Sarat Kejanggalan, Presiden Diminta Tunda Pelantikan Anggota KPI
Sejumlah kejanggalan mewarnai proses pemilihan calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia periode 2019-2022. Karena itu, AJI, Remotivi, dan LBH Pers meminta Presiden menunda pelantikan 9 calon anggota KPI terpilih.
KUDUS, KOMPAS — Sejumlah elemen masyarakat menyesalkan proses seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia 2019-2022 yang dinilai kurang transparan dan janggal. Menyikapi hal ini, mereka meminta Presiden Joko Widodo menunda pelantikan anggota KPI 2019-2022.
Kejanggalan pertama terletak pada pengumuman calon anggota KPI yang tersaring ke tahap uji kelayakan dan kepatutan. Biasanya panitia seleksi (pansel) mengumumkan 27 calon anggota KPI ke publik dan baru kemudian diserahkan ke Komisi 1 DPR untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan.
Namun pansel tidak mengumumkan calon anggota yang lolos pada tahap ini. Sebaliknya, pengumuman 34 nama calon anggota KPI justru dilakukan oleh Komisi I DPR sesuai Surat Menteri Komunikasi dan Informatika kepada Ketua Komisi I DPR Nomor R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019.
Empat bulan lalu beredar daftar berisi 27 nama orang yang disebut akan maju ke tahap uji kelayakan dan kepatutan. Dari daftar tersebut, hanya tercantum satu nama anggota KPI petahana yang lolos. Namun, daftar tersebut kemudian diralat atau tidak diakui dan digantikan dengan daftar baru berisi 34 nama.
“Dari informasi salah satu anggota DPR, ada penambahan tujuh nama petahana sehingga dari jumlah awal 27 nama menjadi 34 nama, itu berdasarkan kesepakatan dalam rapat DPR dengan pansel. Dasarnya Pasal 13 ayat (8) Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan KPI yang sebenarnya cacat logika karena aturan ini memberi peluang petahana yang lolos seleksi administrasi tidak perlu melalui proses uji kompetensi, tetapi langsung mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di DPR. Bagaimana logis, Komisioner KPI membuat peraturan yang mengatur tata cara pemilihan dirinya sendiri?” kata Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bayu Wardhana, Sabtu (20/7/2019), di Jakarta.
Penambahan tujuh nama petahana sehingga dari jumlah awal 27 nama menjadi 34 nama, itu berdasarkan kesepakatan dalam rapat DPR dengan pansel
Peraturan KPI ini dipakai sebagai dasar argumen oleh DPR untuk mensyahkan masuknya tujuh nama petahana. Sayangnya, peraturan yang sama tidak diberlakukan saat pemilihan anggota KPI tahun 2016. Pada saat itu, ada petahana yang tidak lolos pada tahap uji kelayakan dan kepatutan. “Jadi suka-suka DPR saja dalam menggunakan peraturan,” tambahnya.
Ada ketidakkonsistenan
Firman Imaduddin, salah satu peneliti Remotivi menambahkan, Ombudsman RI telah melaporkan sejumlah kejanggalan dan dugaan maladministrasi dalam proses seleksi anggota KPI 2019-2022 ini. Salah satu yang dipertanyakan adalah calon-calon petahana yang dalam tradisinya harus mengikuti seluruh tahap tes mulai dari seleksi administrasi, tes wawancara, hingga tes psikologi, kini mendapat “karpet merah” untuk langsung mengikuti uji kelayakan dan kepatutan.
“Anehnya, jika memang diniatkan petahana bisa langsung lolos ke tahap uji kelayakan dan kepatutan, para petahana tersebut tetap mengikuti semua tahap seleksi. Ada ketidakkonsistenan di sini,” kata dia.
Setelah mengumumkan 34 nama yang lolos ke tahap uji kelayakan dan kepatutan, DPR menjaring masukan dari publik terkait rekam jejak para calon anggota KPI tersebut. Namun demikian, waktu yang diberikan sangat singkat, hanya dari tanggal 19 Juni 2019 hingga 10 Juli 2019.
“Periode itu pun bersamaan dengan proses uji kelayakan dan kepatutan serta pemilihan anggota KPI pada 8-10 Juli 2019. Artinya, masukan masyarakat hanya sebatas formalitas, tidak ada waktu untuk klarifikasi dan verifikasi masukan masukan masyarakat. Tidak jelas pula apakah masukan-masukan tersebut benar-benar menjadi pertimbangan dalam proses seleksi,” ujar Firman.
Masukan masyarakat hanya sebatas formalitas, tidak ada waktu untuk klarifikasi dan verifikasi masukan masukan masyarakat
Empat dari sembilan nama yang terpilih dalam voting di Komisi I DPR pada 10 Juli lalu merupakan petahana, meliputi Nuning Rodiyah, Agung Suprio, Yuliandre Darwis, dan Hardly Stefano. Menurut Firman, keempatnya tidak pernah memiliki rekam jejak dalam tata kelola penyiaran sebelum masuk KPI, dan tidak menorehkan prestasi yang layak dibicarakan setelah menjadi anggota KPI.
Menyikapi sejumlah kejanggalan dalan proses seleksi anggota KPI 2019-2022, tiga lembaga yaitu AJI, Remotivi, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mendesak Presiden Joko Widodo agar menunda pelantikan sembilan anggota KPI 2019-2022 sampai menunggu hasil penyelidikan Ombudsman RI tentang dugaan terjadinya maladministrasi dalam proses seleksi.
“Kami juga meminta presiden untuk menginstruksikan penyelidikan ulang Komisi Pemberantasan Korupsi dan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan atas 34 calon anggota KPI dan hasilnya kemudian diumumkan ke publik secara transparan,” kata pengacara Lembaga Bantuan Hukum Pers Gading Yonggar Ditya.
Tabrak regulasi
Sebelumnya, gugatan terkait seleksi anggota KPI 2019-2022 juga disampaikan Supadiyanto, akademisi sekaligus calon anggota KPI 2019-2022 yang namanya sempat muncul dalam urutan peserta uji kelayakan dan kepatutan yang beredar informal tetapi tidak masuk urutan 34 nama yang disodorkan Kominfo ke Komisi I DPR.
”Penetapan 34 calon anggota KPI menabrak regulasi dan pasal berlapis Peraturan KPI Nomor 1/P/KPI/07/2014 tentang kelembagaan KPI. Pasal 10 Ayat 1 menyatakan penetapan tim seleksi dilakukan DPR dan di Pasal 4 disusun serta ditandatangani DPR. Faktanya surat keputusan diterbitkan Menkominfo,” ujarnya.
Supadiyanto juga menyoal jumlah anggota tim seleksi calon anggota KPI yang melebihi ketentuan di peraturan KPI. Dalam Pasal 10 ayat 3 Peraturan Kelembagaan KPI disebutkan, tim seleksi pemilihan anggota KPI terdiri atas 5 anggota yang dipilih dan ditetapkan DPR dengan memperhatikan keterwakilan unsur tokoh masyarakat, akademisi/kampus, pemerintah, dan KPI. Namun, anggota tim seleksi berjumlah 16 orang.
Jika merujuk pada aturan kelembagaan KPI, penetapan 34 calon anggota KPI yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan juga melanggar regulasi KPI Pasal 14 ayat 2 yang menyatakan calon yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan berjumlah tiga kali atau minimal dua kali dari anggota KPI ditetapkan. Dalam uji kelayakan dan kepatutan di Komisi I DPR, nama calon yang muncul 34 orang, lebih banyak dari ketentuan.
Jika merujuk pada aturan kelembagaan KPI, penetapan 34 calon anggota KPI yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan juga melanggar regulasi KPI Pasal 14 ayat 2
Terkait hal itu, Supadiyanto sebagai calon anggota KPI 2019-2022 merasa dirugikan atas proses yang berjalan. ”Saya minta kepada DPR untuk menghentikan proses yang berjalan karena malaadministrasi dan cacat hukum dalam proses seleksi calon anggota KPI 2019-2022,” ujarnya.
Menanggapi ketidakpuasan dari beberapa elemen masyarakat, Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mempersilakan publik agar mempertanyakan tersebut ke pansel. Menurutnya, sembilan nama terpilih akan segera mendapatkan Surat Keputusan Presiden pada 27 Juli 2019 bersamaan dengan habisnya masa jabatan anggota KPI 2016-2019.