Polisi Diminta Ikut Selidiki 49 Kontainer Plastik Bermasalah di Batam
›
Polisi Diminta Ikut Selidiki...
Iklan
Polisi Diminta Ikut Selidiki 49 Kontainer Plastik Bermasalah di Batam
Kepolisian diminta ikut memantau penyidikan terhadap 49 kontainer sampah plastik impor yang terkontaminasi limbah berbahaya dan sampah jenis lain. Proses reekspor belum berjalan, kontainer tersebut saat ini masih tertahan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau.
Oleh
PANDU WIYOGA
·3 menit baca
BATAM, KOMPAS — Kepolisian diminta ikut memantau penyidikan 49 kontainer sampah plastik impor yang terkontaminasi limbah berbahaya dan sampah jenis lain. Proses reekspor belum berjalan, kontainer tersebut saat ini masih tertahan di Pelabuhan Batu Ampar, Batam, Kepulauan Riau.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Desmond Junaidi Mahesa di Batam, Selasa (23/7/2019), mengatakan, seharusnya ada sanksi pidana yang dijatuhkan jika kontainer berisi sampah plastik impor itu terbukti terkontaminasi limbah berbahaya. Oleh karena itu, kepolisian diminta ikut menelusuri temuan tersebut.
”Hasil uji laboratorium akan menentukan ada pidana atau tidak. Untuk sementara, kami serahkan kepada Bea dan Cukai serta kepolisian untuk menelusuri hal itu, pasti nanti akan ada tindakan yang diambil,” kata Desmond.
Kita ini mengelola sampah sendiri saja tidak sanggup, malah mendatangkan sampah dari luar negeri.
Temuan 49 kontainer sampah plastik bermasalah di Batam itu menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan yang mengizinkan impor scrap plastik sebagai bahan baku industri. Hal ini dinilai tidak sesuai dengan rencana pemerintah untuk mengurangi sampah plastik.
Data Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam menunjukkan, impor scrap plastik di Batam mencapai 128.000 ton pada 2018. Jumlah itu meningkat tujuh kali lipat dari tahun sebelumnya. Pengimpornya tercatat delapan perusahaan.
”Kita ini mengelola sampah sendiri saja tidak sanggup, malah mendatangkan sampah dari luar negeri,” ujar Desmond.
Sejumlah 49 kontainer bermasalah itu berasal dari Amerika Serikat sebanyak 26 kontainer, Hong Kong (11), Jerman (9), Perancis (2), dan Australia (1). Aktivitas impor scrap plastik tak homogen itu melanggar Konvensi Basel yang telah dirativikasi 170 negara di Basel, Swiss, tahun 1980.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 31 Tahun 2016 tentang Ketentuan Impor Limbah Non-bahan Berbahaya dan Beracun, 49 kontainer bermasalah itu harus dipulangkan ke negara asal paling lambat 90 hari sejak barang itu tiba di Indonesia.
”Itu tinggal pelaksanaannya saja. Sudah tinggal reekspor, soal waktunya tentu tergantung yang punya barang karena mereka yang wajib memulangkan kontainer itu,” kata Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai Tipe B Batam Susila Brata.
Desakan agar kepolisian ikut turun tangan mengusut temuan 49 kontainer bermasalah itu menguat setelah sejumlah pihak merasa tidak puas dengan sanksi sebatas memulangkan kontainer ke negara asal. Sanksi pidana dibutuhkan agar nantinya kasus serupa tidak kembali terulang di Batam.
Kepala Polda Kepri Inspektur Jenderal Andap Budhi Revianto mengatakan akan berkoordinasi dengan penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) Bea dan Cukai untuk mendalami masalah tersebut. Berdasarkan penyidikan PPNS, temuan 49 kontainer bermasalah itu kategorinya masih sebatas pelanggaran.
”PPNS Bea dan Cukai akan melaksanakan apa yang menjadi lingkup dan wewenangnya dulu, kemudian baru mengoordinasikannya dengan kepolisian. Peran kami sebagai pengawas dan pembina PPNS,” kata Andap.