Sekolah Warga Relokasi Banjir Kekurangan Guru dan Buku
›
Sekolah Warga Relokasi Banjir ...
Iklan
Sekolah Warga Relokasi Banjir Kekurangan Guru dan Buku
Aktivitas sekolah di perumahan relokasi korban banjir bandang 2014 di Kelurahan Pandu, Kecamatan Bunaken, Manado, masih menemui sejumlah kendala. Mulai dari minimnya jumlah siswa, tenaga guru, hingga buku bahan ajar.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·5 menit baca
MANADO, KOMPAS — Siswa SD dan SMP di perumahan relokasi korban banjir bandang 2014 di Kelurahan Pandu, Kecamatan Bunaken, Manado, akhirnya bisa bersekolah di lingkungan baru. Namun, jumlah murid dan guru masih sangat sedikit sehingga kelas harus digabung. Buku bahan ajar yang digunakan adalah buku bekas yang diambil dari sekolah lain.
Tahun ajaran 2019/2020 baru saja dimulai pada 15 Juli lalu di SD Negeri Pandu Cerdas, Manado. Namun, jumlah siswa yang terdaftar baru 13 orang. Hingga Rabu (24/7/2019), spanduk penerimaan murid baru masih terpasang.
Gedung SDN Pandu Cerdas berdiri saat warga korban banjir bandang mulai bermukim di kompleks relokasi pada 2016. ”Tapi, kalau masih ada murid baru, torang (kami) akan tetap terima. Sekolah memang dibangun untuk warga di sini,” kata Aguste Bangsuil, guru SDN Pandu Cerdas.
Setelah aktivitas belajar-mengajar memasuki pekan kedua, ke-13 siswa SD masih belajar dalam satu ruang yang sama. Mereka terdiri dari empat siswa kelas 1, tiga siswa kelas 2, satu siswa kelas 3, empat siswa kelas 4, dan satu siswa kelas 5.
Aguste, satu-satunya guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS), bertugas mengajar kelas 3, 4, dan 5. Adapun siswa kelas 1 dan 2 untuk sementara dibimbing oleh dua sukarelawan warga relokasi, yaitu Maria Tangel (44) dan Siti Aisyah Yusuf (33).
Sebagian siswa SDN Pandu Cerdas, yang terletak di perbukitan berjarak 20 kilometer dari pusat kota Manado, adalah pindahan dari SD lain karena mengikuti orangtua yang ikut relokasi ke Kelurahan Pandu pascabanjir bandang. Sebagian lainnya, menurut Aguste, adalah anak yang sebelumnya putus sekolah.
”Harapan kami, kalau ada anak yang keluarganya sudah pindah ke Pandu, lebih baik pindah sekolah kemari saja. Sekolah sudah dibangun oleh pemerintah kota lengkap dengan fasilitasnya sehingga harus dipakai. Buat apa jauh-jauh ke kota?” kata Aguste.
Aisyah menambahkan, SDN Pandu Cerdas belum memiliki siswa kelas 6 karena Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado menetapkan agar mereka menyelesaikan tahun terakhirnya di sekolah lama. Terlepas dari itu, masih ada keraguan para orangtua di kompleks relokasi untuk memindahkan anaknya ke sekolah baru.
”Orangtua mungkin berpikir, di bawah (kota) ada sekolah yang lebih bagus. Di sini muridnya masih sedikit, gurunya juga cuma sedikit. Lebih baik disekolahkan di kota saja. Padahal, kami di sini mau sekolah ini dimanfaatkan buat warga sekitar,” kata Aisyah.
Tidak usah ada surat permohonan, yang penting dinas sudah tahu. Nanti surat pindahan menyusul.
Keadaan yang sama ditemui di SMP Negeri Pandu Cerdas. Maria Tangel, yang juga menjadi sukarelawan pengajar di SMP, mengatakan, baru ada 10 siswa yang terdaftar. Empat siswa belajar di kelas 7, sementara kelas 8 dan 9 diisi masing-masing tiga orang. Mereka juga masih belajar di ruang yang sama.
Untuk menambah jumlah siswa, kata Maria, warga telah difasilitasi untuk memindahkan anaknya dari SD dan SMP asal. Asalkan sudah terdaftar sebagai warga kompleks relokasi, orangtua bisa melapor kepada pihak sekolah asal untuk memindahkan anaknya. ”Tidak usah ada surat permohonan, yang penting dinas sudah tahu. Nanti surat pindahan menyusul,” katanya.
Di sisi lain, baik SD maupun SMPN Pandu Cerdas sangat membutuhkan guru yang kompeten. Aguste adalah satu-satunya guru PNS yang mengajar. ”Ada kepala sekolah, tapi sering sibuk di sekolah asalnya, hanya datang satu sampai tiga kali seminggu,” kata Aguste.
Meskipun mengajar sebagai sukarelawan, Maria dan Aisyah tidak memiliki kompetensi sebagai guru. Maria adalah lulusan SD, sedangkan Aisyah lulusan SMK. ”Tapi, kami ingin anak-anak di sini bisa belajar di sekolah yang sudah didirikan pemerintah. Meski masih baru, kami akan membuat sekolah ini memiliki sistem yang sama dengan sekolah lainnya,” kata Maria.
Karena itu, Maria dan Aisyah mendapat pengarahan dari Aguste setiap pagi tentang materi apa yang akan diajarkan kepada anak-anak kelas 1 dan 2. Jika sudah ada guru dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan yang ditugaskan mengajar di SDN Pandu Cerdas, Maria dan Aisyah akan berhenti mengajar.
Kekurangan tenaga pengajar diperparah ketiadaan buku bahan ajar. Aguste berusaha menyediakan buku lembar kerja siswa yang diambil dari SDN 46 Manado, sekolah asalnya, serta SDN 123 Manado, tempat istrinya bekerja. Buku-buku tersebut masih berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), bukan Kurikulum 2013 (Kurtilas).
”Meskipun bahan ajarnya dari buku KTSP, kami tetap menggunakan pendekatan Kurtilas. Dalam mengajar, anak-anak diajak berdiskusi untuk pendidikan karakter dari materi belajar. Makanya, meja kelas diatur jadi berkelompok,” kata Aguste.
Di SMPN Pandu Cerdas, keadaan tak jauh beda. Pelajaran diampu kepala sekolah, 1 guru honorer, 1 pegawai tata usaha (TU) honorer merangkap guru, dan 2 sukarelawan termasuk Maria.
Buku-buku sekolah sudah tersedia, tetapi dengan prakarsa kepala sekolah. ”Buku cetak (bahan ajar) sudah ada di sekolah, tapi tidak boleh dibawa pulang. Anak-anak baru dapat bantuan buku tulis saja dari dinas pendidikan,” kata Cahya Malalantang (19), pegawai TU SMPN Pandu Cerdas.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Manado Daglan Walangitan mengatakan, saat ini manajemen SD dan SMPN Pandu Cerdas masih digabung dengan SD dan SMP negeri lain yang terdekat. Nantinya, pengelolaan akan dipisah. Jumlah guru juga akan ditambah dari kalangan honorer.
”Ada 307 guru honorer SD dan 51 guru honorer SMP. Nanti akan ada yang ditugaskan di SD dan SMPN Pandu Cerdas,” kata Daglan.
Menurut Daglan, jumlah siswa akan bertambah banyak jika pelayanan pendidikan di sekolah semakin memadai. Karena itu, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan akan segera menambah jumlah guru terlebih dahulu. ”Kalau pelayanan memadai, siswanya pasti akan bertambah,” ujarnya.