Tekad Jepang untuk menyelenggarakan Olimpiade yang ramah lingkungan dan berteknologi tinggi dapat terlihat dari rancanangan medali Olimpiade Tokyo 2020. Medali enmas, perak, dan perunggu yang diberikan kepada para atlet terbaik di setiap nomor pertandingan, terbuat dari bahan daur ulang ponsel dan perangkat elektronik bekas.
Oleh
Denty Piawai Nastitie
·3 menit baca
TOKYO, KAMIS — Jepang menunjukkan komitmennya untuk menyelenggarakan Olimpiade dan Paralimpiade 2020 yang ramah lingkungan dengan meluncurkan medali terbuat dari bahan daur ulang ponsel dan perangkat elektronik bekas. Medali emas, perak, dan perunggu itu diluncurkan bersamaan dengan acara hitung mundur 365 hari menjelang Olimpiade, Rabu (24/7/2019).
”Kami berharap dengan mendaur ulang perangkat elektronik, kami dapat berkontribusi kepada masyarakat. Olimpiade yang ramah lingkungan dan berkelanjutan akan menjadi warisan Tokyo 2020,” kata panitia penyelenggara Olimpiade, yang disebut dengan Tokyo 2020.
Untuk mewujudkan medali yang ramah lingkungan itu, sejak dua tahun lalu, Jepang membuat kampanye ”Medali Semua Orang”, yang dimaksudkan untuk mengajak masyarakat menyumbangkan ponsel dan perangkat elektronik bekas agar logam penyusunnya dapat didaur ulang. Sejak kampanye dibuat, terkumpul 79.000 ton ponsel dan perangkat bekas.
Setidaknya 6 juta ponsel bekas telah disumbangkan oleh warga dan dikumpulkan di toko operator telepon genggam Jepang, NTT Docomo. Kampanye menghasilkan 32 kilogram emas, 3.500 kilogram perak, dan 2.200 kilogram tembaga dan seng.
Berdasarkan pedoman Komite Olimpiade Internasional, medali perak harus mengandung minimal perak 92,5 persen. Namun, untuk Olimpiade Tokyo, medali terbuat dari perak murni. Untuk medali emas, sebagian besar juga terbuat dari perak, tetapi harus dilapisi setidaknya 6 gram emas murni. Lebih dari 5.000 medali akan diproduksi untuk menyukseskan Olimpiade.
Medali Olimpiade melambangkan energi atlet, keberagaman, dan persahabatan. Di bagian depan medali berdiameter 85 milimeter itu terdapat gambar dewi kemenangan Yunani, Nike. Medali dibuat dengan desain melingkar untuk mewakili dunia dan memantulkan cahaya.
Desain medali juga mewakili budaya Jepang, ditunjukkan dengan pita ichimatsu moyo modern (pola kotak-kotak) dan kasane no irome (teknik pelapisan kimono). Warna Tokyo 2020 ditampilkan pada pita melalui serat poliester daur ulang yang ramah-kimia karbon dioksida. Adapun kotak penutup medali dibuat oleh perajin Jepang dengan campuran teknik tradisional dan modern.
Untuk mendapatkan rancangan terbaik, panitia membuat sayembara yang diikuti oleh lebih dari 400 peserta pelajar dan perancang profesional. Sayembara itu kemudian dimenangi oleh Junichi Kawanishi.
Saya tidak pernah bermimpi bahwa karya yang saya kirimkan sebagai peringatan untuk acara seumur hidup ini akan benar-benar dipilih (Junichi Kawanishi).
Kawanishi merupakan perancang grafis dari Osaka. Dia merancang bentuk melingkar untuk menggambarkan sorak-sorai dari publik. ”Refleksi cahaya bisa tersebar ke berbagai arah. Saya berharap bahwa cahaya yang dipantulkan dari medali ini akan memantul ke semua arah ketika dikenakan oleh seorang atlet. Dengan cincin yang bersinar, saya harap medali ini akan dilihat sebagai penghormatan atas usaha atlet, mencerminkan kemuliaan dan persahabatan,” katanya.
Ketika Olimpiade 1964 pertama kali digelar di Tokyo, Kawanishi belum lahir. Oleh karena itu, Olimpiade 2020 akan menjadi pengalaman sekali seumur hidup. Dia harus merahasiakan identitasnya dan karya rancangannya sejak karyanya terpilih tahun lalu.
Ketua panitia pelaksana pemilihan desain medali Tokyo 2020, Ryohei Miyata, meyakini bahwa Jepang telah membuat medali Olimpiade terbaik di dunia karena memadukan teknik cetakan dan rancangan medali yang sangat baik. ”Ada juga keseimbangan yang indah antara desain medali dan pita. Itu membuat saya ingin berjuang untuk medali saya sendiri,” katanya.
Untuk menyukseskan Olimpiade 2020, Tokyo juga melakukan uji lalu lintas guna mengurangi kemacetan pada saat pelaksanaan ajang olahraga akbar tahun depan. Beberapa rekayasa arus lalu lintas dibuat, seperti memperpendek lampu hijau di sekitar 120 titik. Jumlah jalur kendaraan menuju pusat Tokyo juga dikurangi. Dampak dari rekayasa arus lalu lintas, Jalan tol Metropolitan Expressway menjadi ”lebih lancar”dari biasanya, tetapi muncul titik kemacetan lalu lintas baru di tempat lain. (REUTERS/AP)