Pusat Layanan Anak Terpadu Pontianak Perlu Pembenahan
›
Pusat Layanan Anak Terpadu...
Iklan
Pusat Layanan Anak Terpadu Pontianak Perlu Pembenahan
Pusat Layanan Anak Terpadu atau PLAT Kota Pontianak, Kalimantan Barat, perlu pembenahan. Pembenahan diperlukan mulai dari sarana dan prasarana hingga sumber daya manusia yang memberikan layanan kepada anak-anak.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·5 menit baca
PONTIANAK, KOMPAS – Pusat Layanan Anak Terpadu atau PLAT Kota Pontianak, Kalimantan Barat, perlu pembenahan. Pembenahan diperlukan mulai dari sarana dan prasarana hingga sumber daya manusia yang memberikan layanan kepada anak-anak.
Peningkatan pelayanan perlu segera direalisasikan agar peristiwa penganiayan terhadap R (17) penghuni PLAT Kota Pontianak, Kalimantan Barat hingga tewas pada Sabtu (27/7/2019) tidak terulang kembali. R tewas diduga setelah dianiaya dua rekannya R (16) dan W (16) sesama penghuni PLAT pada Jumat (26/7/2019) sore saat jeda pergantian penjaga. Korban merupakan penyandang disabilitas. (Kompas.id, 27/7/2019)
Deputi Bidang Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Nahar, dalam kunjungannya ke Pontianak, Selasa (30/7/2019), mengatakan, pihaknya mendorong adanya perbaikan sistem layanan. Sebagai contoh, struktur bangunan sudah tidak ideal.
“Terkait tata letak konseling, tempat tidur, dan tempat proses rehabilitasi perlu pembenahan. Tenaga yang diperlukan juga dibenahi, seperti psikolog, satpam, dan CCTV. Petugasnya tidak lengkap, sehingga pergantian jam jaga menjadi masalah beberapa waktu lalu,” ujar Nahar.
Dari kejadian beberapa waktu lalu, dugaan penganiayaan itu dilakukan saat jeda pergantian jam jaga. Ketika ada kekosongan petugas saat pergantian jam jaga, itu sudah tidak sesuai standar operasional prosedur. Dalam pergantian petugas yang menjaga harusnya tidak sampai kosong. Apalagi, yang didampingi adalah anak-anak dengan kategori anak yang berhadapan dengan hukum (ABH).
“Selain itu, harus disiapkan infrastruktur lain yang bisa memilah antara kebutuhan sistem peradilan pidana anak dengan penanganan lainnya. Kalau pun ada anak disabilitas dengan kategori ABH, penempatannya harus khusus,” paparnya.
PLAT bagian dari instrumen sistem peradilan pidana anak. Fungsinya untuk membina/merehabilitasi ABH dengan kategori melakukan tindak pidana ringan dengan ancama hukuman di bawah tujuh tahun.
Terkait tata letak konseling, tempat tidur, dan tempat proses rehabilitasi perlu pembenahan. Tenaga yang diperlukan juga dibenahi, seperti psikolog, satpam, dan kamera pemantau. Petugasnya tidak lengkap, sehingga pergantian jam jaga menjadi masalah beberapa waktu lalu
Namun, proses itu harus melalui tahapan yang pedomannya sudah dibuat. Anak-anak yang ditempatkan di PLAT harusnya melalui proses penilaian dari pekerja sosial terlebih dahulu, setelah itu akan diketahui seorang anak rujukannya akan ke mana, ke PLAT atau tempat lainnya. Dengan penilaian itu, petugas PLAT juga dapat pengetahui riwayat dan perilaku anak.
Untuk di PLAT Pontianak, anak dengan berbagai latar belakang masalah disatukan dalam satu tempat di PLAT. Pantauan Kompas, di PLAT Pontianak, di bagian belakang, dinding banyak coretan, misalnya bertuliskan “Rindu Masakan Mama”.
Ungkapan ketidaknyamanan
Selain itu, banyak lagi tulisan-tulisan lainnya baik ungkapan hati anak-anak di sana yang mengungkapkan ketidaknyamanan mereka, maupun coretan yang hanya sekadar mengotori dinding. Kondisinya tidak nyaman untuk anak.
Ketua Yayasan Nanda Dian Nusantara Kalimantan Barat, Devi Tiomana, mengatakan, PLAT kembalikan ke fungsinya sebagai tempat rehabilitasi bukan sebagai alternatif penahanan. Kembalilah pada pedoman dan aturan. Jika sesuai dengan pedoman, kejadian penganiayaan tidak akan terjadi.
“Sumber daya manusianya juga harus yang berpengetahuan tentang anak, punya perspektif soal anak. Pendamping harus punya sikap bagaimana dia berhadapan dengan anak. Sekarang tenaganya tidak pas,” ujar Devi.
Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat, Alik R Rosyad, mengatakan, idealnya anak dengan persoalan yang berbeda-beda, penempatannya tidak boleh sama. Sebab, setiap kasus memerlukan pola pendekatan yang berbeda pula.
Sumber daya manusianya juga harus yang berpengetahuan tentang anak, punya perspektif soal anak. Pendamping harus punya sikap bagaimana dia berhadapan dengan anak. Sekarang tenaganya tidak pas
“Anak yang berstatus ABH tentu beda pendampingannya dengan yang kasus narkoba, dan anak jalanan. Maka, perlu dipisahkan tempat. Selain itu, yang perlu dibenahi prosedurnya. Di awal ada penilaian yang akan menentukan ke mana rujukannya, apakah ke PLAT atau ke tempat pembinaan lainnya, tidak ditumpuk di satu tempat. Apalagi, korban penganiayaan itu bukan berstatus ABH,” kata Alik.
Selain itu, pembenahan petugas. Dengan kuantitas dan kualitas yang sekarang tidak memadai. Jumlah petugas berdasarkan keterangan Kepala Dinas Sosial Kota Pontianak, Aswin Djafar, ada enam orang. Ada tiga kali pergantian tim penjaga setiap delapan jam. Satu tim terdiri dari dua orang penjaga.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, mengatakan, memang ada hal yang perlu ditingkatkan. Sebagai contoh, bangunan PLAT perlu ada pembelahan untuk kenyamanan anak-anak. Dengan kejadian ini akan ditingkatkan lagi standarnya, baik dari sisi bangunannya dan keamanannya serta proses pendampingan kepada penghuninya.
Tempat terpisah
Pihaknya akan meminta pendampingan dari pusat terkait teknis pembinaan di PLAT. Selain itu, akan dipilah mana yang ABH mana yang disabilitas. Pemerintah Kota Pontianak memprogramkan ada tempat terpisah untuk masing-masing anak dengan masalah yang berbeda.
Sementara itu, suasana duka masih menyelimuti rumah korban. Salah satu keluarga korban, Elmia (37), berharap hal yang menimpa adiknya jangan terulang pada anak-anak yang lain. Ia juga meminta keadilan terhadap apa yang menimpa adiknya.
“Adik saya kesehariannya baik, tidak pernah menyakiti orang. Dia tidak pernah berkelahi karena keterbatasan fisiknya. Maka, saat ada yang memukul pasti dia tidak bisa melawan,” kata Emlia.
Kepala Kepolisian Resor Kota Pontianak Komisaris Besar, Anwar Nasir, mengatakan, ABH yang diduga menganiaya korban, telah diperiksa dan keduanya telah dititipkan ke Balai Pemasyarakatan (Bapas).
Kasus kedua ABH itu tidak bisa dilakukan dengan diversi (pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana), sebab ancaman hukuman terhadap kedua ABH lebih dari 10 tahun.
Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012, untuk diversi tidak dimungkinkan. Ancaman hukuman terhadap kedua ABH di atas tujuh tahun. Diversi dimungkinkan jika ancamannya di bawah tujuh tahun.
Apalagi, salah satu ABH yakni R merupakan residivis, sudah pernah melakukan kriminal sebulan sebelumnya. Ia mencuri kucing. Demikian juga dengan W pernah melakukan pencurian. Berkas perkara keduanya sudah tahap 1 pada Selasa (30/7/2019).