Warga Sikalang, Sawahlunto, Keluhkan Aktivitas Tambang Bawah Tanah
›
Warga Sikalang, Sawahlunto,...
Iklan
Warga Sikalang, Sawahlunto, Keluhkan Aktivitas Tambang Bawah Tanah
Sejumlah warga Desa Sikalang, Sawahlunto, Sumatera Barat, mengeluhkan aktivitas tambang batubara bawah tanah. Warga menduga lubang tambang bawah tanah itu sudah keluar dari lokasi izin usaha pertambangan dan mengarah ke permukiman.
Oleh
YOLA SASTRA
·4 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sejumlah warga Desa Sikalang, Sawahlunto, Sumatera Barat, mengeluhkan aktivitas tambang batubara bawah tanah yang dikelola CV Tahiti Coal. Warga menduga lubang tambang bawah tanah itu sudah keluar dari lokasi izin usaha pertambangan dan mengarah ke permukiman sehingga berisiko merusak rumah.
WH (30), warga Desa Sikalang, Senin (22/7/2019), mengatakan, dampak aktivitas tambang bawah tanah itu mulai terasa sejak dua tahun terakhir. WH menduga, kondisi itu dipicu oleh lubang tambang yang semakin dekat dengan permukiman.
WH memperkirakan jarak rumahnya sekitar 350 meter dari salah satu mulut tambang CV Tahiti Coal. Saat pekerja tambang bekerja, WH sering merasakan getaran kuat dan suara bising di sekitar rumahnya.
”Rumah saya sudah terdampak. Retakan di dinding dapur semakin besar dan memanjang. Lantai dapur dan teras rumah mulai ambles. Saya khawatir, jika terus berlanjut, rumah bisa roboh dan menimpa kami sekeluarga,” tutur WH dalam konferensi pers di kantor Walhi Sumbar, Padang.
WH datang ke kantor Walhi Sumbar bersama empat perwakilan warga. Walhi Sumbar meminta nama warga tersebut tidak ditulis lengkap karena khawatir ada intimidasi dari oknum aparat.
Kondisi serupa dialami EI (44), warga Desa Sikalang lainnya. Rumahnya hanya sekitar 200 meter dari salah satu mulut tambang CV Tahiti Coal. Ia mengatakan, setidaknya tujuh rumah di sekitar rumahnya mulai retak-retak dan ambles.
”Rumah saya memang belum retak karena masih baru. Namun, jika dibiarkan terus, bisa bernasib sama. Kalau rusak, siapa yang mau tanggung jawab?” kata EI.
EI berharap, penggalian lubang yang mengarah ke permukiman warga dihentikan. CV yang beroperasi sejak 2010 itu juga diharapkan menimbun kembali lubang-lubang di sekitar rumah warga yang telanjur digali.
Direktur Eksekutif Walhi Sumbar Uslaini menduga, CV Tahiti Coal sudah melampaui wilayah operasi sesuai izin usaha pertambangan (IUP). Dugaan itu diperkuat dengan dampak yang terasa oleh warga, seperti rumah retak-retak dan ambles serta penurunan muka air tanah yang menyulitkan warga mengakses air bersih.
”Kami menemukan 15 rusak di Dusun Sibanta, Desa Sikalang, sejak adanya aktivitas tambang,” ujar Uslaini.
Selain rumah tersebut, lanjutnya, rumah lainnya juga berisiko terdampak. Dari pemetaan Walhi Sumbar, 7 rumah hanya berjarak 300 meter dari mulut tambang, 43 rumah berjarak 500 meter, dan 114 rumah berjarak 750 meter.
Uslaini menambahkan, warga sudah berkali-kali melaporkan persoalan tersebut kepada pemerintah melalui perangkat desa. Warga juga pernah menyurati pemerintah provinsi.
Pada 2018, perwakilan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sumbar memantau ke lokasi. Alih-alih dihentikan, izin usaha pertambangan CV Tahiti Coal justru diperpanjang hingga 2028.
”Alasannya, Dinas ESDM tidak menemukan pelanggaran IUP yang dilakukan CV Tahiti Coal. Namun, proses pemantauan itu tidak melibatkan warga yang melaporkan masalah itu,” ujar Uslaini.
Uslaini menambahkan, Walhi Sumbar sudah melaporkan dugaan pelanggaran itu ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Kementerian ESDM, tetapi belum direspons. Walhi Sumbar memang tidak bisa mengecek ke dalam lokasi tambang karena tidak punya akses, tetapi fakta lapangan mengarah ke dugaan itu.
Walhi Sumbar pun mendesak Gubernur Sumbar mencabut perpanjangan IUP CV Tahiti Coal berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pemerintah provinsi didesak memperbaiki atau mengganti rumah warga yang rusak akibat aktivitas tambang. Pemerintah provinsi juga didorong untuk memerintahkan CV Tahiti Coal mereklamasi pascatambang pada bekas galian tambang.
Membantah
Secara terpisah, Kepala Teknik Tambang CV Tahiti Coal Very Arianto membantah tudingan warga dan Walhi Sumbar. Ia mengatakan, tambang yang memproduksi 5.000 ton batubara per bulan itu tidak melanggar IUP dalam beroperasi.
”Tudingan lubang tambang yang sampai ke bawah rumah warga tidak benar. Dinas ESDM Sumbar sudah mengecek dan tidak terbukti melanggar IUP,” ujar Very.
Very juga menampik tudingan rumah yang retak-retak dan ambles karena aktivitas tambang. Hal itu perlu dibuktikan lebih lanjut karena sebagian besar struktur tanah di Kota Sawahlunto memang labil. Tidak sulit ditemukan rumah retak-retak dan ambles di kota tambang itu.
Warga pun diimbau Very untuk melapor ke CV jika ada rumah mereka yang rusak akibat aktivitas tambang. Perwakilan CV akan berkunjung ke rumah tersebut. ”Kami akan bertanggung jawab jika rumahnya terbukti rusak akibat tambang,” ujar Very.
Kepala Dinas ESDM Sumbar Heri Martius belum bisa dikonfirmasi terkait permasalahan ini. Heri tidak menjawab panggilan telepon dan tidak membalas pesan singkat dari Kompas.