Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendaftarkan Situs Watesari di Desa Watesari, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Pendaftaran situs tidak sekadar untuk pelestarian, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan warga.
Oleh
RUNIK SRI ASTUTI
·3 menit baca
SIDOARJO, KOMPAS — Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Timur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendaftarkan Situs Watesari di Desa Watesari, Kecamatan Balongbendo, Kabupaten Sidoarjo, untuk ditetapkan sebagai cagar budaya. Pendaftaran situs tidak sekadar untuk pelestarian, tetapi juga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan warga.
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jawa Timur Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Andi Muhammad Said mengatakan, Situs Watesari didaftarkan untuk ditetapkan sebagai cagar budaya karena dianggap memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan.
Pendaftaran dilakukan setelah timnya mengadakan ekskavasi pada obyek dan mengkaji hasilnya. Hasil kajian itu menyatakan Situs Watesari memenuhi kriteria sebagai cagar budaya karena memiliki kandungan arkeologis yang kuat. Temuan tim ekskavasi mengindikasikan situs berasal dari masa akhir Kerajaan Majapahit.
”Harapannya, Pemerintah Kabupaten Sidoarjo segera menetapkan Situs Watesari sebagai cagar budaya,” ujar Andi, di sela acara sosialisasi tentang cagar budaya di Kantor Balai Desa Watesari, Kamis (25/7/2019).
Arkeolog dari BPCB Jawa Timur, yang juga anggota tim ekskavasi Situs Watesari, Wicaksono, mengatakan, ekskavasi yang berlangsung pada 13-21 Juli dilakukan dengan cara menggali tujuh titik dari 10 titik yang direncanakan. Tiga titik atau kotak gali belum dibuka karena terdapat bangunan makam dan paving yang mengeras.
Berdasarkan hasil ekskavasi pada tujuh titik tersebut, ditemukan struktur pondasi bangunan berbentuk persegi dengan ukuran panjang 18 meter dan lebar 7 meter membentang utara-selatan. Bangunan diduga menghadap timur yang diindikasikan dengan adanya struktur tangga selebar 1,6 meter.
”Di dalam struktur pondasi bangunan, diduga terdapat beberapa ruang. Berdasarkan denahnya, bangunan itu diduga berlanjut ke sisi barat karena ditemukan indikasi kelanjutan struktur. Tidak ditemukan fragmen genteng sehingga diduga atap terbuat dari sirap atau ijuk,” kata Wicaksono.
Bangunan merupakan dinding terbuka atau bangunan berdinding tertutup, tetapi menggunakan bahan kayu atau bahan organik lain.
Dia menambahkan, level ketinggian struktur pondasi pada kotak yang digali menunjukkan kondisi relatif sama. Hal itu mengindikasikan bangunan merupakan dinding terbuka atau bangunan berdinding tertutup, tetapi menggunakan bahan kayu atau bahan organik lain.
Selain struktur bangunan, tim ekskavasi BPCB Jatim juga menemukan fragmen tembikar halus yang serupa dengan tembikar di Situs Trowulan yang menjadi lokasi Kerajaan Majapahit. Ada juga fragmen porselen dari masa Dinasti Ming yang hidup pada abad 14-17 Masehi (M) dan temuan porselen Vietnam dari abad 14-15 M.
”Setelah diidentifikasi, fragmen tembikar dan porselen yang ditemukan itu merupakan pecahan dari wadah berbentuk mangkuk, kendi, vas, dan tempayan,” ucap Wicaksono.
Acara sosialisasi undang-undang tentang cagar budaya di Desa Watesari, Sidoarjo, Kamis (25/7/2019).Kepala Desa Watesari Sukisno mengatakan, Situs Watesari berada di area persawahan dekat makam Mbah Sukirman yang dipercaya sebagai leluhur desa. Situs yang ditemukan warga saat kerja bakti itu awalnya berupa tumpukan batu kuno dan sebuah sumur.
”Pemerintah desa kemudian melapor ke instansi yang berwenang dan dilakukan penggalian. Desa bersedia membantu biaya ekskavasi dengan dana dari APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa),” kata Sukisno.
Dia berharap, pendaftaran Situs Watesari sebagai cagar budaya segera ditindaklanjuti. Pihaknya berkomitmen melestarikan situs sebagai warisan budaya. Kehadiran situs diharapkan menambah obyek wisata di Desa Watesari serta mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.