persyaratan formal dan hanya satu-satunya perkara di sebuah daerah pemilihan (dapil),” kata Palguna.
Meski sudah tidak akan dilanjutkan, putusan terhadap sejumlah perkara itu harus disampaikan di akhir. Sebab, masih ada sejumlah perkara lain yang mesti diproses.
Palguna menambahkan, 122 perkara akan menjalani sidang pemeriksaan pembuktian yang dibagi menjadi tiga panel. Setiap pemohon, termohon, dan pihak terkait dipersilakan untuk menyerahkan alat bukti atau keterangan saksi paling lambat sebelum sidang dimulai. Sidang akan dimulai pada pukul 07.30.
Dalam pemeriksaan pembuktian, pihak pemohon, termohon, dan pihak terkait perlu mengajukan alat bukti baik berupa dokumen. Dalam konteks ini, kata Palguna, dokumen menjadi alat bukti utama yang akan dipertimbangkan oleh hakim konstitusi. “Keterangan saksi merupakan bukti tambahan atau secondary evidence yang digunakan untuk menguatkan dokumen,” ujar dia.
Jumlah saksi yang bisa diajukan para pihak terbatas. Untuk pemohon dan termohon hanya boleh mengajukan tiga saksi, sedangkan pihak terkait hanya satu saksi. Begitu pula jumlah ahli, semua pihak boleh mengajukan satu ahli saja.
Komisioner KPU Hasyim Asy’ari ditemui seusai persidangan mengungkapkan, pihaknya siap untuk menghadapi persidangan esok. “Setiap kuasa hukum KPU di daerah akan memastikan alat bukti mana yang relevan untuk menangkis dalil atau alat bukti yang besok akan diajukan pemohon,” ujar Hasyim.
Menurut Hasyim, persiapan alat bukti itu penting karena sidang berikutnya akan menjadi momentum adu alat bukti berupa dokumen terkait penghitungan suara. Selain itu, pemeriksaan pembuktian bisa pula menjadi ajang adu keterangan saksi untuk menjelaskan peristiwa yang sesungguhnya berpengaruh pada penghitungan suara hasil pemilu legislatif.
Meski proses sejumlah perkara masih berlangsung, kata Hasyim, putusan sela dapat menjadi rujukan bagi KPU di tingkat kota, kabupaten, dan provinsi untuk menetapkan perolehan kursi dan calon anggota legislatif terpilih. Sebab, putusan sela memiliki kekuatan hukum yang sama dengan putusan akhir. Karena itu, putusan sela dapat dijadikan landasan hukum untuk menetapkan perolehan kursi dan calon anggota legislatif terpilih.
Sementara itu Komisioner Bawaslu Fritz Edward mengapresiasi putusan sela MK. Menurut dia, dalam merumuskan putusan tersebut mahkamah selalu fokus pada kewenangannya, yaitu menyelesaikan sengketa yang terkait dengan perselisihan hasil penghitungan suara. “Selain itu, tertib prosedural yang ditekankan mahkamah juga membuktikan bahwa sebagai lembaga peradilan, MK telah memulai keadilan material dengan keadilan prosedural,” kata Fritz.