Festival Kopi untuk Milenial dan Kethoprak bagi Kaum "Sepuh"
›
Festival Kopi untuk Milenial...
Iklan
Festival Kopi untuk Milenial dan Kethoprak bagi Kaum "Sepuh"
Festival Kopi Jawa serta kesenian ketoprak akan digelar memeriahkan Dieng Culture Festival 2019. Festival kopi digulirkan untuk memromosikan kopi sekitar Dieng di kalangan kaum milenial. Adapun kesenian kethoprak disajikan menghibur pengunjung dari orang-orang tua atau "sepuh".
Oleh
WILIBRORDUS MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
BANJARNEGARA, KOMPAS – Festival Kopi Jawa serta kesenian ketoprak akan digelar memeriahkan Dieng Culture Festival 2019. Festival kopi digulirkan untuk memromosikan kopi sekitar Dieng di kalangan kaum milenial. Adapun kesenian kethoprak disajikan menghibur pengunjung dari orang-orang tua atau "sepuh".
“Kopi saat ini menjadi hal yang menarik bagi kaum milenial. Di mana pun tempat ada banyak gerai-gerai kopi. Nanti pengunjung bisa menikmati jazz dan melihat kesenian sambil ngopi,” kata Inisiator dan Ketua Panitia Dieng Culture Festival Alif Faozi di sela Coaching Clinic Manajemen Penyelenggaraan Event bagi Dinas Pariwisata se-Jawa Tengah di Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (26/7/2019).
Alif mengatakan, secara internal, tujuan penyelenggaraan festival kopi untuk mewujudkan pariwisata berkelanjutan dengan mengedepankan pelestarian lingkungan. “Kami berharap masyarakat Dieng mulai sadar bahwa ada ekonomi lain, tidak hanya kentang. Kentang diharapkan hanya jadi salah satu pilihan saja,” katanya.
Seperti diberitakan Kompas (12/2), luas lahan di Kabupaten Banjarnegara untuk kopi arabika 549,62 hektar dan robusta 1.854,83 hektar. Produksi kopi robusta rata-rata 865 ton dalam satu kali panen, sedangkan kopi arabika rata-rata 201 ton sekali panen.
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Purwokerto menggulirkan program pengembangan produk unggulan daerah kopi untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan konservasi lingkungan khususnya di daerah penyangga Dieng seperti Kecamatan Pagentan, Pejawaran, Karangkobar, Batur, dan Wanayasa. “Nanti ada 30 stan kopi dari seluruh wilayah di Jawa pada Dieng Culture Festival 2019,” kata Alif.
Alif menyampaikan, Dieng Culture Festival (DCF) tahun ini mengambil tema "The Inspiration of Culture" dan digelar 2-4 Agustus 2019. Dalam kegiatan itu, akan ditampilkan pula pertunjukan kethoprak yang mengisahkan tentang sejarah Dieng.
“Kesenian kethoprak sudah bubar karena pemainnya sudah tua-tua. Kami ingin kembali melestarikan kesenian ini sekaligus menghibur pengunjung yang usianya sudah tua. Jadi anak-anak muda tetap bisa menikmati musik jazz atas awan dan orangtua bisa melihat kethoprak. Semuanya terakomodasi,” paparnya.
Alif menambahkan, tiket pengunjung DFC 2019 sebanyak 4.000 lembar sudah terjual. Panitia menyiapkan sejumlah kantong parkir untuk mengatasi kemacetan serta merangkul sejumlah relawan guna mengelola sampah selama festival. Tahun lalu tercatat, sepanjang penyelenggaraan DCF, jumlah pengunjung ke Dieng tercatat 158.000 orang.
“Ada program Dieng Bersih yang melibatkan masyarakat untuk bersih-bersih sekaligus mengajak sekitar 300 relawan dari komunitas-komunitas seperti Generasi Bank Indonesia dan mahasiswa KKN UGM,” katanya.
Dihubungi secara terpisah, Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banjarnegara Dwi Suryanto mengatakan, untuk mengatasi kemacetan, pemerintah daerah dan panitia menyiapkan kantong parkir di sejumlah tempat. Di antaranya, kawasan Aswatama, Lapangan Karangtengah, Kompleks Geodipa, Lapangan Rikuwut, serta Jalur Kawah Sikidang dengan total kapasitas 2.000 mobil.
“Pengunjung bisa berjalan kaki menuju venue. Ke depan, jalur pedestrian selebar empat meter akan diperbaiki dan dibangun. Rencananya akan dimulai 2020,” jelas Dwi.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Wonosobo One Andang Wardoyo menyampaikan, pihaknya pun mendukung kelancaran dan kenyamanan pengunjung Dieng DCF sekaligus berkolaborasi dalam promosi wisata.
Sementara itu, dalam kegiatan Coaching Clinic Manajemen Penyelenggaraan Event bagi Dinas Pariwisata se-Jateng, General Manager Event Kompas Lukminto Wibowo menyampaikan, pengalaman yang berbeda menjadi tantangan bagi penyelenggara kegiatan tahunan. “Harus ada hal yang baru atau improvement agar pengunjung selalu mendapatkan pengalaman baru. Ini memang tantangan event tahunan,” kata dia.
Dalam kesempatan itu, Lukminto memaparkan proses pergelaran Borobudur Marathon di Magelang yang butuh visi jelas, kerja sama berbagai pihak, sekaligus profesionalitas penyelenggara. Tujuannya agar dapat melayani para pelari domestik hingga mancanegara sekaligus menggerakkan ekonomi masyarakat sekitar Borobudur. “Kalau mau membuat event harus tahu apa visi-misinya. Bikin event itu tidak sekadar berjalan dan ramai,” ungkap Lukminto.