Peluang ekspor melati dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, terus dimaksimalkan. Tahun ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal berencana memperluas lahan tanam melati untuk meningkatkan jumlah produksi. Tak hanya di daerah pantai utara, melati juga diharapkan bisa ditanam di daerah dataran tinggi.
Oleh
KRISTI UTAMI
·3 menit baca
SLAWI, KOMPAS — Peluang ekspor melati dari Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, terus dimaksimalkan. Tahun ini, Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Tegal berencana memperluas lahan tanam melati untuk meningkatkan jumlah produksi. Tak hanya di daerah pantai utara, melati juga diharapkan bisa ditanam di daerah dataran tinggi.
Data Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Tegal menyebutkan, saat ini luasan lahan tanam melati di Kabupaten Tegal sekitar 250 hektar. Lahan tanam melati ini tersebar di tiga kecamatan yang berada di pinggir jalan pantura yakni, Kecamatan Karmat, Kecamatan Suradadi, dan Kecamatan Warureja. Tahun ini, DPKP berencana menambah luasan lahan tanam melati sekitar 3 hektar di daerah Lebakgowah, Kecamatan Lebaksiu.
”Kami harapkan nantinya lahan tanam melati tidak hanya di daerah pantura, tetapi bisa lebih meluas lagi ke daerah dataran tinggi, seperti di Lebaksiu, sehingga jumlah produksi melati dari Kabupaten Tegal bisa terus bertambah,” kata Kepala DPKP Kabupaten Tegal Khofifah, Minggu (28/7/2019), saat dihubungi dari Tegal.
Saat ini, Kabupaten Tegal mampu menghasilkan sebanyak 3.201 ton melati per bulan. Dari jumlah tersebut, ada 110 ton per bulan yang diekspor ke beberapa negara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Arab Saudi. Harga melati ekspor berkisar Rp 20.000-Rp 150.000 per kilogram, tergantung dari keadaan bunga.
Kami harapkan nantinya lahan tanam melati tidak hanya di daerah pantura, tetapi juga bisa lebih meluas lagi ke daerah dataran tinggi, seperti di Lebaksiu, sehingga jumlah produksi melati dari Kabupaten Tegal bisa terus bertambah.
Tak hanya pasar ekspor, melati Tegal juga berjaya di pasar lokal. Setiap hari para petani melati mendapat pesanan berkisar 1-2 ton dari pabrik-pabrik teh wangi di Kota Tegal, Kabupaten Tegal, dan Pekalongan. Harga melati yang dijual ke pabrik berkisar Rp 20.000-Rp 30.000 per kilogram.
”Selain ke pabrik teh, para petani juga menjual melati ke beberapa daerah lain, seperti Pekalongan, Yogyakarta, Surakarta, Cirebon, Surabaya, dan Jakarta. Di Pasar Bunga Rawa Belong, Jakarta Barat, misalnya, setiap hari mendapatkan pasokan berkisar 2 ton-3 ton per hari dari Kabupaten Tegal,” ucap Khofifah.
Beberapa petani bahkan juga sudah memiliki saluran penjualan rutin masing-masing, misalnya, kepada agen persiapan pernikahan dan kepada penjual bunga hiasan serta bunga tabur.
Bergantung
Menurut Khofifah, saat ini ada sekitar 600 petani di Kabupaten Tegal yang menggantungkan hidupnya pada tanaman melati. Angka itu belum termasuk buruh petik dan buruh pengepakan melati yang kira-kira jumlahnya hampir 300 orang.
Di Desa Maribaya, Kecamatan Kramat, Kabupaten Tegal, misalnya, melati mampu menopang perekonomian keluarga Wiryono (45) dan beberapa tetangganya. Setiap bulan Wiryono yang memiliki lahan melati seluas 4 hektar itu bisa mendapat uang berkisar Rp 200 juta-Rp 250 juta dari hasil ekspor.
Wiryono mempekerjakan tetangga sedikitnya tujuh orang yang terdiri dari buruh petik dan buruh pengepakan melati. Salah seorang buruh petik melati, Usiyatun (45), mengatakan, dirinya mendapatkan bayaran sekitar Rp 500.000-Rp 1.000.000 per minggu, tergantung dari hasil panen. Usiyatun bekerja dari pukul 07.00-13.00 setiap hari. ”Lumayan untuk menambah pemasukan keluarga. Kebetulan sedang butuh banyak uang untuk biaya sekolah anak,” ujarnya.
Adapun Rahmadi (21), buruh pengepakan melati, mengatakan, dirinya bisa mendapat upah sekitar Rp 700.000 per minggu. Jika hasil panen sedang menurun, setidaknya dia tetap bisa membawa pulang uang sekitar Rp 400.000 per minggu dari hasil mengepak melati.
Rahmadi berharap pertanian melati di Kabupaten Tegal bisa lebih maju dan lebih luas lagi. Sengan demikian, tenaga kerja yang diserap dari sektor ini lebih banyak dan jumlah orang yang berurbanisasi ke kota besar untuk mencari pekerjaan menurun.