Sejumlah kemacetan terjadi di sekitar stasiun di Jakarta yang menjadi transit antarmoda. Keberadaan ojek daring yang memakan badan jalan disebut sebagai penyebabnya. Pemerintah pun berjanji menata kawasan stasiun agar lalu lintas tidak terus-menerus semrawut.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah kemacetan terjadi di sekitar stasiun di Jakarta yang menjadi transit antarmoda. Keberadaan ojek daring yang memakan badan jalan disebut sebagai penyebabnya. Pemerintah pun berjanji menata kawasan stasiun agar lalu lintas tidak terus-menerus semrawut.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan, kondisi lalu lintas di sejumlah stasiun yang menjadi transit antarmoda sudah sangat semrawut. Menurut dia, ojek daring atau ojol (ojek online) menjadi penyebab utama kesemrawutan itu.
”Ojol itu sudah sangat mengokupasi ruang jalan, cenderung menjadi sangat semrawut. Ini harus ditata serius karena menyebabkan macet,” ujar Syafrin di Jakarta, Selasa (24/7/2019).
Dari pantauan harian Kompas, Rabu (24/7/2019) pagi, kemacetan di Jalan Tentara Pelajar dan Jalan Pejompongan Raya-Jalan Palmerah Timur terjadi dari pukul 07.00 hingga pukul 09.30. Penumpang yang turun di Stasiun Palmerah berganti moda transportasi. Yang paling banyak digunakan adalah ojek daring. Kondisi ini memicu para pengojek ngetem di badan jalan. Lalu lintas pun menjadi padat.
Kesemrawutan lalu lintas juga terlihat di Stasiun Tebet. Meski pengguna transportasi umum mengapresiasi koneksi antarmoda transportasi di Stasiun Tebet, Jakarta Selatan, kesemrawutan karena ojek daring, mikrolet, dan bajaj ngetem seenaknya juga terjadi di sini.
Untuk menata itu, Dishub telah menyiapkan dua rencana, meliputi rencana jangka mendesak dan jangka pendek. Terkait dengan jangka mendesak, pengaturan lalu lintas dan penindakan akan dilakukan lebih tegas terhadap angkutan kota dan ojek daring yang ngetem dan mengokupasi ruang jalan. Pengaturan itu bersama dengan kepolisian.
Dalam jangka panjang, Dishub akan menggandeng aplikator dan PT Kereta Api Indonesia untuk menyiapkan lahan sementara atau buffer zone sebagai lahan parkir ojek daring. Lahan itu penting agar angkutan tersebut tidak asal ngetem di badan jalan saat penumpang belum tiba di stasiun.
”Kami juga akan dorong kepada pihak aplikator untuk melakukan sosialisasi. Percuma dia (pengojek daring) mendekat ke stasiun kalau dia tak mendapatkan order, malah menyebabkan macet. Jadi, mereka ada ruang tunggu di lahan tersebut sembari menunggu penumpang,” kata Syafrin.
Butuh lahan
Secara terpisah, Wakil Wali Kota Jakarta Pusat Irwandi menyampaikan, kesemrawutan lalu lintas itu jamak terjadi di stasiun yang menjadi transit antarmoda. Dia mengaku, penertiban rutin dilakukan, tetapi ojek daring, taksi, dan taksi daring tetap sulit diatur.
”Kemacetan itu hampir di semua stasiun. Itu, kan, karena, mereka nunggu penumpang, nunggu kereta juga. Kami akan tertibkan lagi. Kami usahakan tertibkan,” ujar Irwandi.
Menurut Irwandi, penertiban sulit terwujud karena para pengojek daring selama ini tidak memiliki selter, tempat menunggu penumpang. Bahu jalan pun menjadi korbannya.
Karena itu, ke depan, lanjut Irwandi, pihaknya akan mencoba berkomunikasi dengan PT KAI agar menyiapkan lahan untuk pembangunan selter. Itu akan dilakukan di stasiun-stasiun yang menjadi transit antarmoda.
”Kami akan coba siapkan tempat penampungan, mungkin kolong-kolong jembatan KAI bisa dipakai buat shelter. Kami akan coba komunikasi PT KAI. Nanti, kami akan ngaturin selternya,” kata Irwandi.
Irwandi pun berani memastikan bahwa tak ada oknum dari satuan kerja perangkat daerah yang ”bermain-main” untuk menjual ruang publik. Kalaupun ada, lanjut Irwandi, itu kemungkinan besar dilakukan oleh preman setempat.
”Saya jamin 1.500 persen, tak ada (oknum pemerintah) yang main. Paling preman-preman. Kalau ada yang malak, foto, nanti kami susulin sama Satpol PP (Pamong Praja),” ujar Irwandi.
Sulit diwujudkan
PT KAI akan berkoordinasi dengan Dinas Perhubungan DKI Jakarta terkait dengan usulan penyediaan lahan yang dibebankan kepada PT KAI untuk membangun selter ojek daring. Sebab, lahan yang ada di stasiun juga dibutuhkan untuk memaksimalkan peningkatan layanan bagi penumpang Kereta Commuter Indonesia.
”Kalau untuk menyediakan lahan, kami (PT KAI) rasa bukan di kami karena saat ini kami sedang memaksimalkan pelayanan untuk pengguna jasa sebab jumlah penumpang semakin banyak,” kata Kepala Humas PT KAI Daop 1 Jakarta Eva Chairunisa.
Menurut Eva, PT KAI akan fokus memaksimalkan lahan yang ada di stasiun untuk membangun fasilitas penunjang agar publik lebih nyaman saat menggunakan moda transportasi publik berbasis rel. Ini sejalan dengan misi PT KAI untuk memindahkan masyarakat ke moda transportasi publik. ”Pastinya kami akan memaksimalkan area-area yang ada untuk pelayanan, salah satunya untuk flow penumpang. Itu harus dipikirkan juga,” ujar Eva.
Vice President of Corporate Communication PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Erni Sylviane Purba menambahkan, PT KCI mendukung integrasi antarmoda di beberapa stasiun. Sejauh ini, stasiun yang integrasi antarmodanya berjalan dengan baik antara lain Stasiun Tebet, Stasiun Sudirman, Stasiun Juanda, dan Stasiun Tanah Abang.
”Integrasi umumnya adalah dengan sesama moda angkutan massal, yaitu bus Transjakarta. Dengan integrasi antarmoda yang baik, pengguna lebih mudah dan lebih terarah berpindah moda serta tidak mengganggu lalu lintas sekitar,” kata Erni.
Erni menambahkan, terkait dengan kesemrawutan lalu lintas di sekitar stasiun, PT KCI sudah berkomunikasi dengan pemerintahan setempat untuk ikut meningkatkan kelancaran lalu lintas. Beberapa hal yang dilakukan antara lain mengubah alur pergerakan penumpang, kanalisasi keluar-masuk penumpang melalui pemagaran, dan mengutus petugas. ”Ini yang terjadi antara lain di Stasiun Juanda, Cikini, Jakarta Kota, dan Tebet,” katanya.