Penarikan Alat Kesehatan Bermerkuri Ditargetkan Tuntas 2020
›
Penarikan Alat Kesehatan...
Iklan
Penarikan Alat Kesehatan Bermerkuri Ditargetkan Tuntas 2020
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah menargetkan penghapusan dan penarikan alat kesehatan yang mengandung merkuri di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan bisa tuntas pada 2020. Alat kesehatan yang wajib ditarik, yakni termometer, tensimeter, dan dental amalgam.
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan Kirana Pritasari, mengatakan, sinergi dan kolaborasi antarpemangku kepentingan diperlukan untuk percepatan penghapusan penggunaan alat kesehatan bermerkuri di seluruh fasilitas layanan kesehatan. Hingga akhir 2018, baru sekitar 26 persen fasilitas kesehatan yang bebas alat kesehatan bermerkuri.
“Penghapusan harus dilakukan dalam waktu secepat-cepatnya. Pada akhir 2020 penghapusan ditargetkan sudah 100 persen,” ujarnya di sela-sela acara lokakarya penghapusan dan penarikan alat kesehatan bermerkuri di fasilitas pelayana kesehatan, Selasa (30/7/2019) di Jakarta.
Aturan ini merupakan amanat dari Peraturan Presiden Nomor 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri. Aturan ini menjadi tindak lanjut atas rativikasi Konvensi Minamata tentang Merkuri. Melalui Surat Edaran Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor HK.02.02/V/0361/2019, setiap fasilitas pelayanan kesehatan pun dilarang untuk membeli alat kesehatan (alkes) bermerkuri dan menggantinya dengan alat kesehatan yang tidak bermerkuri.
Ada tiga alat kesehatan bermerkuri yang menjadi prioritas untuk dihapuskan, yakni termometer konvensional dengan tabung kaca berisi air raksa, tensimenter konvensional yang menggunakan air raksa, serta dental amalgam atau tambalan gigi dengan amalgam. Ketiga alat kesehatan ini terbukti mengandung merkuri yang cukup tinggi. Termometer klinis konvensional diperkirakan mengandung sekitar 0,5-1,5 gram merkuri dan tensimeter konvensional mengandung sekitar 110-200 gram merkuri.
Ada tiga alat kesehatan bermerkuri yang menjadi prioritas untuk dihapuskan, yakni termometer dengan tabung kaca berisi air raksa, tensimenter yang menggunakan air raksa, dan tambalan gigi dengan amalgam
Kandungan merkuri bisa berdampak bahaya bagi kesehatan manusia. Merkuri pada alat kesehatan bisa masuk ke dalam tubuh melalui proses absorpsi atau penyerapan melalui kulit. Dampak buruknya dapat menyebabkan kerusakan sistem saraf pusat, kerusakan ginjal, dan kerusakan paru-paru. Sementara, pajanan pada janin dan bayi bisa menimbulkan kebutaan, cacat mental, dan cerebral palsy (lumpuh otak).
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi) Lia G Partakusuma menuturkan, sosialisasi terkait penarikan dan penghapusan alat kesehatan bermerkuri telah disampaikan kepada seluruh pimpinan rumah sakit di Indonesia. Meski begitu, penggantian seluruh alat masih menjadi kendala bagi sejumlah rumah sakit, terutama rumah sakit yang berada di daerah.
“Kami dari rumah sakit sudah melakukan beberapa tahap, yakni tidak lagi menggunakan alkes bermerkuri, menyimpan semua alkes bermerkuri baik yang masih dalam kondisi baik dan tidak, serta mengganti alat kesehatan bermerkuri dengan yang tidak. Pencatatan jumlah alat dan volume merkuri juga kami mulai lakukan lewat ASPAK (aplikasi sarana prasarana dan alat kesehatan),” ucapnya.
Sekretaris Direktur Jenderal Pengelolaan Limbah, Sampah, dan Bahan Beracun Berbahaya (PSLB3) Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Sayid Muhadar menuturkan, inventarisasi jumlah alat kesehatan bermerkuri dibutuhkan sebagai pertimbangan tindak lanjut pengelolaan limbah tersebut. Rencananya, alat kesehatan bermerkuri ini akan dikumpulkan di depo tempat penyimpanan khusus sesuai standar pengelolaan limbah B3.
“Kami minta dari Kementerian Kesehatan sudah bisa menyelesaikan data inventarisasi dalam dua bulan ini (sampai September 2019). Data ini untuk pertimbangan selanjutnya, seperti untuk menyesuaikan besar depo penyimpanan alkes bermerkuri, cara penyimpanan, dan cara mengolahnya. Untuk senyawa merkuri mungkin bisa kita ekspor ke negara yang pada Konvensi Minamata bisa menerima limbah dan punya teknologi pengolahan,” ujarnya.