Jika ingin mencari tempat terbaik untuk melihat lanskap sebuah kota, tentu semua orang akan mencari tempat paling tinggi di sekitar kota itu. Di Kota Kendari, tempat dengan ketinggian di atas rata-rata ini tersebar di beberapa lokasi. Dengan sejumlah upaya, Kendari dari ketinggian akhirnya menampakkan jua keindahannya.
Sore hampir usai saat kami selesai mengelilingi beberapa lokasi wisata di sekitar Kota Kendari. Dari kawasan mesjid terapung, hingga pusat kota, tiba saat untuk mencari spot terbaik melihat kota ini dari ketinggian.
Puncak Amarilis adalah tempat yang tertinggi di kota ini. Bukit yang juga dikenal dengan sebutan Victorinox ini berada di Kelurahan Watu-watu, Kendari Barat. Jaraknya hanya beberapa menit berkendara dari pusat kota.
Jalan menanjak tinggi menyambut begitu kami berbelok dari jalan raya menuju kawasan bukit. Kendaraan yang kami tumpangi mengantar hingga tiba di ujung jalan beton ini. Setelah memarkir kendaraan, perjalanan pun dilanjutkan dengan berjalan kaki.
Jalan beton berganti jalan tanah. Lebar jalan yang semula lebih dua meter, menyempit, menjadi tidak lebih dari satu meter. Sisi kanan dan kiri jalan setapak itu adalah kebun warga yang ditanami berbagai macam tanaman.
Jalan yang terus menanjak membuat hidung kembang-kempis. Pendakian ini tertolong oleh aroma wangi dedaunan. Udara segar leluasa menyusupi paru-paru.
Makin ke atas, kerimbunan pepohonan makin rapat. Beberapa dahan dan ranting pohon yang patah merintangi jalan. Seorang rekan sedikitnya telah tiga kali bertanya kepada teman baru yang jadi penunjuk jalan, seberapa jauh lagi puncak bukit itu. “Di depan lagi. Sudah dekat,” jawabnya.
Langit mulai memerah, pertanda sebentar lagi akan gelap. Setelah lebih dari 40 menit berjalan, sebuah tanah cukup lapang berada di depan. Inilah Puncak Victorinox itu.
Serentak kami menghela napas lega bersamaan, duduk selonjoran, lalu menatap pemandangan di depan. Lanskap Kota Kendari terbentang. Teluk Kendari terlihat jelas seolah membagi kota menjadi dua bagian. Lampu-lampu mulai menyala. Beberapa kapal kecil melayari teluk menuju pelabuhan.
Puncak Victorinox, serupa nama merek pisau terkenal ini, menjadi pilihan banyak muda-mudi untuk menikmati akhir pekan. Bekas api unggun terlihat di beberapa tempat. Lokasi ini juga menjadi salah satu spot terbaik untuk melihat matahari terbit di Kota Kendari.
Akan tetapi, kami tidak bisa berlama-lama di situ. Setelah menikmati puncak, kami pun turun kembali ke kota. Dini hari itu kami menuju bukit lain yang berada di luar kota Kendari.
Kemah di Alebo
Bukit Alebo yang terletak di Desa Alebo, Konda, Konawe Selatan adalah tempat yang kami tuju berikutnya. Sebelum matahari terbit, kami memacu kendaraan menuju bukit yang juga menjadi salah satu tempat favorit untuk menikmati matahari terbit ini. Bukit ini berada sekitar 16 kilometer dari Kota Kendari, bisa ditempuh dalam waktu sekitar 30 menit berkendara.
Berada di tengah perkampungan, bukit ini awalnya terkesan agak sulit ditemukan. Setelah bertanya beberapa kali, lokasi bukit ini pun kami jumpai. Sebuah bukit setinggi kira-kira 100 meter tersuguh di depan mata. Jalan setapak terlihat samar membelah bukit.
Hawa dingin menyerang kulit pagi itu. Kabut putih terus naik meski matahari perlahan muncul dari balik barisan pegunungan. Padang rumput di sisi bukit yang menghijau menjadi teman menuju puncak .
Tujuh menit berjalan, kami pun mencapai dataran terbuka di puncak bukit itu. Dari puncak ini, pemandangan teluk dan pesisir Kota Kendari. Kabut Putih menutupi sebagian kota. Putih dan putih, seperti gumpalan kapas.
Ketika matahari meninggi, kawasan Bandara Halu Oleo mulai terlihat di sisi kiri. Di sisi kanan bukit terhampar perbukitan yang hijau dengan pepohonan rimbun.
Dari atas bukit itu, tersaji pula pemandangan kebun-kebun warga yang ditanami bermacam sayuran, dan tanaman lain, berjejer rapi. Terlihat pula warga yang memulai pagi dengan menyiangi kebun. Sebuah pagi yang harmonis.
Berselang waktu, kami kembali lagi ke tempat ini untuk berkemah. Suasana malam yang hening, dengan latar lampu-lampu kota terasa meneduhkan. Dingin malam yang menusuk kulit tidak mengurangi kenyamanan suasana. Gemerlap bintang-bintang memenuhi langit, serupa miliaran lampu yang menjadi penerang malam.
Berbaring beralas matras di dataran terbuka pada puncak bukit itu, menatap ke atas, mengamati bintang yang sesekali melesat melintas, membuat kepenatan hilang tidak bersisa. Serupa terapi singkat yang efektif.
Saat pagi datang, gelap gulita beralih warna. Merah, jingga lalu menguning. Tempat ini memang sering didatangi warga, utamanya dari Kota Kendari, untuk berkemah.
Melihat sebuah kota dari ketinggian menyajikan pemandangan dan pengalaman yang berbeda. Terlebih lagi ketika butuh upaya dan tenaga untuk mencapainya.