Perempuan Banyak Merundung Penampilan Fisik Sesamanya
›
Perempuan Banyak Merundung...
Iklan
Perempuan Banyak Merundung Penampilan Fisik Sesamanya
Perundungan siber terkait dengan penampilan fisik seseorang atau social beauty bullying dilakukan oleh banyak perempuan terhadap sesama kaumnya.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perundungan siber terkait dengan penampilan fisik seseorang atau social beauty bullying dilakukan oleh banyak perempuan terhadap sesama kaumnya. Perundungan jenis ini sama-sama berbahaya dengan perundungan lain karena bisa berujung pada depresi dan praktik bunuh diri.
Psikolog klinis Brawijaya Healthcare, Nuran Abdat, Senin (29/7/2019), di Jakarta, mengatakan, perundungan merupakan perilaku agresif individu yang membuat lawan bicara terintimidasi dan terhakimi. Ada beberapa tipe perundungan, seperti terkait dengan fisik, verbal, berbasis relasi, dan perundungan siber.
”Sekarang ada juga yang namanya beauty bullying di media sosial. Ini umumnya dilakukan perempuan terhadap sesama perempuan lain,” kata Nuran. Perundungan ini antara lain termasuk mengomentari dan menghina bentuk tubuh, cara berpakaian, hingga riasan wajah seseorang.
Nuran mengatakan, fenomena perundungan antarperempuan ini berkaitan dengan budaya patriarki yang mengakar sejak lama di masyarakat. Menurut dia, perempuan tidak punya akses untuk mengeluarkan agresi dalam dirinya pada zaman dulu. Agresi ini akhirnya dikeluarkan kepada sesama perempuan.
Hal itu didukung pula oleh lingkungan yang tidak mendukung perempuan untuk mendapat pendidikan soal kompetensi diri. Pasalnya, kompetensi perempuan tidak hanya dinilai berdasarkan tampilan fisik, tetapi juga sejumlah faktor lain, seperti pendidikan dan kepribadian.
”Ketika agresi tidak terbendung, mereka mengeluarkannya dalam bentuk yang negatif. Semua seakan menjadi kompetisi antarperempuan untuk menjadi yang terbaik,” kata Nuran.
Menurut data The Cybersmile Foundation, perundungan terkait dengan tampilan fisik di media sosial dialami 45 juta perempuan di dunia. Pelakunya bukan hanya sesama perempuan, melainkan juga keluarga kerabat, teman, hingga rekan sekantor.
Apabila dibiarkan, perundungan akan berakibat negatif terhadap korban. Perundungan menyebabkan kepercayaan diri menurun, depresi, keinginan untuk mengisolasi diri dari dunia luar, hingga percobaan bunuh diri. Adapun sejumlah kasus bunuh diri diakibatkan oleh perundungan di Indonesia.
Berdasarkan data Catatan Akhir Tahun 2019 oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, jumlah kekerasan siber meningkat. Komnas Perempuan menerima 97 aduan kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 125 jenis kekerasan siber pada 2019. Pada 2017 ada 65 aduan dengan 95 jenis kekerasan siber (Kompas.id, 29/6/2019).
Pada kesempatan yang sama, Programme Management Specialist United Nation Women (Entitas Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan) Lily Puspasari mengatakan, satu dari tiga perempuan pernah mengalami kekerasan.
Namun, kekerasan yang terjadi di ruang siber belum sepenuhnya bisa didata. Lily menyebut Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) bisa menjadi langkah awal menghadapi perundungan siber.
”Ada tiga pihak yang harus diperhatikan dalam kasus perundungan, yaitu pelaku, korban, dan publik yang mengetahuinya. Ada pihak yang tahu ada perundungan, tetapi memilih diam. Dalam kasus ini, diam bukan lagi emas. Ini tidak bisa didiamkan,” kata Lily.
Menurut Lily, isu perundungan tidak boleh dinormalisasi. Isu ini perlu menjadi perbincangan publik agar publik menyadari dampak perundungan. Sejumlah tindakan dari diri sendiri juga perlu dilakukan untuk meminimalkan praktik perundungan, salah satunya menjadi agen perubahan atas ketidakadilan.
Nuran menambahkan, tiap-tiap orang perlu mengetahui kelemahan dan kekuatan dirinya. Ini memampukan individu untuk memilah komentar-komentar yang diberi orang lain. Dengan begitu, dampak perundungan bisa diminimalkan.