Badan POM yang ikut terlibat dalam penangkapan pemalsu obat paten tersebut, melihat obat-obatan yang dipalsukan menjadi obat paten, sudah kadaluarsa.
Oleh
INSAN ALFAJRI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Reserse Kriminal Polri menangkap pengusaha farmasi yang memalsukan obat generik menjadi obat paten. Obat paten palsu yang diproduksi, dijual ke 197 apotek di seputaran DKI Jakarta.
Pengusaha bernama Afap (52) itu ditangkap di Semarang, Jawa Tengah, 8 Juli 2019. Dia merupakan direktur PT JKI yang disebut pedagang besar farmasi. Perusahaan itu sudah beroperasi selama tiga tahun.
Afap dibantu oleh 6 pekerja yang ditugaskannya membeli bahan baku obat, mengeluarkan isi obat, dan mengemas ulang obat tersebut. Hingga kini, 6 pekerja tersebut masih diperiksa sebagai saksi.
Direktur Tindak Pidana Tertentu Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri Brigadir Jenderal (Pol) Muhammad Fadil Imran, di Jakarta, Senin (22/7/2019), mengatakan, ada 197 apotek di seputaran DKI Jakarta yang menjadi langganan tetap pengusaha farmasi itu. Berdasarkan keterangan polisi, pemilik apotek tidak mengetahui bahwa yang dijual Afap merupakan obat paten palsu.
"Kini kami dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) berusaha menarik semua obat-obat paten palsu di apotek itu," kata Imran.
Menurut Imran, masyarakat dirugikan karena tidak mengetahui aman atau tidaknya obat itu dikonsumsi. Selain itu, ada motif ekonomi di balik aktivitas itu.
Dalam video polisi, terdengar keterangan tersangka yang mengubah obat lambung generik menjadi obat paten dengan mencatut nama PT Kalbe Farma.
Dari sekotak obat paten tiruan itu, Afap meraup Rp 100.000. Sementara menurut catatan polisi, omzet Afap sekitar Rp 400 juta per bulan.
Afap disangka melanggar Pasal 196 juncto Pasal 98 dan atau Pasal 197 juncto Pasal 106 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan/atau Pasal 62 Ayat 1 juncto Pasal 8 Ayat 1 Huruf A dan Huruf D Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Afap terancam pidana penjara 5 hingga 10 tahun, dengan denda paling banyak Rp 2 miliar.
Kadaluarsa
Pelaksana Tugas Deputi IV Bidang Penindakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) Teguh mengatakan, tim Badan POM yang ikut terlibat dalam penangkapan pemalsu obat paten tersebut, melihat obat-obatan yang dipalsukan menjadi obat paten, sudah kadaluarsa.
“Obat-obatan tersebut sebenarnya sudah kadaluarsa namun didaur ulang dan dikemas kembali seakan-akan menjadi baru,” ujarnya.
Ini diketahui setelah Badan POM mendeteksinya menggunakan alat pemindai bernama Ahura TruScan. Menurutnya, kasus tersebut merupakan salah satu modus dalam tindak kejahatan peredaran obat yang masih perlu terus diberantas, termasuk peredaran obat ilegal dan obat aborsi.
“Kami akan terus melakukan pengawasan baik secara konvensional maupun secara daring,” ujarnya.