Pengusaha Perikanan Diminta Beri Nilai Tambah untuk Maluku
›
Pengusaha Perikanan Diminta...
Iklan
Pengusaha Perikanan Diminta Beri Nilai Tambah untuk Maluku
Pengusaha perikanan diminta tidak hanya mengeksplolitasi hasil laut di Maluku namun memberikan nilai tambah bagi perekonomian Maluku. Kendati kaya akan akan hasil laut, Maluku masih mengisi urutan keempat provinsi termiskin di Indonesia.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS - Gubernur Maluku Murad Ismail mengundang lebih dari 200 perusahaan perikanan yang beroperasi di Maluku dalam pertemuan di Jakarta. Pengusaha perikanan diminta tidak hanya mengeksplolitasi hasil laut di Maluku namun memberikan nilai tambah bagi perekonomian Maluku. Kendati kaya akan akan hasil laut, Maluku masih mengisi urutan keempat provinsi termiskin di Indonesia.
Bagian Humas Pemprov Maluku lewat rilis yang diterima Kompas pada Sabtu (27/7/2019) melaporkan, pertemuan itu berlangsung pada Jumat kemarin. Pertemuan diikuti 269 perwakilan perusahaan perikanan yang terdiri atas 235 bergerak pada usaha penangkapan, 25 perusahaan pengolahan hasil perikanann, dan 6 perusahaan budidaya. Semua perusahaan itu kini beroperasi di Maluku.
Perusahaan jangan hanya cari untung, sementara kontribusi bagi Maluku tidak ada
Murad mengatakan, kapal-kapal ikan yang beroperasi di Laut Arafura langsung membawa hasil keluar Maluku melalui kapal tampung dan kontainer. Hasil laut itu nantinya digunakan untuk kebutuhan industri di wilayah bagian barat Indonesia. Akibatnya, tidak ada pemasukan terhadap pendapatan asli daerah Maluku. "Perusahaan jangan hanya cari untung, sementara kontribusi bagi Maluku tidak ada," ujarnya.
Ia berharap, bentuk kontribusi perusahaan perikanan untuk Maluku adalah merekrut anak buah kapal asal Maluku serta mendirikan kantor perusahaan di Maluku. Bila perlu, perusahaan membangun industri pengolahan ikan di Maluku agar dapat menyerap tanaga kerja di Maluku. Lewat cara itu, perkonomian di daerah penghasil sumber daya perikanan itu dapat tumbuh.
Untuk mewujudkan harapan itu, dalam waktu dekat akan dikeluarkan peraturan gubernur sebagai turunan dari Peraturan Daerah Provinsi Maluku Nomor 01 Tahun 2018 tentang Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Agar tidak bertabrakan dengan peraturan di tingkat nasional, pemerintah daerah akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Menurut catatan Kompas, potensi perikanan di Maluku mencapai 3 juta ton per tahun yang tersebar di 3 dari 11 wilayah pengelolaan perikanan nasional. Potensi itu setara dengan 30 persen potensi nasional. Wilayah perairan yang kaya hasil laut adalah Laut Arafura, Laut Banda, dan Laut Seram.
Setiap tahun 600.060 ton ikan ditangkap di perairan Maluku. Sebagian besar dilakukan kapal dari luar Maluku. Jumlah produksi setara dengan Rp 21 triliun itu tak sebanding dengan dukungan pemerintah pusat terhadap sektor perikanan Maluku yang tidak lebih dari Rp 2 miliar setahun (Kompas, 16/10/2018).
Pemerintah pusat terlalu dominan mengatur perikanan di daerah
Sebelumnya, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku Romelus Far Far kepada Kompas mengatakan, ekonomi di Maluku dapat tumbuh pesat jika sektor perikanan dan kelautan dapat dioptimalkan. Kenyataannya, dari sekitar 150.000 keluarga nelayan di Maluku, baru 10 persen yang dibantu pemerintah. "Langkah yang tepat adalah pemerintah pusat menetapkan Maluku sebagai pusat pengelolaan perikanan nasional." katanya.
Ketua Program Studi Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Pattimura, Ambon, Ruslan Tawari, berpendapat, pemerintah pusat dan pPemprov Maluku perlu duduk bersama untuk membicarakan pengelolaan perikanan di Maluku saat ini. Kapal-kapal yang membawa muatan dari Maluku memiliki payung hukum tersediri.
Ruslan menilai, pemerintah pusat terlalu dominan mengatur perikanan di daerah. Sejak era Presiden Joko Widodo sejumlah kewenangan di daerah seperti pengujian mutu ikan dicabut oleh Kementerian Kalautan dan Perikanan dan diserahkan kepada unit pelaksana teknis yang berada di bawah kementerian. Kondisi tersebut sangat merugikan daerah.