Cinta Membara Kain Jembrana
Ada proses yang harus dilalui untuk mengenalkan sehelai songket khas Jembrana. Proses itu antara lain mewarnai benang, merancang motif, menenun, dan memasarkan hasilnya. Perlu usaha keras dan rasa cinta untuk membawa songket Jembrana ke hati masyarakat.
Kecintaan itu terus-menerus dipupuk pasangan I Ketut Widiadnyana dan Luh Wayan Sriadi. Melalui Kelompok Tenun Putri Mas. Di Negara, ibu kota Kabupaten Jembrana, Bali, kegiatan menjaga songket asli Jembrana tersebut berlangsung.
Sehari-hari, sebanyak 55 orang anggota Kelompok Tenun Putri Mas, menghasilkan buah karya yang menjadi perwujudan warisan budaya Jembrana. Dari jumlah itu, sebanyak 12 orang di antaranya mengerjakan tugas mereka dalam memproduksi songket di sebuah rumah di Jalan Cendrawasih, Negara.
Adapun 43 orang lainnya menenun songket di rumah mereka masing-masing.
Sama seperti proses menenun menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM) lainnya, penenun songket Jembrana memerlukan waktu sekitar sebulan untuk menghasilkan sehelai kain sepanjang 2 meter. Sebagian besar masih menggunakan ATBM yang menghasilkan kain selebar 50 sentimeter (cm).
Para perempuan penenun tersebut sudah terbiasa menata benang di mesin tenun untuk menghasilkan motif songket khas Jembrana. Motif khas tersebut antara lain bulan bintang, bedeg-bedegan, dan pala yuyu, yang cenderung geometris.
Widiadnyana menyebutkan, kegiatan Kelompok Tenun Putri Mas yang berlangsung sejak 2014 kian aktif. Visi mereka adalah memberdayakan perempuan, melestarikan budaya, dan mengembangkan ekonomi kreatif.
“Harus ada nilai tambah dan hal-hal baru yang kami ciptakan agar songket Jembrana semakin dikenal,” kata Widiadnyana.
Upaya itu diawali dengan mengenalkan motif khas Jembrana. Oleh karena itu, di setiap kegiatan pameran yang diikuti Kelompok Tenun Putri Mas, Luh Sriadi selalu ikut serta.
“Saya akan menjelaskan kepada pengunjung pameran bahwa motif ini adalah motif khas Jembrana. Bagi sebagian orang, motif geometris seperti ini cenderung monoton. Akan tetapi, yang seperti ini justru motif khas Jembrana,” kata Luh.
Inovasi
Lambat-laun, songket Jembrana dikenal masyarakat. Namun, seperti kata Widiadnyana, inovasi tak boleh berhenti agar masyarakat tak berpaling. Inovasi yang telah dilakukan, antara lain, menggunakan pewarna alam. Pewarna alam ini dari sari bahan-bahan alam, di antaranya daun jati, mengkudu, daun jambu, dan batang mahoni, sebagai bahan pencelup benang.
Warna yang dihasilkan dari bahan-bahan alam tidak menyolok. Selain itu, produk yang lebih ramah lingkungan ini terkesan lebih eksklusif karena kain dari benang yang dicelup dengan pewarna alam akan berbeda antara satu dengan yang lainnya.
“Daun jati dan daun jambu, misalnya, banyak tersedia di Jembrana. Jadi, kami memanfaatkan yang ada di alam sekitar kita,” kata Widiadnyana.
Inovasi lain yang kini juga sedang dikembangkan adalah membatik di atas kain songket yang dihasilkan penenun. Batik tulis dipadukan dengan kain songket yang menggunakan pewarna alam. Maka, setiap produk memiliki motif dan warna yang berbeda, sehingga nomor seri antara satu produk dengan produk lain berbeda.
Perbedaan satu kain dengan yang kain yang lain ini justru menjadi keistimewaan produk ini. Perbedaan ini juga menunjukkan orisinalitas produk Kelompok Tenun Putri Mas. Bagi konsumen yang membeli kain itu, setiap kain jadi terasa istimewa karena tidak ada duanya.
Keistimewaan ini disadari konsumen pecinta kain. Songket batik hasil karya penenun kelompok ini ada yang terjual dengan harga lebih dari Rp 4 juta per helai ukuran 100 cm x 200 cm. Pecinta kain menyadari proses yang tidak mudah, lama, ketelatenan, dan kecintaan pada setiap helai kain. Untuk menghasilkan sehelai kain, diperlukan waktu hingga sebulan.
Tak ditinggalkan
Kendati mengembangkan songket dengan pewarna alam dan batik songket dengan pewarna alam, namun Putri Mas tetap menghasilkan produk dengan warna-warni cerah. Tak hanya dalam bentuk kain, motif khas Jembrana ini juga menjadi bahan produk berikutnya, seperti pakaian dan tas tangan.
Kelompok tenun ini menyadari, setiap produk memiliki konsumen dan pasar sendiri. Ada konsumen yang menggemari produk berbahan songket, namun ada juga yang gemar songket dalam bentuk helaian kain.
Untuk memenuhi keinginan pasar pula, maka Kelompok Tenun Putri Mas yang menjadi usaha kecil menengah binaan Bank Indonesia, kini mulai menggunakan ATBM yang lebih besar, sehingga bisa menghasilkan kain tenun yang lebar.
Selama ini, untuk mendapatkan kain selebar 100 cm, dua helai kain –yang masing-masing selebar 50 cm- disambung. Dengan ATBM yang lebih besar, konsumen bisa memilih dua jenis kain songket dengan panjang 200 cm dan lebar 100 cm, yakni dengan sambungan dan tanpa sambungan.
“Tidak mudah menggunakan alat tenun untuk menghasilkan kain selebar 100 cm tanpa sambungan. Penenun mesti belajar dan berlatih lagi karena biasanya kainnya hanya selebar 50 cm,” jelas Luh.
Meski saat ini pemasaran kain songket Jembrana masih jadi tantangan, namun kelompok ini tidak surut. Semangat menjaga kelangsungan dan merawat kecintaan pada kain tradisional terus membara.