Presiden Joko Widodo diharapkan mengutamakan penyusunan program kerja dan penentuan menteri untuk mewujudkan janji politik selama kampanye lalu. Itu karena kekuatan politik yang didapat koalisi pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019 sudah lebih dominan dibandingkan dengan Pemilu 2014.
Oleh
Iksan Mahar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Joko Widodo diharapkan mengutamakan penyusunan program kerja dan penentuan menteri untuk mewujudkan janji politik selama kampanye lalu. Itu karena kekuatan politik yang didapat koalisi pendukung Joko Widodo-Ma’ruf Amin pada Pemilu 2019 sudah lebih dominan dibandingkan dengan Pemilu 2014.
Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Firman Noor di Jakarta, Minggu (28/7/2019), mengingatkan Jokowi-Amin untuk mengutamakan penyusunan program-program unggulan, termasuk menyiapkan para menteri yang berkompeten untuk mewujudkan janji Joko Widodo-Ma’ruf Amin selama masa kampanye. Mereka antara lain menjanjikan pembangunan fisik dan manusia serta pertumbuhan ekonomi. Firman mengingatkan, selama lima tahun periode pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla, pemerintah gagal memenuhi target pertumbuhan ekonomi 7 persen.
Menurut dia, konsolidasi kekuatan elite dan partai politik sudah bukan hal utama yang perlu dilakukan Jokowi-Amin sebab mereka telah menguasai sumber kekuasaan, di antaranya militer, tokoh intelektual, dan komposisi mayoritas partai politik di Parlemen.
Dalam tiga bulan ke depan, Jokowi-Amin harus fokus untuk menentukan ke mana arah bangsa sesuai janji yang ditetapkan pada kampanye. Pematangan program dan penentuan menteri terbaik harus diutamakan sehingga tidak perlu terlalu khawatir dengan kehadiran oposisi yang mengganggu pemerintah.
Sikap Gerindra
Partai Gerindra memastikan akan tetap konsisten berjuang menyelesaikan berbagai persoalan bangsa agar mampu membantu meningkatkan taraf hidup rakyat. Meskipun terbuka terhadap tawaran untuk masuk ke dalam pemerintahan, sikap resmi terkait posisi Partai Gerindra akan sangat ditentukan oleh keputusan resmi Presiden Joko Widodo.
Setelah bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Sabtu (27/7/2019) malam, Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Rachmawati Soekarnoputri mengatakan, Partai Gerindra perlu mengesampingkan masalah kekuasaan sebab yang prioritas dipikirkan adalah mencari jalan keluar terhadap berbagai persoalan bangsa saat ini.
”Kita pikirkan adalah bagaimana baiknya bangsa ke depan. Alhasil, bukan masalah kekuasaan atau masalah jabatan, melainkan pemikiran utama kita bagaimana menyelamatkan kondisi bangsa,” ujar Rachmawati.
Menurut dia, Partai Gerindra siap untuk saling bertukar pikiran dengan pemerintah untuk menemukan solusi dari berbagai persoalan bangsa untuk lima tahun ke depan. Atas dasar itu, Partai Gerindra akan terus mengawasi kinerja pemerintah melalui pendapat-pendapat di ruang publik.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono mengatakan, meskipun terbuka dengan tawaran untuk masuk dalam pemerintahan, keputusan itu sangat bergantung dari Presiden Jokowi. Untuk itu, Partai Gerindra akan mempertimbangkan komitmen Presiden Jokowi untuk menyelesaikan masalah bangsa secara bersama-sama dengan melibatkan partai politik di luar Koalisi Indonesia Kerja.
Lebih lanjut, bantah Ferry, komunikasi yang telah dilakukan Prabowo dengan Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri bertujuan mencari titik temu bergabungnya Partai Gerindra dengan koalisi pemerintah, terutama jatah menteri di kabinet. Partai Gerindra, lanjutnya, menilai penentuan susunan kabinet adalah hak prerogatif presiden.
”Saya rasa Pak Prabowo tidak membahas (jatah menteri) itu. Komunikasi yang dibangun itu dimaksudkan Pak Prabowo untuk memberi masukan kepada persoalan bangsa yang lebih besar,” katanya.
Peran oposisi
Sementara itu, Firman Noor menilai, pengalaman lama Partai Gerindra sebagai oposisi tentu tidak akan menjadi masalah bagi kondisi internal partai itu. Oleh karena itu, Partai Gerindra akan tetap konsisten menjadi pengawas terhadap kinerja pemerintah.
Untuk mengajak Partai Gerindra bergabung dalam koalisi pemerintah, tambah Firman, justru Presiden Jokowi harus mempertimbangkan syarat yang disampaikan Prabowo, terutama pemerintah harus dapat mengakomodasi program yang menjadi unggulan Partai Gerindra, seperti swasembada pangan dan ketahanan energi.
”Pemerintah sudah berjalan lima tahun sehingga untuk mengakomodasi usulan Prabowo, pemerintah perlu melakukan kompromi,” tutur Firman.
Meski begitu, ia menekankan, peran oposisi diperlukan agar ada elite atau partai yang memainkan peran di luar pemerintahan. Itu karena demokrasi memerlukan pihak yang bersedia berbicara lepas serta mencari solusi terhadap persoalan bangsa sekaligus mengawasi kinerja para menteri.