Kabupaten Banyuwangi untuk kali kesembilan menggelar karnaval kontemporer Banyuwangi Ethno Carnival. Gelaran Festival diharapkan tidak hanya untuk mengundang wisatawan tetapi juga menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
Oleh
ANGGER PUTRANTO
·3 menit baca
BANYUWANGI, KOMPAS - Kabupaten Banyuwangi untuk kali kesembilan menggelar karnaval kontemporer Banyuwangi Ethno Carnival. Gelaran Festival diharapkan tidak hanya untuk mengundang wisatawan tetapi juga menggerakkan perekonomian masyarakat setempat.
Banyuwangi Ethno Carnival (BEC 2019) mengangkat tema The Kingdom Of Blambangan sebagai lambang kejayaan kerajaan Blambangan yang menjadi cikal bakal Banyuwangi. Kostum-kostum yang dibawakan oleh 200 model menggambarkan ornamen maupun peninggalan khas Kerajaan Blambangan misalnya Perahu Jong, Kedaton, Resi Sapta Menggala, Raja dan Putri.
"Banyuwangi dinobatkan sebagai kota festival terbaik karena festival yang digelar tidak hanya mampu menggundang wisatawan, tetapi juga menggerakkan perekonomian. BEC menjadi bukti nyata bagaimana rakyat ikut merasakan dampaknya," ujar Menteri Pariwisata Arief Yahya saat membuka Festival BEC di Taman Blambangan, Banyuwangi, Sabtu (27/7/2019).
Arief mengatakan BEC menjadi satu dari tiga festival Banyuwangi yang masuk dalam 100 agenda pariwisata nasional. BEC bahkan masuk 10 besar agenda wisata terbaik nasional bersama dengan Pesta Kesenian Bali dan Jember Fashion Festival.
Kriteria Festival yang dapat masuk 10 besar terbaik nasional, lanjut Arief, karena memiliki nilai kreatif, nilai ekonomi dan disertai komitmen pimpinan. Peningkatan kunjungan wisata dapat terwujud secara otomatis bila ketiga nilai tersebut dipenuhi.
"Nilai kreatif dapat tumbuh bila festival tersebut memiliki desain, koreografi dan aransemen yang baik. Festival yang baik juga memiliki nilai ekonomis yang bisa dirasakan masyarakat banyak. Nilai ekonomis membuat festival berkelanjutan karena banyak yang merasakan manfaatnya," tutur Arief.
Ia juga menilai komitmen pimpinan juga memberi dampak positif karena pemikiran dan kebijakan yang diambil tepat guna. Arief menilai kepemimpinan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar anas membuat sebuah atraksi kelas dunia tetap mudah diakses dan murah.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengungkapkan, BEC diinisiasi oleh pelajar, guru, pelaku seni budaya dan para pegawai negeri sipil. Salah satu yang membedakan BEC dengan gelaran serupa di berbagai daerah ialah, tidak dilibatkannya event organizer dalam acara tersebut.
“Festival ini dikerjakan oleh para PNS dan pelaku seni budaya di Banyuwangi. Hampir semua festival di daerah kami dilakukan secara swadaya. Hal ini melahirkan nuansa gotong royong,” ujar Anas.
Festival ini dikerjakan oleh para PNS dan pelaku seni budaya di Banyuwangi. Hampir semua festival di daerah kami dilakukan secara swadaya. Hal ini melahirkan nuansa gotong royong
Selain itu, tema yang diangkat dalam BEC juga berbasis pada lokalitas kedaerahan. Baginya BEC ada wujud kebanggaan masyarakat Banyuwangi mengenalkan cerita rakyat yang hidup di daerah tersebut serta potensi daerah yang ada. Berbeda dengan Jember Fashion Carnival yang lebih mengangkat nuansa kenusantaraan dan internasional. Pun demikian dengan Solo Batik Carnival yang menitikberatkan pada kostum karnaval bernuansa batik.
Terkait nilai ekonomis festival, Anas mengatakan, aneka penyelenggaraan festival di Banyuwangi membuat pendapatan orang per tahun (income per capita) Banyuwangi meningkat. Pada tahun 2010, rata-rata pendapatan warga Banyuwangi Rp 20 juta per orang per tahun. Kini jumlah tersebut meningkat hingga Rp 48 juta per orang per tahun.
BEC menjadi salah satu bukti nyata bergeraknya ekonomi warga berkat festival. Banyaknya peserta karnaval membuat sejumlah penata rias kebanjiran pesanan.
“Pada BEC tahun lalu saya dapat 10 pesanan rias, tahun ini saya sampai menolak karena kewalahan. Semakin banyak acara tentu semakin ngrejekeni,” ujar Dhena Anggie (25) seorang penata rias.
Dhena mengatakan, untuk satu orang klien ia mematok Rp 350.000 untuk sekali rias. Padahal riasan peserta BEC tidak hanya digunakan pada saat pentas tetapi juga saat dua kali penilaian sebelum pentas.
Di balik gelaran akbar BEC, penjual kosmetik, kain dan pernak-pernik tentu kebanjiran pesanan untuk pembuatan kostum. Tukang becak dan sopir mobil pikap juga banjir pesanan untuk mengangkut kostum peserta BEC dari rumah ke lokasi acara.
Para pedagang kaki lima pun kecipratan rejeki. Sejak pagi di sepanjang jalan yang dilalui devile para pedagang sudah berebut posisi membuka lapak. Tak hanya itu, hotel-hotel di Banyuwangi juga kebanjiran tamu-tamu dari luar dan dalam negeri.