Upaya Republik Indonesia untuk hadir di Pasifik harus memberikan manfaat bagi semua pihak. Dengan begitu, kerja sama yang terbangun dapat berkelanjutan.
Bagi RI, keterlibatan dalam dinamika di Pasifik tak dapat ditunda-tunda lagi. Di tengah perkembangan mutakhir geopolitik yang ditandai, antara lain, dengan memanasnya persaingan China-AS serta kemunculan Asia Pasifik sebagai motor pertumbuhan global, kawasan Pasifik menjadi krusial.
Kehadiran Indonesia di kawasan itu tentu harus berdampak konkret. Artinya, upaya Indonesia untuk lebih bersentuhan dengan wilayah Pasifik harus dapat dirasakan masyarakat setempat secara langsung.
Langkah meningkatkan kehadiran di kawasan tertentu, termasuk Pasifik, ditempuh sejumlah negara. Mereka, antara lain, menjalankan pembangunan infrastruktur dan memberikan bantuan kemanusiaan dalam jumlah cukup besar.
Seperti ditulis harian ini, Senin (22/7/2019), kegiatan Eksposisi Pasifik 2019 dinilai sebagai salah satu bentuk konkret kehadiran Indonesia di Pasifik.
Menurut Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, perhelatan itu menjadi penegasan dari Forum Pertemuan Indonesia-Pasifik Selatan (ISPF) yang digelar pada Maret lalu, di Jakarta. Eksposisi Pasifik 2019, yang meliputi acara pameran, menghasilkan transaksi kerja sama dan perdagangan yang ditandatangani klien dari negara-negara Pasifik hingga 70,03 juta dollar AS (Rp 980,4 miliar).
Tentu saja, kegiatan itu baru awal. Strategi yang matang dan perencanaan detail—dipandu kejelasan visi dari pemimpin negara—merupakan syarat keberhasilan Indonesia meningkatkan kehadiran di Pasifik.
Indonesia, yang berpenduduk lebih dari 250 juta orang dan memiliki luas wilayah 1,9 juta kilometer persegi, rasanya mempunyai potensi sangat besar untuk lebih meningkatkan perannya di kancah internasional, terutama kawasan Pasifik.
Di sisi lain, peningkatan kehadiran RI di Pasifik diharapkan dapat membuat semua negara di kawasan tersebut menjadi kian yakin bahwa integrasi wilayah Indonesia merupakan realitas yang tak bisa lagi dimungkiri. Upaya memutar balik jarum jam sejarah hanya akan menciptakan persoalan baru, yang pada akhirnya membuat rakyat kian menderita.
Sikap yang fokus pada masa depan dan mencari peluang baru sejatinya jauh lebih diperlukan sehingga Pasifik dan Indonesia bisa tumbuh bersama-sama. Perubahan iklim dan isu konektivitas di Pasifik merupakan sebagian isu krusial yang harus dijawab bersama oleh Indonesia serta negara-negara di kawasan tersebut.
Keberadaan sekitar 13 juta warga di Indonesia, yang latar belakangnya serumpun dengan suku bangsa utama negara-negara Pasifik, menjadi fakta tak terbantahkan bahwa ada ”kesamaan identitas”. Sekali lagi, hal itu baru modal awal. Langkah selanjutnya, yang paling penting adalah kesinambungan kerja sama lewat strategi yang matang sehingga semua pihak merasakan manfaat kerja sama tersebut.