Upacara bendera, Senin (22/7/2019), itu kali kedua yang diikuti Sofia, murid kelas I SD Negeri 1 Kepoh, Desa Kepoh, Kecamatan Sambi, Boyolali, Jawa Tengah. Upacara berlangsung sederhana tanpa peranti pengeras suara. Suara komandan dan inspektur upacara terdengar jelas oleh peserta upacara, yakni 16 murid dan 5 guru.
Tak jauh dari tempat mereka berdiri terbentang spanduk bertuliskan ”Sekolah Ini Tidak Akan Ditutup”. Spanduk di pagar sekolah itu dipasang untuk menepis isu, sekolah yang berdiri 1976 saat pelaksanaan program inpres itu akan ditutup.
Inpres mengacu pada Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1973 tentang Program Bantuan Pembangunan Sekolah Dasar yang merupakan program memperluas kesempatan belajar, terutama di daerah perdesaan dan perkotaan yang warganya berpenghasilan rendah (Kompas, 18/12/1973).
Rencana penutupan sekolah itu berhasil ditepis berkat kehadiran Sofia. Ia satu-satunya murid baru di sekolah itu, tahun ajaran ini. Setiap hari, Sofia diantar dan dijemput Suratmi (34), ibunya, yang juga lulusan SD itu. ”Walau temannya sedikit, saya tetap menyekolahkan anak saya di sini karena kualitas baik. Sekolah ini juga paling dekat dengan rumah saya,” tutur Suratmi seusai mengantar anak perempuan bungsunya itu.
Seusai upacara, Sofia dan teman-temannya kembali ke kelas. Teman sekelas Sofia hanya satu. Dia murid yang tidak naik kelas pada tahun ajaran sebelumnya. Di ruang kelas berukuran 7,5 meter x 7,5 meter itu, keduanya duduk di dua set meja- bangku. Delapan set meja dan bangku lain dibiarkan kosong. Meski senyap, Kriswantinah (55), guru wali kelas I, telaten membimbing kedua muridnya belajar membaca dan menulis.
Sepi pendaftar
Pemandangan kelas kosong juga terlihat di kelas-kelas di sebelahnya. Kelas II hanya diisi dua murid karena satu murid lainnya tidak hadir sejak awal tahun ajaran. Adapun kelas III diisi tiga murid, kelas IV diisi empat murid, kelas V diisi enam murid, dan kelas VI diikuti oleh tiga murid.
Menurut Kriswantinah, yang juga guru paling senior di sekolah itu, pada tahun-tahun awal pendirian, SDN 1 Kepoh bisa menerima 200 siswa. Jumlah pendaftar berangsur turun sejak 2012. Setiap awal tahun ajaran baru, jumlah pendaftar rata-rata hanya tujuh anak.
Banyaknya orangtua yang memilih menyekolahkan anaknya di SD negeri di desa lain atau SD swasta diduga menjadi penyebab utama hal tersebut. Ditambah lagi, taman kanan-kanak yang dekat SDN 1 Kepoh sudah tutup. ”Tahun ini yang paling parah karena kami hanya mendapat satu murid. Total murid kami saat ini hanya 21 anak,” kata Kriswantinah.
Lokasi SDN 1 Kepoh tidak terlalu terpencil. Letaknya berjarak 19 kilometer dari kompleks pusat pemerintahan Kabupaten Boyolali. Akses menuju sekolah itu juga relatif mudah karena berada di tepi jalan beraspal selebar 6 meter.
Selain minim murid, sekolah itu juga didera persoalan kekurangan guru. Saat ini, sekolah hanya memiliki 2 guru dan 1 kepala sekolah berstatus PNS, dibantu 3 guru honorer.
”Bagaimana kami bisa meningkatkan mutu pendidikan saat guru terbatas. Padahal, kami perlu menunjukkan kualitas pendidikan untuk menarik perhatian orangtua calon murid agar menyekolahkan anaknya di sini,” tutur Kepala SDN 1 Kepoh Sri Sunarti.
Minimnya jumlah murid juga berpengaruh pada jumlah dana bantuan operasional sekolah yang dikucurkan pemerintah. Bahkan, para guru PNS dengan sukarela menyisihkan sebagian uang sertifikasi profesi serta tunjangan hari raya untuk membantu para guru honorer yang gaji bulanannya sekitar Rp 250.000.
Berharap dipertahankan
Kepala Urusan Keuangan Desa Kepoh Siti Maryam menuturkan, pihak desa tetap berharap SDN 1 Kepoh, satu-satunya SD di desa itu, tetap dipertahankan. SD itu telah menelurkan insan-insan berkualitas. ”Lulusannya sudah ada yang menjadi dosen, pramugari, dan pekerja tambang,” kata Siti.
Menyusutnya jumlah murid baru juga dialami SD Negeri 1 Senting yang berjarak 3 kilometer dari SDN 1 Kepoh. Tahun ini mereka hanya memperoleh dua murid baru. Menurut Kepala SDN 1 Senting Sayitno, menyusutnya jumlah murid baru di sekolah tersebut berlangsung sekitar empat tahun terakhir. Pada 2018, jumlah murid baru hanya tiga orang.
Terkait minimnya jumlah murid di sejumlah SD, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Boyolali Darmanto mengaku sedang menganalisis sekolah mana saja yang harus tetap dipertahankan atau ditutup. Boyolali kini punya 562 SD negeri dan 36 SD swasta.
Pemetaan masalah dibutuhkan untuk mencari solusi tepat bagi sekolah-sekolah minim murid dan guru, termasuk di Boyolali. Solusi dibutuhkan demi menjamin berlangsungnya proses pendidikan bermutu bagi para generasi penerus.