JAKARTA, KOMPAS - Keinginan Indonesia untuk terus meningkatkan ekspor impor harus didukung oleh infrastruktur dan peralatan yang lebih baik. Lima terminal peti kemas internasional yang ada sebenarnya punya infrastruktur dan peralatan yang cukup baik, tetapi keberadaannya dinilai perlu ditingkatkan.
"Saat ini kapal makin hari makin besar. Perusahaan pelayaran ingin lebih efisien, sehingga mereka menggunakan kapal-kapal berukuran besar. Dengan adanya kapal berukuran besar, maka kedalaman kolam pelabuhan juga harus ditambah. Peralatan pun harus mempunyai kapasitas produksi yang lebih besar," kata Ketua Umum
Indonesia (APTPI) Supomo Hidjazie usai diskusi grup terfokus yang diselenggarakan APTPI di Jakarta, Senin (29/7/2019).
Menurut Supomo, saat ini hanya Tanjung Priok yang mampu melayani kapal-kapal besar. Sementara Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Tanjung Emas (Semarang) dan beberapa pelabuhan lain belum bisa melayani kapal besar karena keterbatasan alat dan tingkat kedalaman kolam yang belum mendukung.
"Infrastruktur sekali lagi menjadi kunci dan harus menjadi prioritas agar daya saing ekonomi kita semakin tinggi. Infrastruktur pelabuhan juga akan menjadi kunci optimalisasi potensi ekonomi daerah, khususnya untuk meningkatkan ekspor," kata Supomo.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan, R Agus Purnomo mengatakan, sebenarnya terminal peti kemas yang ada di Indonesia sudah cukup memadai peralatannya. Namun, peralatan di dalam terminal tidak cukup.
"Ekspor impor itu sebuah ekosistem. Dia tidak hanya tergantung pada terminal, tetapi juga harus didukung oleh infrastruktur dan daya dukung lingkungan di luar pelabuhan hingga ke pusat produksi. Dengan daya dukung lingkungan yang baik, maka ekspor impor akan lebih lancar dan efisien," kata Agus.
Dalam dua tahun terakhir, kata Agus, peringkat daya saing logistik Indonesia terus meningkat. Berdasarkan Performance Logistic Index 2017, posisi Indonesia berada di peringkat 46, naik dari tahun 2016 yang berada di peringkat 63. Sementara berdasarkan The Global Competitive Report, kualitas infrastruktur pelabuhan Indonesia di tahun 2018 naik ke posisi 72 dari sebelumnya di peringkat 74.
"Pemerintah akan terus mengambil inisiatif untuk mendorong efisiensi dalam sistem logistik, agar pertumbuhan ekonomi berdampak lebih besar bagi masyarakat. Kami juga memberikan kesempatan bagi badan usaha pelabuhan untuk mengelola pelabuhan-pelabuhan yang ada, agar lebih bersaing, sehingga lebih kompetitif," kata Agus.
Wakil Direktur JICT Riza Ervan mengatakan, saat ini indikator ekonomi Indonesia sudah lebih baik, inflasi rendah, dan pertumbuhan terjaga di atas lima persen. "Namun kita dipengaruhi juga oleh sentimen global yang memperburuk kinerja ekspor impor kita. Tetapi walau demikian truput di JICT tetap tumbuh lima persen. Jadi kami lebih optimis dan terus berupaya mengefisienkan biaya logistik," kata Riza.
Saat ini JICT juga sudah bisa melakukan transhipment untuk perdagangan internasional. Sudah ada dua pelayaran yang melakukan transhipment internasional di Indonesia, yakni Cisco dan CMA CGM. "Dengan melakukan transhipment di Indonesia, artinya pelabuhan kita akan lebih ramai. Ada banyak barang lalu lalang di Indonesia, dan terminal kita dipercaya oleh global," kata Riza.