Kisah Pemilah Sampah Bantaran Kanal Barat
Dengan penghasilan sekitar Rp 6 juta per minggu, kini ia mampu mencicil sepeda motor dan mobil untuk usaha serta membiayai pendidikan anak semata wayangnya.
Malam semakin larut saat Yudi sibuk dengan belasan karung sampah yang tergeletak di tepian Kanal Banjir Barat, Jakarta. Bersama seorang temannya, ia memilah sampah-sampah itu ke karung lain yang masih kosong.
Sejurus kemudian, lima karung kosong itu mulai terisi. Yudi menyortir sampah-sampah plastik dalam karung yang berbeda.
”Botol, gelas, bahkan wadah cat plastik, harganya bisa beda-beda kalau dijual ke pabrik. Apalagi kalau semuanya sudah rapi dikelompokkan, plastik saya bisa dihargai lebih mahal per kilogram,” kata Yudi (47), yang ditemui di dekat Stasiun Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (24/7/2019) malam.
Begitulah rutinitas Yudi setiap malam di bantaran Kanal Banjir Barat. Dia menjadi pengepul sampah selama dua tahun terakhir karena dinilai cukup menjanjikan.
”Saya pernah bekerja di restoran, juga pernah jadi buruh proyek. Tetapi, penghasilannya tidak seberapa dengan pekerjaan yang sekarang. Sekarang, saya cuma butuh modal nyali untuk berani kotor,” ujar lelaki asal Semarang, Jawa Tengah, ini.
Tiap tiga hari sekali, ia dapat membawa sekitar 200 kilogram sampah yang telah disortir ke pabrik daur ulang di bilangan Pluit, Jakarta Utara. Dengan jumlah tersebut, didapat omzet sekitar Rp 3 juta sekali kirim.
Ia menyetor sortiran sampah plastik sedikitnya dua kali seminggu. Dengan penghasilan sekitar Rp 6 juta per minggu, kini ia mampu mencicil sepeda motor dan mobil untuk usaha serta membiayai pendidikan anak semata wayangnya.
”Omzetnya cukup besar dengan pengeluaran yang bisa ditekan. Apalagi dengan menerima pasokan sampah plastik dari petugas UPK Badan Air di bantaran kali, saya jadi tidak perlu cari sampah jauh-jauh,” tutur Yudi, yang hidup di Jakarta sejak 1994.
Yudi bersama pengepul dan pemulung sampah di DKI Jakarta secara tidak langsung masuk dalam rantai pelestari lingkungan dengan memilah sampah plastik.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan kini tengah menyiapkan rancangan peraturan gubernur untuk membatasi penggunaan kantong plastik di DKI Jakarta. Regulasi yang ditargetkan rampung pada Agustus mendatang ini bertujuan mengendalikan dampak negatif sampah plastik.
Baca juga: Aturan Pembatasan Kantong Plastik Diselesaikan Agustus
Suhari (55), pengepul lain di Kanal Banjir Barat, mengungkapkan, modal mengepul di bantaran kali cukup murah. Sampah plastik yang mereka ambil sendiri dari pinggir kali umumnya gratis. Apabila meminta dari petugas UPK Badan Air, mereka membayar sekitar Rp 2.700 per kilogram.
”Pengeluaran harian sekitar Rp 100.000. Biasanya bertambah sekitar Rp 50.000 atau Rp 70.000 kalau mempekerjakan pegawai harian,” ucap Suhari.
Alhasil, karungan sampah di bantaran kali sering menumpuk hingga memakan badan jalan. Menurut dia, belasan pengepul sampah di sini memanfaatkan kawasan tersebut sebagai gudang untuk karung sampah mereka.
”Sebagian besar dari mereka tinggal tidak jauh dari jalan ini. Mereka juga meninggalkan karungan sampah di jalan karena tidak mungkin ada orang yang mengambil,” ujarnya.
Penertiban kawasan
Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) DKI Jakarta Arifin mengatakan, bantaran kali tersebut semestinya tidak diokupasi oleh para pengepul. Sesuai amanat Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum, lahan yang mereka gunakan tersebut adalah kawasan yang semestinya bersih dari aktivitas usaha.
Arifin menambahkan, Satpol PP DKI Jakarta terus menertibkan kawasan bantaran kali yang dimanfaatkan sebagai lahan usaha. ”Di bantaran tersebut juga sering muncul lapak usaha dan gubuk liar. Para pemulung dan pengepul di sana selalu mencari celah untuk tetap mendirikan usaha,” kata Arifin.
Baca juga: Bantaran Kanal Banjir Barat Rawan Dipenuhi Gubuk Liar
Terkait hal itu, Suhari mengatakan paham betul dengan regulasi yang ada. Pekan lalu, dirinya beserta para pengepul lain mendapat peringatan dari pihak Kelurahan Cideng, Gambir, Jakarta Pusat. Para pengepul diminta untuk segera memindahkan karungan sampah agar tidak menghalangi badan jalan.
”Saya juga inginnya tidak melanggar, tetapi tidak banyak lahan yang bisa disewa di Jakarta. Kami minta kelonggaran, setidaknya agar diberi izin usaha dari malam sampai matahari terbit,” kata Suhari.
Sebagian pengepul kini memilih kucing-kucingan dengan petugas Satpol PP. Sebelum matahari terbit, mereka bergegas agar sortiran sampah dapat segera rampung. Lalu mereka menyingkirkan karungan sampah mereka agar tidak menghalangi jalan.
Keberadaan pengepul di bantaran kali seakan menjadi sosok kawan sekaligus lawan bagi pemerintah. Di satu sisi, mereka berjasa dalam rantai proses daur ulang sampah. Namun, mereka juga menyalahi aturan dengan menggunakan bantaran kali sebagai tempat usaha.
Pada akhirnya, pemerintah diharapkan hadir untuk menengahi permasalahan tersebut. Jangan sampai ada yang merasa rugi dengan kehadiran para pengepul, padahal peran mereka penting untuk mengurangi sampah plastik di kali.
Baca juga: Perilaku Pemilahan Sampah Belum Terbentuk