Menkominfo Digugat Terkait Proses Seleksi Calon Anggota KPI
›
Menkominfo Digugat Terkait...
Iklan
Menkominfo Digugat Terkait Proses Seleksi Calon Anggota KPI
Oleh
Aloysius Budi Kurniawan
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS- Salah satu peserta seleksi calon anggota Komisi Penyiaran Indonesia Periode 2019-2022 asal Yogyakarta, Supadiyanto telah mengajukan gugatan hukum kepada Menteri Komunikasi dan Informatika RI ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta, Kamis (25/7/2019) lalu. Langkah ini ia lakukan demi tegaknya hukum penyiaran nasional.
Gugatan Supadiyanto disampaikan melalui kuasa hukumnya Ahmad, dengan perihal gugatan pembatalan Keputusan Menkominfo RI No: R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 jo. Keputusan Kominfo RI No: 798 Tahun 2018, dan Keputusan Menkominfo RI no: 115 Tahun 2019 dengan acara pemeriksaan cepat.
Setidaknya ada lima gugatan yang diajukan Supadiyanto. Pertama, ia meminta pembatalan Surat Keputusan (SK) Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Nomor R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 tentang 34 calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022 karena diduga melanggar sejumlah regulasi.
Kedua, ia juga mendesak pembatalan Keputusan Menkominfo No 798/2018 tentang Pansel Calon Anggota KPI Pusat periode 2019-2022 yang kemudian diubah dengan Keputusan Menkominfo No 115/2019 tentang Perubahan atas Keputusan Menkominfo No 798/2018 tentang Pansel Calon Anggota KPI Pusat periode 2019-2022, karena diduga bertentangan dengan sejumlah regulasi.
Ketiga, Supadiyanto juga meminta dianulirnya seluruh keputusan penting yang sudah ditetapkan oleh Menkominfo, Pansel Calon Anggota KPI Pusat periode 2019-2022, dan DPR terkait seleksi calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022. Keempat, karena proses seleksi dinilai malaadministrasi, maka seluruh proses seleksi yang sudah berjalan mesti diulang dari awal lagi.
Terakhir, Supadiyanto juga meminta Presiden Joko Widodo menunda penerbitan SK Presiden tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota KPI Pusat periode 2019-2022 yang sudah dimohonkan oleh DPR; dan melakukan perpanjangan masa jabatan anggota KPI Pusat periode 2016-2019 untuk ”sementara waktu”. Perpanjangan masa jabatan ini dilakukan sebagai bentuk penghormatan terhadap langkah hukum yang dilakukan warga negara di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta.
“Sebelumnya, saya sudah melakukan sejumlah upaya administratif dengan mengirimkan surat keberatan kepada Presiden RI Joko Widodo pada 16 Juli 2019. Surat keberatan tersebut juga ditembuskan langsung kepada Menkominfo, Menteri Sekretaris Negara RI, dan Kepala Kantor Staf Presiden RI. Namun, sampai sekarang, Presiden belum merespon surat keberatan tersebut,” kata Supadiyanto, Senin (29/7/2019).
Pada 26 Juni 2019, Supadiyanto bersama calon anggota KPI Pusat lainnya juga sudah melaporkan terjadinya dugaan malaadministrasi dan cacat hukum dalam proses seleksi tersebut ke Ombudsman Republik Indonesia (ORI) sebagai pintu masuk untuk mendeteksi terjadinya berbagai penyalahgunaan prosedur dan kewenangan yang dilakukan badan publik. ”Kami mengadukan kepada ORI indikasi terjadinya dugaan malaadministrasi dalam proses seleksi calon anggota KPI 2019-2022,” kata Sapardiyono, calon anggota KPI 2019-2022 asal Kulon Progo, DIY.
Mengingat masa jabatan anggota KPI Pusat 2016-2022 berdasarkan SK Presiden RI Nomor 85/P Tahun 2016 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota KPI Pusat Periode 2016-2019 habis 27 Juli 2019, maka agar tidak terjadi kekosongan kekuasaan pada jabatan anggota komisioner KPI Pusat 2019-2022 tersebut, Presiden wajib menerbitkan SK tentang perpanjangan jabatan Anggota KPI 2016-2019 sampai batas waktu penetapan calon Anggota KPI Pusat 2019-2022 yang sah menurut hukum.
"Batalkan SK dan bentuk pansel baru," tambah Ahmad selaku kuasa hukum Supadiyanto.
Pemilihan janggal
Sejumlah pihak menilai adanya kejanggalan dalam proses pemilihan anggota KPI 2019-2022. Pertama, biasanya panitia seleksi mengumumkan 27 calon anggota KPI ke publik dan baru diserahkan ke Komisi I untuk menjalani uji kelayakan dan kepatutan.
Namun, pansel tidak mengumumkan calon anggota yang lolos pada tahap ini. Pengumuman 34 nama calon anggota KPI justru dilakukan oleh Komisi I sesuai Surat Menteri Komunikasi dan Informatika kepada Ketua Komisi I DPR Nomor R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019.
Empat bulan lalu beredar daftar berisi 27 nama orang yang disebut akan maju ke tahap uji kelayakan dan kepatutan. Dari daftar itu, hanya tercantum satu nama anggota KPI petahana yang lolos. Namun, daftar itu lalu diralat atau tidak diakui dan digantikan dengan daftar baru berisi 34 nama.
”Dari informasi salah satu anggota DPR, ada penambahan tujuh nama petahana sehingga dari jumlah awal 27 nama menjadi 34 nama. Itu berdasarkan kesepakatan dalam rapat DPR dengan pansel,” kata Ketua Bidang Penyiaran Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bayu Wardhana.
Menyikapi sejumlah kejanggalan dalam proses seleksi anggota KPI 2019-2022, tiga lembaga, yaitu AJI, Remotivi, dan Lembaga Bantuan Hukum Pers, mendesak Presiden agar menunda pelantikan sembilan anggota KPI 2019-2022, menunggu hasil penyelidikan Ombudsman RI tentang dugaan terjadinya malaadministrasi dalam proses seleksi.
”Kami juga meminta presiden untuk menginstruksikan penyelidikan ulang KPK dan PPATK atas 34 calon anggota KPI dan hasilnya diumumkan ke publik,” kata pengacara LBH Pers, Gading Yonggar Ditya.
Dalam voting di Komisi I DPR pada 10 Juli lalu terpilih sembilan nama calon anggota KPI 2019- 2022. Dari sembilan nama itu, empat di antaranya merupakan petahana, yaitu Nuning Rodiyah, Agung Suprio, Yuliandre Darwis, dan Hardly Stefano. Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mempersilakan publik agar mempertanyakan proses pemilihan mereka ke pansel. Menurut dia, sembilan nama terpilih akan segera mendapatkan Surat Keputusan Presiden.