Kasus Lubang Tambang di Kaltim Belum Maksimal Diusut
›
Kasus Lubang Tambang di Kaltim...
Iklan
Kasus Lubang Tambang di Kaltim Belum Maksimal Diusut
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah daerah dan pusat mengusut kasus lubang tambang batubara di Kalimantan Timur yang menelan korban hingga 35 orang sampai Juli 2019. Rekomendasi yang sudah disampaikan kepada pemerintah dan penegak hukum dinilai belum maksimal dijalankan.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Komisi Nasional Hak Asasi Manusia meminta pemerintah daerah dan pusat mengusut kasus lubang tambang batubara di Kalimantan Timur yang menelan korban hingga 35 orang sampai Juli 2019. Rekomendasi yang sudah disampaikan kepada pemerintah dan penegak hukum dinilai belum maksimal dijalankan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Bidang Internal Hairansyah setelah melakukan pertemuan dengan Wakil Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Timur Brigadir Jenderal (Pol) Eddy Sumitro Tambunan di Balikpapan, Rabu (31/7/2019). Dalam pertemuan itu, Hairansyah didampingi Komisioner Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam.
Kunjungan Komnas HAM ke Polda Kaltim itu sudah yang kelima kalinya dilakukan. Mereka melakukan pengkajian dan penelitian yang berfokus pada penanganan kasus pertambangan. ”Sudah ada rekomendasi yang kami berikan, tetapi belum ada upaya untuk mencegah hal itu terulang dari pemerintah,” kata Hairansyah.
Sudah ada rekomendasi yang kami berikan, tetapi belum ada upaya untuk mencegah hal itu terulang dari pemerintah.
Berdasarkan rekomendasi yang diberikan, Komnas HAM menilai, tindakan pemerintah belum maksimal untuk pencegahan jatuhnya korban baru di lubang tambang di Kaltim. Dalam kunjungan ke Kaltim, Komnas HAM mendapati masih ada lubang tambang yang berdekatan dengan permukiman warga di Kelurahan Simpang Pasir, Kecamatan Palaran, Samarinda.
Selain melakukan kunjungan ke Polda Kaltim, Komnas HAM juga melakukan pertemuan dengan Gubernur Kaltim Isran Noor di Samarinda. Komnas HAM menilai, kasus ini perlu diusut tuntas karena menyangkut hak hidup manusia yang tidak bisa dikurangi dalam hal apa pun.
”Soal kasus kematian di lubang tambang harus ada pengusutan siapa yang bertanggung jawab,” katanya.
Terkait aset
Komnas HAM juga akan berkoordinasi dengan KPK terkait aset dan keuangan negara. Hal itu menyangkut transparansi penggunaan jaminan reklamasi seusai pengerukan.
Komnas HAM juga meminta polisi memastikan hak keluarga korban terlindungi dalam melakukan penegakan hukum. Sebab, Komnas HAM menilai, keluarga korban rentan tidak melanjutkan proses hukum setelah mendapatkan santunan dari perusahaan tambang.
Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Kaltim Komisaris Besar Ade Yaya Suryana mengatakan, tidak semua laporan orang meninggal bisa diproses. ”Dari 35 orang yang meninggal tenggelam di lubang tambang, hanya sekitar 10 persen yang bisa diproses. Sebab, persangkaan terhadap pemilik atau perusahaan tambang harus betul-betul ada dugaan bahwa yang bersangkutan lalai,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Polda Kaltim pada semester I-2019, sudah ditetapkan 27 orang sebagai tersangka dalam kasus tambang ilegal dari 20 kasus yang ditangani. Dari 29 calon tersangka, 28 orang sudah memasuki proses penyidikan.
Dari 35 orang yang meninggal tenggelam di lubang tambang, hanya sekitar 10 persen yang bisa diproses.
Komisioner Komnas HAM, M Choirul Anam, mengatakan, persoalan tambang di Kaltim tidak bisa hanya disoroti dari kewajiban menyalurkan batubara ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO). Ia menilai, Presiden juga perlu memberikan perhatian terkait lubang tambang yang telah menelan korban.
”Dengan melihat berbagai soal yang kami temukan, Presiden harus turun tangan. DMO juga bisa dijadikan instrumen penaatan kepatuhan aturan hukum dan HAM, khususnya pencegahan, reklamasi, dan pemulihan korban,” ucap Choirul.
Sebelumnya, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltim Wahyu Widhi Heranata menyebutkan, investigasi tengah dilakukan terhadap kegiatan tambang yang menelan korban di Kaltim.
”Kewenangan tidak hanya di dinas ESDM provinsi, ada juga kewenangan dari gubernur dan pemerintah pusat. Kita sama-sama berkoordinasi untuk menyelesaikan kasus lubang tambang di Kaltim,” katanya (Kompas, 28/6/2019).
Hingga Juni 2019, terdapat 519 izin usaha pertambangan (IUP) yang berada di bawah binaan Dinas ESDM Kaltim. Selain IUP, ada izin tambang yang diterbitkan pemerintah pusat melalui Kementerian ESDM, yakni perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara (PKP2B). Hingga 2018, terdapat 33 PKP2B di Kaltim dengan luas sekitar 1,8 juta hektar.
Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang Kaltim Pradarma Rupang mengatakan, tugas pemerintah adalah memastikan lubang bekas galian tambang agar aman bagi masyarakat.
Rupang menyayangkan pakta integritas yang pernah ditandatangani oleh 116 pemilik perusahaan tambang di Kaltim pada 2016 tidak dijalankan sama sekali hingga hari ini. Dalam kegiatan yang diselenggarakan Kementerian ESDM itu, disepakati bahwa perusahaan akan memasang peringatan dan memagari sekitar lubang tambang.