Keberhasilan negara dalam menjaga inflasi merupakan salah satu kunci untuk mendorong kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. Namun, tindakan dan inovasi dalam menekan inflasi harus dilakukan secara terukur agar tidak menjadi bumerang bagi ekonomi nasional.
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Keberhasilan negara dalam menjaga inflasi merupakan salah satu kunci untuk mendorong kemakmuran dan kemajuan suatu bangsa. Namun, tindakan dan inovasi dalam menekan inflasi harus dilakukan secara terukur agar tidak menjadi bumerang bagi ekonomi nasional.
Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan pendapatnya itu pada saat membuka Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Inflasi 2019 di Jakarta, Kamis (25/7/2019). Rapat dihadiri sejumlah kepala daerah, mulai dari gubernur, wali kota, hingga bupati di seluruh Indonesia.
Kalla menginstruksikan Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) memperkuat koordinasi agar mampu menjaga posisi inflasi tetap di bawah 3,5 persen pada 2019 dan di bawah 3 persen pada 2020.
”Inflasi penting untuk mengukur ekonomi dan tingkat kemiskinan suatu bangsa. Menjaga inflasi harus terukur, jangan terlalu tinggi dan jangan terlalu rendah,” ujar Wakil Presiden di hadapan peserta rapat koordinasi nasional.
Dalam empat tahun terakhir sejak 2015, laju inflasi Indonesia stabil di sekitar 3 persen. Terakhir pada 2018, laju inflasi Indonesia mencapai 3,13 persen. Sementara itu, laju inflasi nasional periode Januari-Juni 2019 secara tahunan mencapai 3,28 persen
Kalla mengibaratkan inflasi seperti tekanan darah tinggi atau hipertensi yang jika tidak terkendali, akan menyebabkan gangguan kesehatan. Adapun deflasi dia ibaratkan sebagai tekanan darah rendah atau hipotensi, yang jika terlalu rendah akan membuat tubuh lesu dan tidak bergairah.
”Inflasi kalau terlalu tinggi seperti tekanan darah yang terlalu tinggi, manusia bisa pingsan. Deflasi juga kalau terlalu rendah bisa rugikan dunia usaha sehingga memicu meningkatnya pengangguran,” ujar Kalla.
Wakil Presiden mengingatkan pemerintah daerah agar mengacu pada indeks harga konsumen (IHK) yang menjadi dasar perhitungan inflasi. Tindakan untuk menekan harga harus dilakukan berdasarkan perhitungan jangka waktu yang terukur agar tidak malah melemahkan perekonomian.
”Pemerintah daerah diharapkan tidak langsung bertindak melakukan sweeping setiap ada kenaikan harga karena bisa merugikan petani. Kalau IHK naik terus-menerus secara kurun waktu tertentu, baru lakukan tindakan pengendaliannya,” ujarnya.
Menteri Koordinator Perekonomian sekaligus Ketua TPIP Darmin Nasution akan mendorong pemerintah daerah untuk kian inovatif dalam mengendalikan inflasi. Inovasi diarahkan untuk optimalisasi pemanfaatan infrastruktur di daerah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), bahan makanan masih menjadi kontributor utama penyumbang inflasi dengan andil 0,68 persen, disusul makanan jadi (0,67 persen), perumahan dan bahan bakar (0,6 persen), serta transportasi dan komunikasi (0,56 persen).
”Pemerintah daerah harus mengoptimalkan pemanfaatan infrastruktur untuk mendukung kelancaran dan efisiensi distribusi serta ketersediaan pasokan bahan makanan yang menjadi penyumbang utama inflasi,” ujar Darmin.
Inovasi lainnya yang dapat dilakukan pemerintah daerah, kata Darmin, adalah pembangunan pasar pengumpul atau lapangan penimbunan untuk memangkas rantai pasok distribusi dari petani ke konsumen.
Di hadapan Wakil Presiden, Darmin mendorong pemda dan para anggota TPID untuk memanfaatkan platform e-dagang dan sistem pergudangan berbasis teknologi informasi dalam menjaga target inflasi daerah tetap di kisaran 3 persen.
Di tempat yang sama, Gubernur BI Perry Warjiyo mengingatkan para peserta rapat koordinasi nasional bahwa keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif capaian inflasi sepanjang 2019 dapat sesuai target.
”Dalam pengendalian inflasi terdapat inovasi teknologi digital, terkait produksi, distribusi, ataupun pemasaran, dalam mata rantai proses pengendalian inflasi mulai hulu hingga hilir,” kata Perry.
Sebagai otoritas moneter, BI siap mendukung pertumbuhan ekonomi nasional dengan kebijakan yang akomodatif. Perry menegaskan, ruang bagi BI untuk mengeluarkan kebijakan dan instrumen moneter yang akomodatif masih terbuka lebar.