JAKARTA, KOMPAS – Penolakan warga Perumahan Daan Mogot Baru RW 17, Kelurahan Kalideres, Kecamatan Kalideres, Jakarta Barat terhadap keberadaan penampungan pengungsi asing di lingkungan mereka masih berlanjut. Pemerintah berupaya menerapkan aturan lokal di penampungan itu untuk menata ketertiban lingkungan sekitarnya.
Camat Kalideres Naman Setiawan mengatakan, aturan-aturan lokal tersebut salah satunya penerapan jam malam di penampungan, yaitu pukul 22.00 hingga 05.00. Warga negara asing yang tinggal di penampungan dilarang untuk keluar dari kompleks berpagar itu selama jam malam diberlakukan.
Aturan lainnya supaya para penghuni juga menjaga kebersihan dan ketertiban lingkungan sekitar. Pembagian makan, yang pernah memicu pertikaian antar-pengungsi, juga diatur dengan pendistribusian hanya melalui satu perwakilan per negara.
“Kami telah mengumpulkan perwakilan dari setiap negara asal pengungsi untuk menyosialisasikan aturan-aturan itu,” kata Naman di Jakarta, Rabu (24/7/2019).
“Kami telah mengumpulkan perwakilan dari setiap negara asal pengungsi untuk menyosialisasikan aturan-aturan itu,” kata Naman.
Setelah aturan-aturan lokal ini diberkalukan, ketertiban di sekitar penampungan pengungsi asing itu meningkat. Sebelum aturan diberlakukan, sejumlah pengungsi tidur di emperan di pertokoan di sekitar kompleks gedung eks-Kodim Jakarta Barat tersebut. Selain itu, pertikaian antar-pengungsi tak terulang lagi sejak adanya pengaturan distribusi makanan.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menempatkan 20 personil Satuan Polisi Pamong Praja di dalam kompleks selama 24 jam. Terdapat pula 5 personil Kepolisian yang berjaga di sana. Terdapat pula petugas dari Komisi Tinggi PBB untuk pengungsian UNHCR untuk membantu komunikasi dengan pengungsi namun tidak selama 24 jam.
Menurut Naman, aturan lokal dan penempatan petugas dilakukan agar keberadaan penampungan tersebut tak menimbulkan gangguan ketertiban lingkungan di sekitarnya.
Gangguan ketertiban ini merupakan salah satu alasan penolakan warga RW 17 Kelurahan Kalideres. Penolakan itu dituangkan dalam surat permintaan relokasi penampungan pengungsi asing yang ditujukan ke Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan tembusan ke Polda Metro Jaya, DPRD DKI Jakarta, Walikota Jakarta Barat dan Polres Jakarta Barat.
Surat itu hanya mengatasnamakan seluruh warga Perumahan Daan Mogot Baru, RW 17 Kali Deres. Permintaan relokasi didasarkan pada masalah keamanan karena keberadaan pengungsi yang tidak diketahui latar belakangnya dalam jumlah banyak, lokasi penampungan yang berada di dalam kompleks perumahan dan bersebelahan dengan sekolah, serta anak-anak sekolah menjadi takut melewati lokasi para pengungsi.
Surat itu juga menyebutkan masalah sosial yang dikhawatirkan timbul sehingga perumahan menjadi kotor, kumuh serta timbulnya penyakit masyarakat seperti pengemis, gelandangan, premanisme, dan kejahatan.
Penampungan yang dikelola Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tersebut masih terus berjalan setelah melewati masa tujuh hari sejak dipindahkan pada 12 Juli lalu. Awalnya, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta hanya memberikan waktu tujuh hari untuk penampungan itu.
Jumlah penghuni saat ini sekitar 1.100 orang namun jumlah ini fluktuatif sebab ada pengungsi yang datang dan pergi. Banyak dari mereka mengaku sebagai pencari suaka yang hidupnya terancam di negerinya sendiri karena konflik kekerasan dan perang. Mereka juga menunjukkan kartu identitas dari UNHCR.
Kepala Dinas Sosial DKI Jakarta Irmansyah mengatakan, solusi dari keresahan warga atas adanya penampungan itu bukan serta-merta relokasi, namun masih bisa diatasi dengan penyelesaian lain seperti meningkatkan keamanan sekitar penampungan dan pemberlakuan tata tertib. “Masalah ini harus mengedepankan prinsip kemanusiaan,” ujar dia.
Sementara itu, pihak UNHCR yang mempunyai bidang mengurusi pengungsi menyatakan UNHCR dibayangi keterbatasan dana. Tahun ini, UNHCR mengalokasikan dana 8,64 miliar dollar AS untuk mengelola pengungsi di seluruh dunia. Namun, dari total kebutuhan itu, baru terpenuhi 2,55 miliar dollar AS atau sekitar 29,51 persen dari anggaran yang dibutuhkan.
”Pendanaan kurang dari setengah yang dibutuhkan dan sedang terjadi krisis pengungsi global, maka jelas bahwa kebutuhan pengungsi lebih tinggi dari sumber daya yang ada. UNHCR telah memohon kepada pemerintah seluruh negara di dunia untuk berkontribusi terhadap anggaran UNHCR,” kata Thomas Vargas, Kepala Perwakilan UNHCR di Indonesia beberapa waktu lalu.
Pendanaan kurang dari setengah yang dibutuhkan dan sedang terjadi krisis pengungsi global