Pembalak Sonokeling di Lampung Diduga Punya Mata-Mata
›
Pembalak Sonokeling di Lampung...
Iklan
Pembalak Sonokeling di Lampung Diduga Punya Mata-Mata
Pembalak liar mengincar kayu sonokeling yang tumbuh di kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung. Para pelaku diduga mempunyai mata-mata sehingga mereka dapat melarikan diri saat hendak ditangkap petugas.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS – Pembalak liar mengincar kayu sonokeling yang tumbuh di kawasan hutan lindung di Provinsi Lampung. Para pelaku diduga mempunyai mata-mata sehingga mereka seringkali dapat melarikan diri saat hendak ditangkap petugas.
Kepala Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) VII Way Waya-Tangkit Tebak, Lampung, Luluk Setyoko mengatakan, para pembalak liar kerap masuk ke dalam hutan secara berkelompok pada menggunakan sepeda motor. Selain eksekutor di lapangan, jaringan pembalak liar juga menyiapkan perantara dan mata-mata di sekitar lokasi.
”Kami seringkali hanya menemukan kayu sonokeling yang sudah ditebang para pembalak dan siap diangkut ke luar hutan. Mereka kemungkinan mempunyai informan yang memberitahu kedatangan petugas,” kata Luluk saat dihubungi Kompas dari Bandar Lampung, Senin (29/7/2019).
Dalam enam bulan terakhir, kata dia, sudah ada tiga kasus pembalakan liar yang terungkap di Kawasan KPH Way Waya-Tangkit Tebak yang terungkap. Dari tiga kasus itu, petugas hanya dapat menangkap satu tersangka, yakni AL, sopir yang kedapatan mengangkut kayu sonokeling.
Mobil Ditinggal
Kasus terakhir, polisi hutan KPH VII Way Waya-Tangkit Tebak, menyita 11 batang gelondong kayu sonokeling dari sebuah mobil pikap di Kecamatan Pubian, Lampung Tengah, pada Sabtu (27/7/2019). Diduga, sopir mobil kabur dan meninggalkan mobil di pinggir jalan saat mengetahui kedatangan petugas.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Syaiful Bachri menuturkan, awalnya petugas mendapat informasi tentang pembalakan liar di Register 22 Way Waya. Tim lalu bergerak untuk mengecek dan menyergap pelaku.
Setibanya di lokasi, petugas hanya menemukan mobil kayu gelondongan sonokeling sebanyak 11 batang.
Namun, setibanya di lokasi, petugas hanya menemukan mobil kayu gelondongan sonokeling sebanyak 11 batang. Saat diperiksa, mobil dalam kondisi rusak dan ditinggal pengemudinya. Minggu pagi, petugas akhirnya membawa mobil tersebut ke kantor untuk penyelidikan. Petugas masih mencari tahu siapa pemilik mobil itu.
Minimnya petugas pengamanan hutan membuat para pembalak kerap masuk ke dalam kawasan. Saat ini hanya terdapat 21 petugas untuk menjaga hutan di kawasan KPH Way Waya-Tangkit Tebak seluas 45.000 hektar. Kondisi itu membuat petugas pengamanan hutan sulit berpatroli di sejumlah titik rawan.
Kayu sonokeling bernilai ekonomi tinggi karena keras, bertekstur indah, tahan rayap, serta bagus untuk bangunan, mebel, dan lantai. Diduga, kayu curian dari dalam hutan dijual pada sejumlah industri mebel di wilayah Lampung dan luar Lampung.
“Sopir yang pernah tertangkap mengaku kayu itu akan dibawa ke Kecamatan Padang Ratu, Lampung Tengah, untuk dijual,” kata Luluk.
Meski begitu, kata Luluk, polhut tidak memiliki kewenangan melakukan penyelidikan hingga ke industri mebel. Untuk itu, pihaknya berkordinasi dengan polisi untuk menyelidiki kasus ini.
Untuk menekan perambahan, petugas KPH telah bermitra dengan sejumlah warga yang bermukim di sekitar kawasan hutan. Namun, warga yang melapor pada petugas juga mengaku mendapat intimidasi dari kelompok pembalak liar yang jumlahnya cukup banyak.