Hari ini, Boris Johnson dilantik sebagai Perdana Menteri Inggris menggantikan Theresa May. Johnson langsung menghadapi tentangan atas rencana Brexit tanpa kesepakatan.
LONDON, SELASA -- Boris Johnson (55) terpilih sebagai pemimpin Partai Konservatif, Selasa (23/7/2019), menggantikan Theresa May. Johnson yang mengalahkan rivalnya, Jeremy Hunt, akan dilantik menjadi PM Inggris pada Rabu ini. Dalam pidato singkatnya, Johnson mengatakan, dirinya akan melaksanakan Brexit, mengalahkan oposisi Partai Buruh, dan mempersatukan Inggris.
Sejumlah pemimpin dunia, di antaranya Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Presiden Perancis Emmanuel Macron, dan Presiden Komisi Eropa mendatang, Ursula von der Leyen, mengucapkan selamat atas terpilihnya Johnson. Theresa May yang akan bertahan di parlemen juga berjanji akan mendukung kepemimpinan Johnson.
Meski demikian, terpilihnya Johnson diwarnai atmosfer pesimisme berupa kekhawatiran Inggris keluar dari Uni Eropa pada 31 Oktober tanpa kesepakatan. Sejumlah menteri langsung mengundurkan diri dan nilai mata uang pound sterling melemah.
Menteri Pendidikan Anne Milton, Menteri Muda Urusan Luar Negeri Alan Duncan, dan Menteri Kebudayaan Margot James mundur karena alasan tidak bisa menerima sikap Johnson yang akan memilih opsi Brexit tanpa kesepakatan. ”Inggris telah banyak berbuat bagi dunia. Sungguh tragis di saat kita bisa menjadi kekuatan politik dan intelektual yang dominan di Eropa, kita bekerja di bawah bayang-bayang gelap Brexit,” tulis Duncan dalam surat pengunduran dirinya.
Diperkirakan akan ada 13 menteri yang mundur, termasuk Menteri Keuangan Philip Hammond dan Menteri Kehakiman David Gauke. Hammond dan Gauke berpendapat, Brexit tanpa kesepakatan akan membuat ekonomi Inggris gonjang- ganjing.
Nilai mata uang pound sterling terus melemah mendekati hampir 0,5 persen terhadap dollar AS dan juga melemah terhadap euro. Kelompok bisnis yang tergabung dalam Konfederasi Industri Inggris, kemarin, mendesak Johnson segera mengambil langkah untuk meraih kesepakatan dengan Uni Eropa. Sementara Kamar Dagang Inggris mengingatkan Johnson untuk menghindari langkah yang ceroboh.
Mengubah kesepakatan
Johnson bertekad membawa Inggris keluar dari UE pada 31 Oktober, apa pun yang terjadi. Namun, ia mengatakan bahwa kemungkinan Brexit tanpa kesepakatan ”sangat kecil”. Johnson akan menegosiasikan kembali Kesepakatan Brexit, termasuk menghapus poin backstop perbatasan Irlandia Utara dengan pendekatan teknologi.
Johnson juga menegaskan tidak akan membayar biaya ”perceraian” sekitar 48,5 miliar dollar AS kepada UE sampai Inggris meraih kesepakatan. Jika tak ada kesepakatan baru, dia akan meminta UE memberlakukan ”periode bergeming” untuk menegosiasikan kesepakatan perdagangan bebas.
Johnson juga berasumsi, di bawah Perjanjian Umum tentang Tarif dan Perdagangan GATT 24, Inggris dapat menghindari tarif selama 10 tahun ke depan. Namun, hal itu tetap butuh persetujuan UE.
Jika Inggris keluar tanpa kesepakatan, Johnson akan mendukung komunitas di perdesaan dengan ”kebijakan harga”. Sebagian besar ahli ekonomi mengatakan, Inggris akan mengalami guncangan ekonomi jika meninggalkan UE tanpa kesepakatan. Pertumbuhan ekonomi Inggris akan melemah sekitar 2 persen dalam satu tahun. Kondisi ini akan mengarah pada resesi ekonomi.
Sepanjang karier politiknya, Johnson pernah menjadi anggota parlemen selama 7 tahun, menjadi Wali Kota London selama 8 tahun, dan 2 tahun menjadi menteri luar negeri. (AP/AFP/REUTERS)