Penanganan Masalah di Jakarta Masih Minim Gunakan Data
›
Penanganan Masalah di Jakarta ...
Iklan
Penanganan Masalah di Jakarta Masih Minim Gunakan Data
Oleh
Aditya Diveranta
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penggunaan data dalam penyelesaian masalah terkait kemacetan dan pencemaran udara di Jakarta selama masih minim. Penyelesaian persoalan di ibu kota ini belum benar-benar mengacu pada data. Padahal, sejumlah instansi di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki banyak data yang potensial untuk dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan.
Pemanfaatan data tersebut perlu didorong agar keputusan dari Pemerintah Provinsi DKI tepat sasaran. Bila memungkinkan, data tersebut juga harus dapat diakses secara publik untuk kepentingan warga.
Direktur Institute for Transportation and Development Policy Indonesia Yoga Adiwinarto mengatakan hal itu seusai diskusi "Pengelolaan Transportasi untuk Langit Biru Jakarta" di Jakarta, Selasa (30/7/2019) malam. Dalam diskusi itu, hadir pula perwakilan dari Dinas Perhubungan serta Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta.
Yoga mengatakan, dalam paparan perwakilan pihak Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta malam itu, misalnya, terdapat data-data penting terkait pencemaran udara di Jakarta. Sayangnya, hal tidak terpublikasi kepada publik dan belum jadi acuan pengambilan keputusan.
"Jadi dalam paparan tadi, ternyata ada sejumlah data dari Dinas Lingkungan Hidup serta Dinas Perhubungan yang tampak sangat menarik bila dijadikan sebagai acuan pengambilan keputusan pemerintah. Misalnya tadi ada grafik kualitas udara di Jakarta selama periode Januari hingga Juni 2019, yang trennya tampak mengkhawatirkan saat menjelang Lebaran," ucap Yoga.
Sepengetahuan Yoga, selama ini belum ada aksi nyata pengambilan keputusan pemerintah yang berbasiskan data semacam itu. Padahal, berdasarkan paparan data Dinas Lingkungan Hidup DKI malam itu, jelas bahwa 75 persen sumber pencemaran udara berasal dari kendaraan bermotor.
"Narasi-narasi keputusan yang berbasis data selama ini belum ada. Sayangnya lagi, data-data semacam ini tidak pernah dapat diakses secara publik," ucap Yoga.
Narasi-narasi keputusan yang berbasis data selama ini belum ada. Sayangnya lagi, data-data semacam ini tidak pernah dapat diakses secara publik,
Pelaksana Tugas Wakil Ketua Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Yusiono Anwar Supalal mengatakan, inisiatif untuk membuka data kepada publik sebenarnya sudah dilakukan melalui situs data.jakarta.go.id. Namun ia mengakui, data itu belum lengkap dan tidak diunggah secara
Kepala Data & Analisis Jakarta Smart City, Juan Intan Kanggrawan, saat ini mengupayakan agar data dari sejumlah dinas dapat diakses secara real time lewat portal smartcity.jakarta.go.id. Namun, dirinya masih harus menunggu proses birokrasi pemberian datanya dengan dinas terkait.
"Jakarta Smart City berupaya mendorong agar data-data dari dinas ini dapat diolah menjadi
real time dan interaktif. Sehingga tidak cuma pemerintah, tetapi warga pun dapat memanfaatkan data ini. Belakangan, kami juga mengolah data pola kemacetan sejumlah titik di pusat kota, mudah-mudahan dapat segera dipublikasi," jelas Juan dalam paparan diskusi.
Ketua Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menyatakan, keterbukaan data terkait kemacetan dan pencemaran udara semestinya terbuka bagi publik. Ini karena kemacetan dan pencemaran tersebut adalah dampak yang dituai sendiri oleh warga kota.
"Pertama, menurut saya warga harus tahu soal dampak yang mereka timbulkan dengan menggunakan pribadi. Data itu akan sangat membantu. Yang kedua, yakni soal era industri 4.0 yang apa-apa berbasis data, berarti juga harus didorong dengan keterbukaan data," ujarnya.