JAKARTA, KOMPAS Pemerintah Kabupaten Nduga dan Pemerintah Provinsi Papua diminta segera turun tangan menangani pengungsi Nduga yang dilaporkan sebagian di antaranya meninggal karena kelaparan dan kekurangan gizi. Pemerintah pusat tidak akan tinggal diam ketika pemda tak mampu lagi mengatasi masalah.
Di Jakarta, Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan, semestinya Bupati Nduga dan Gubernur Papua bisa mengevaluasi situasi dan mendata jumlah pengungsi. ”Masak memeriksa jumlah pengungsi harus (pemerintah) pusat yang menghitung. Itu kelewatan,” tutur Kalla kepada wartawan di Kantor Wapres, Selasa (23/7/2019).
Saat penanganan bantuan pengungsi tak teratasi, pemerintah pusat akan turun tangan. Kalla yakin jumlah pengungsi tidak masif. Di sisi lain, masyarakat diharapkan berpartisipasi dan memberikan informasi kepada aparat keamanan.
Di Wamena, ibu kota Kabupaten Jayawijaya, diperkirakan lebih dari 1.000 orang mengungsi. Mereka tersebar di sejumlah rumah kerabat tanpa fasilitas memadai, termasuk pendidikan anak.
Hezkia Gwijangge, tokoh masyarakat asal Nduga yang menampung pengungsi di rumahnya di Wamena, mengatakan, dirinya tak mampu rutin memberi makan pengungsi. ”Saya tak mampu beli susu bagi anak-anak dan menyediakan makanan setiap hari. Saya hanya petani,” ungkapnya.
Di Kampung Woken, Distrik Napua, Wamena, Selasa kemarin, terdapat sekitar 50 anak pengungsi asal Distrik Mbua, Nduga, bermukim di sembilan rumah. Anak-anak balita tinggal berdesakan dengan puluhan orang di dalam honai (rumah khas) Papua. Satu rumah berukuran 5 meter x 6 meter ditempati 10 orang tanpa ventilasi udara.
Di dalam honai, bara api memanaskan air dan membakar ubi. Seorang anak berusia belum tiga tahun memakan singkong bakar dengan lahap. ”Pengungsi di Woken, baik tua maupun bayi, hanya mengonsumsi singkong dan minum air. Kami tidak memiliki uang untuk membeli susu dan makanan khusus anak-anak,” tutur tokoh Mbua, Keli Kogoya, yang ditemui di Woken.
Namantus Gwijangge, salah seorang tokoh sukarelawan Nduga, mengatakan, pihaknya sudah menyampaikan masalah tersebut kepada Pemerintah Provinsi Papua, beberapa bulan lalu. Namun, 1.000 anak asal Nduga belum mendapat pelayanan kesehatan, pasokan makanan bergizi, dan pendidikan yang memadai.
Sebelumnya, Kementerian Sosial menyatakan bahwa paket bantuan akan tiba di Wamena pada pekan ini (Kompas, 23/7). Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jayawijaya Daulat Martua Raja, saat ditemui, sangat menyesalkan banyak anak asal Nduga yang meninggal di pengungsian karena tidak tertangani. ”Pemda Jayawijaya siap membantu pengungsi, tetapi kami terkendala belum adanya data jumlah pengungsi dari Pemda Nduga,” katanya.
Di Nduga, sepanjang 2018 hingga Juli 2019, terjadi 37 kasus tembak-menembak antara TNI-Polri dan kelompok kriminal bersenjata yang dipimpin Egianus Kogoya. Sebanyak 23 warga sipil dan 15 anggota TNI meninggal. Selain itu, 7 warga sipil dan 14 aparat keamanan terluka.
Di Jakarta, antropolog dari Universitas Kristen Indonesia, Antie Soelaiman, mengingatkan bahwa masyarakat Nduga sedang terancam eksistensinya. Komunitas mereka tercerai-berai secara geografis. Masyarakat juga tercabut dari tempat hidupnya. Penanganan segera diperlukan untuk mencegah dampak sosial yang lebih buruk. (INA/EDN/FLO)