Berulangnya perilaku korup Bupati Kudus M Tamzil mengingatkan masyarakat agar berhati-hati dalam memilih pemimpin daerahnya. Rekam jejak perlu diperhatikan.
JAKARTA, KOMPAS - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Bupati Kudus M Tamzil dan staf khususnya, Agus Soeranto, sebagai tersangka suap terkait dengan pengisian jabatan di Pemerintah Kabupaten Kudus. Keduanya merupakan residivis korupsi yang bertemu saat menjalani masa pidana di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane, Semarang, Jawa Tengah.
Berulangnya perilaku korup yang dilakukan Tamzil, saat kembali menjabat sebagai Bupati Kudus, menjadi penanda pentingnya memperhatikan rekam jejak calon kepala daerah yang akan didukung dan dipilih.
”Rekam jejak ini penting. Kalau pernah terlibat korupsi masih dipilih juga, tidak akan memberikan efek jera kepada pelaku. Kami harapkan partai politik juga tidak mendukung atau membawa seseorang (menjadi calon kepala daerah) jika pernah terlibat korupsi,” kata Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Basaria Panjaitan, Sabtu (27/7/2019), saat jumpa pers di Gedung KPK, Jakarta.
Tamzil pernah dihukum 1 tahun 10 bulan penjara pada 2015 karena terbukti korupsi saat menjabat sebagai Bupati Kudus periode 2003-2008. Seusai menjalani masa pidana, ia diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa untuk mengikuti Pilkada Kudus 2018 dan menang. Ia dilantik menjadi Bupati Kudus untuk kedua kali pada September 2018. Tamzil lalu mengangkat Agus sebagai staf khususnya. Agus pernah dipidana 1 tahun 4 bulan penjara karena korupsi penyaluran dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Melalui Agus, Tamzil meminta dicarikan uang Rp 250 juta untuk membayar utang pribadinya. Dengan memanfaatkan momen seleksi jabatan, Agus menentukan orang- orang yang akan dimintai uang. Salah satunya adalah Akhmad Sofyan, Pelaksana Tugas Sekretaris Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Kabupaten Kudus. Ia dimintai Rp 250 juta dengan janji karier istrinya akan dibantu. Sofyan menyerahkan Rp 170 juta pada Jumat (26/7) pagi hingga akhirnya ditangkap KPK. Bersama Tamzil dan Agus, Sofyan juga ditetapkan sebagai tersangka.
Hak politik
Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menyatakan pentingnya pencabutan hak politik dalam jangka waktu tertentu bagi mantan napi korupsi. ”Praktik residivistis atau pengulangan ini bukti sahih bahwa sejumlah pihak tidak menjadikan persoalan hukum sebelumnya jadi pelajaran untuk berhenti korupsi,” ujar Donal.
Berdasarkan data ICW, dari 88 terdakwa korupsi, hanya 42 orang yang dituntut pencabutan hak politiknya. Jumlah perkara yang diputus dengan pencabutan hak politik jauh lebih sedikit.