Kualitas udara di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, kian memburuk karena semakin pekatnya kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·4 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Kualitas udara di Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, kian memburuk karena semakin pekatnya kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan gambut. Hal itu berdampak pada meningkatnya kasus infeksi saluran pernapasan akut.
Kebakaran hutan dan lahan terus terjadi sejak Juni lalu hingga saat ini. Pada Juli, kebakaran semakin meluas, meliputi hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah. Jumat (26/7/2019) pagi, kabut asap pun mengepung Kota Palangkaraya.
Hampir di setiap sudut kota kabut asap mengganggu jarak pandang. Prakirawan Stasiun Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Kota Palangkaraya Lian Adriani menerangkan, pada pukul 07.00 WIB, jarak pandang kurang dari 5 kilometer. Namun, pada pukul 09.30, jarak pandang merosot drastis menjadi kurang dari 1 kilometer.
”Normalnya, (jarak pandang) di atas 6 sampai 7 kilometer. Tetapi, ada titik di mana kabut asap tebal sehingga kurang dari 1 kilometer,” kata Lian.
Lian menambahkan, hari ini teknisi memperbaiki alat pendeteksi kualitas udara. Karena itu, pihaknya tidak bisa mengetahui kualitas udara pada pagi hari berbahaya atau tidak.
Berdasarkan pantauan Kompas, kabut asap berasal dari sejumlah lokasi kebakaran. Di Jalan Mahir-Mahar, hampir setiap 1 kilometer terdapat kebakaran. Kebakaran terjadi selama dua minggu belakangan ini. Meski terus dipadamkan, api kembali muncul. Selain itu, ada tujuh kejadian kebakaran di dalam kota.
Di Desa Taruna dan Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, yang memiliki kedalaman lahan gambut hampir mencapai 3 meter, kebakaran lahan juga terus terjadi. Lokasi ini berbatasan langsung dengan Kota Palangkaraya.
Di Palangkaraya, pendeteksi pencemaran udara berada di Bundaran Besar. Sejak bulan lalu, alat itu tidak berfungsi. Indikator polusi udara dan indikator lain tidak menunjukkan data apa pun.
Alat tersebut berupa papan elektronik yang mengukur indeks standar pencemaran udara (ISPU). Selain mengukur ISPU, alat tersebut juga mengukur partikulat (PM10 dan PM2,5), yaitu partikel udara berukuran lebih kecil dari 10 mikron dan 2,5 mikron (mikrometer) yang tidak baik jika dihirup oleh manusia.
Palangkaraya Airquality, salah satu gerakan pencinta lingkungan dari Youth Act Kalimantan di Palangkaraya, melakukan pengukuran kualitas udara dari alat partikel counter CEM DT-9881. Mereka mendapatkan alat itu dari Big Red Button Singapura sebagai bantuan saat bencana asap pada 2015.
Jumat pukul 09.00, di sekitar Jalan Rajawali, Kota Palangkaraya, PM 2,5 berada pada angka 6.221 kubik per kaki. Ini angka tertinggi selama sebulan ini.
Mereka pun melakukan pengukuran hampir setiap saat sejak 2015 hingga hari ini. Marsela Arnanda, Manajer Sosial Media PKY Airquality, mengungkapkan, lima hari lalu, ukuran partikel (PM) 2,5 hanya 125 kubik per kaki. Namun, angka itu meningkat drastis saat kabut asap tebal menyelimuti Palangkaraya.
Dari data yang dikumpulkan gerakan ini, pada Jumat pukul 09.00, di sekitar Jalan Rajawali, Kota Palangkaraya, PM 2,5 berada pada angka 6.221 kubik per kaki. ”Ini angka tertinggi selama sebulan ini,” ucap Marsela.
Ia menambahkan, dalam alat tersebut terdapat tiga indikator warna, yakni hijau jika kualitas udara baik untuk dihirup, kuning untuk menunjukkan kualitas udara cukup baik, dan merah untuk menunjukkan kualitas udara berbahaya.
”Di beberapa tempat, warnanya sudah merah. Kami hanya mau mengingatkan bahwa kualitas udara sudah tidak baik pada waktu tertentu,” ujar Marsela.
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Kalteng Suyuti mengungkapkan, perubahan kualitas udara tentunya berbahaya bagi kesehatan. Apalagi, kabut asap berasal dari kebakaran hutan dan lahan yang dipenuhi karbon dioksida.
Sementara ini, semua dampak kesehatan masih bisa ditangani pihak kabupaten/kota masing-masing.
”Kami masih terus melakukan pemantauan dan memberikan imbauan. Sementara ini, semua dampak kesehatan masih bisa ditangani pihak kabupaten/kota masing-masing,” kata Suyuti.
Sementara itu, di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Doris Sylvanus, jumlah penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) meningkat. Pada Juni, terdapat 22 pasien rawat jalan dan 10 pasien rawat inap karena ISPA. Lalu, jumlahnya meningkat pada Juli. Hingga Kamis (25/7/2019), tercatat 32 pasien rawat jalan dan tiga pasien rawat inap karena ISPA.
”Belum terjadi peningkatan yang signifikan, tetapi memang (asap) berdampak pada kesehatan, khususnya pernapasan,” ujar Wakil Direktur RSUD Doris Sylvanus, Theodorus Sapta Atmadja.
Kebakaran meluas
Data Pusat Pengendalian dan Operasi Penanggulangan Bencana (Pusdalops-PB) Provinsi Kalteng menunjukkan, kebakaran hutan dan lahan meluas. Pada Kamis, kebakaran menghanguskan 545 hektar lahan, lalu bertambah menjadi 580 hektar pada Jumat siang. Total selama bulan Juli terdapat 231 kejadian kebakaran.
Pelaksana Tugas Kepala Badan Penanggulangan Bencana dan Pemadam Kebakaran (PBPK) Kalteng Mofit Saptono mengungkapkan, pada Rabu, 24 Juli, helikopter dengan tipe MI-17 dan MI-8 sudah beroperasi sampai saat ini. ”Sudah mulai beroperasi di daerah Tumbang Nusa dan Taruna. Sekarang juga beroperasi di beberapa lokasi di Palangkaraya,” ujarnya.