Lebih dari 50 persen penduduk Indonesia saat ini terhubung dengan internet. Meski demikian, ruang digital tak serta-merta mampu mengatasi persoalan kesenjangan sosial ekonomi.
Penetrasi internet yang begitu pesat di Indonesia memunculkan harapan teknologi informasi bisa memberdayakan individu yang selama ini berada jauh dari pusat ekonomi dan politik, lalu perlahan-lahan mengurangi kesenjangan. Namun, ruang digital bukanlah panasea. Ruang digital tidak serta-merta mampu mengatasi persoalan kesenjangan sosial ekonomi kronis yang terjadi akibat langgengnya relasi kuasa tidak seimbang.
Lebih dari 50 persen penduduk Indonesia saat ini terhubung dengan internet. Berbagai segi kehidupan masyarakat semakin terhubung dalam ruang digital, baik untuk interaksi sosial, pelayanan kesehatan, keuangan, maupun pendidikan. Karakteristik ruang digital yang berbiaya murah serta mampu memperpendek jarak, ruang, dan waktu memberi akses kepada individu-individu yang secara konvensional sukar menjangkau layanan sosial ekonomi.
Pelaku usaha mikro di desa tertinggal yang sukar mendapat layanan modal dari perbankan bisa mengakses layanan pinjaman digital. Beberapa tahun terakhir muncul inisiatif urun dana melalui platform digital untuk membantu warga yang kesulitan membayar biaya pengobatan, perbaikan rumah, serta pembiayaan pendidikan. Karena kemampuan membangun konektivitas sosial, ruang digital bisa dimanfaatkan untuk meredistribusi sumber daya.
Digitalisasi sektor keuangan juga memudahkan pemerintah melacak uang ilegal, sekaligus mempermudah pengawasan usaha mikro di sektor informal yang berusaha menghindari kewajiban membayar pajak. Ruang digital membuka peluang besar. Hanya saja, relasi antara ruang digital dan kesenjangan sosial ekonomi perlu dipandang dari kacamata lebih kritis. Seperti halnya ruang luar jaringan (luring) yang tidak setara di Indonesia, akses pada ruang digital juga sangat tak seimbang.
Dari sisi infrastruktur, ada ketidakmerataan aksesibilitas internet antardaerah. Kecepatan internet di Solo, Jawa Tengah, misalnya, belum tentu sama dengan kecepatan internet di Yogyakarta atau di kabupaten dan kota-kota di Sulawesi. Juga ada kesenjangan literasi digital yang menyebabkan tidak semua orang mempunyai akses yang sama terhadap informasi dan pengetahuan dalam meraih sumber daya di ruang daring. Maka, alih-alih menjadi solusi mengatasi problem kesenjangan sosial ekonomi, bukan tidak mungkin ruang digital justru menjadi cermin kesenjangan yang sudah berlangsung di ruang luring.
Di ruang luring, kesenjangan sosial ekonomi tidak terlepas dari relasi kuasa tidak seimbang yang berakar sejak era otoritarian serta ternyata bertahan di tengah gelombang demokratisasi Indonesia. Kesenjangan akses pada kekuasaan pada akhirnya menyebabkan tidak adanya lapangan bermain setara bagi masyarakat dalam mengakses sumber daya. Hanya individu tertentu yang bisa mengakses sumber daya sehingga kesenjangan kian melebar.
Paradoks ruang digital
Dalam kaitan dengan kesenjangan, ruang digital menampilkan paradoks. Industri berbasis digital. Layanan transportasi daring, misalnya, membuka lapangan pekerjaan secara masif sehingga dapat memberdayakan masyarakat, tetapi pada saat yang sama industri ini juga menimbulkan problematika baru.
Pekerja di sektor ini tidak mendapat perlindungan sosial dan manfaat layaknya pekerja konvensional. Model usaha tersebut cenderung menghasilkan kelas pekerja prekariat (pekerja kontrak, alih daya) yang berhadapan dengan ketidakpastian.
Selain itu, ruang digital yang pada satu sisi menunjukkan wajah inklusif melalui gerakan-gerakan urun daya dan urun dana saat bersamaan juga bisa memperkuat fragmentasi sosial di masyarakat. Jika sebelumnya butuh waktu lama bagi seseorang menyaksikan kesenjangan sosial ekonomi, maka ruang digital kesenjangan tercipta secara cepat.
Dahulu, perlu waktu lama bagi seseorang yang tinggal di pelosok desa kecil menjangkau kota besar untuk melihat disparitas sosial, teknologi digital membuat disparitas sosial tampil vulgar dan segera di di layar telepon genggam melalui media sosial.
Tanpa ada keinginan politik kuat membongkar relasi kuasa tak seimbang yang menjadi akar kesenjangan, sulit mengharapkan ruang daring menjadi solusi menghadirkan kesetaraan. Pertanyaannya, maukah elite mendobrak relasi kuasa tersebut?