Erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Jumat sore, berlangsung lima menit dengan kolom abu setinggi 200 meter dari puncak. Aktivitas Tangkuban Parahu terpantau naik-turun sejak 2013.
BANDUNG, KOMPAS Energi Gunung Tangkuban Parahu di perbatasan Kabupaten Subang dan Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, hingga Jumat (26/7/2019) malam, masih tinggi. Semua aktivitas pada radius 2 kilometer dari bibir kawah masih terlarang.
Erupsi Gunung Tangkuban Parahu, Jumat pukul 15.48, berdurasi 5 menit 30 detik. Kolom abu menjulang lebih kurang 200 meter di atas puncak.
Hingga pukul 21.00, polisi dan personel TNI masih bersiaga di Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi.
Warga dan pedagang di sekitar kawasan wisata itu meninggalkan lokasi setelah terjadi erupsi. Mereka sudah diberi tahu agar tidak beraktivitas di sekitar kawah hingga 2-3 hari ke depan.
Data PVMBG, tremor Tangkuban Parahu masih tercatat tinggi, meski tak sebesar saat erupsi. Saat erupsi, amplitudo dominan lebih dari 50 milimeter dan turun menjadi 20 milimeter malam harinya. Saat normal, amplitudo di seismograf berkisar 0-0,5 milimeter.
”Aktivitasnya tetap tinggi dan warga diminta tetap waspada. Ini menandakan masih ada uap dan abu membubung,” kata Kepala Subbidang Mitigasi Gunung Api Wilayah Barat PVMBG Nia Haerani saat ditemui di Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu, Bandung Barat, Jumat malam.
Gunung Tangkuban Parahu, yang memiliki ketinggian 2.084 meter, terletak sekitar 30 kilometer sebelah utara pusat Kota Bandung. Gunung tersebut memiliki tiga kawah yang populer di kalangan wisatawan, yakni Kawah Ratu, Kawah Domas, dan Kawah Upas.
Masih dievaluasi
Meskipun erupsi dengan kolom abu mengepul tinggi, status gunung masih dinyatakan Aktif Normal. Kepala Badan Geologi Rudi Suhendar mengatakan, masih belum bisa dipastikan, apakah kawasan itu akan ditutup selama proses erupsi. Evaluasi masih dilakukan beberapa hari ke depan. Namun, ia tetap merekomendasikan agar warga tidak mendekati kawah, konsentrasi asapnya membahayakan.
Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Hendra Gunawan mengatakan, tipikal erupsi Tangkuban Parahu adalah freatik berupa semburan lumpur dingin hitam dari Kawah Ratu. Aktivitasnya naik turun, setidaknya sejak erupsi terakhir tahun 2013. Pada 2017, 2018, 2019, Juni-Juli, kata Hendra, terpantau gempa uap air dan asap yang diduga disebabkan berkurangnya air tanah akibat perubahan musim. Air tanah pun terpanaskan dengan sifat erupsi pendek.
Kali ini, tambah Hendra, tingkat ancaman masih di dalam kawah. Oleh karena itu, peningkatan status belum diperlukan, kecuali ke depannya ada potensi erupsi lebih besar.
Nana Juhana (36), pedagang aksesori yang biasa berjualan di kompleks Gunung Tangkuban Parahu, paham jika kawasan itu ditutup sementara. Namun, ia berharap tidak lama. ”Penghasilan saya sekitar Rp 50.000 per hari hanya dari sini,” katanya. (RTG/CHE)