Persaingan Berebut Mengisi KRS Daring
Kuliah ternyata tidak hanya urusan belajar dan berkegiatan di kampus. Mahasiswa juga perlu menyusun strategi agar bisa nyaman kuliah dan lulus sesuai target waktu. Nah, tak jarang demi mencapai ini semua mahasiswa mesti siap-siap “perang” di dunia maya tiap awal semester demi mendapatkan kegiatan kuliah yang direncanakan selama satu semester.
Kegiatan kuliah per semester bisa dijalani dengan baik jika sebelumnya mahasiswa lancar mengisi Kartu Rencana Studi (KRS). Ada sejumlah kewajiban yang mesti dipenuhi mahasiswa, dari mulai membayar uang kuliah hingga memenuhi Indeks Prestasi (IP) tertentu untuk bisa mengambil jumlah satuan kredit semester (SKS) maksimal.
Di sejumlah perguruan tinggi, pengisian KRS ini menimbulkan nuansa “persaingan”. Ada sistem “siapa cepat, dia dapat”. Nah, cepat yang dimaksud, seringnya dikaitkan dengan siapa yang cepat lunas membayar uang kuliah di awal semester. Jika mahasiswa cepat membayar, akses pengisian KRS secara online pun bisa lebih awal.
Mahasiswa yang sudah duluan membayar punya peluang untuk mendapatkan kelas sesuai dengan yang dimaui, dosen pengampu yang seru, bahkan bisa mengambil paket 24 SKS jika punya IP minimal 3.00. Dengan batas waktu pembayaran uang kuliah dan pengisian KRS yang singkat, mahasiswa mesti sigap “perang” di dunia maya.
Mereka yang terlambat mengisi KRS atau tidak mendapat kelas, terpaksa menunda hingga semester selanjutnya. Bahkan, tidak jarang mahasiswa yang mengambil kuliah di bawah 24 SKS. Sistem “siapa cepat, dia dapat” ini kemudian dituding tidak adil, karena tidak semua mahasiswa mempunyai kehidupan ekonomi yang sama.
Leica Rachmah (20), mahasiswa Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif Hidayatullah, saat semester tiga pernah membayar di akhir batasan waktu karena belum ada uang. Ketika ia ingin mengisi kelas yang diburunya, ternyata sudah dipenuhi dengan teman-teman yang mendahuluinya. Bahkan, bukan hanya teman seangkatan, tetapi juga kakak kelas yang mengulang mata kuliah.
Walaupun tidak dapat kelas yang fleksibel, Leica akhirnya tetap dapat kelas dengan melaporkan kepada pihak akademik. Dia tidak bisa memilih kelas, sehingga ditempatkan di kelas asal waktu semester pertama.
Ditambah ada program menabung mata kuliah, persaingan jadi semakin ketat. Mahasiswa bisa mengambil mata kuliah di semester atas walaupun mahasiswa tersebut belum mencapai semester tersebut. Namun, hal seperti ini yang sangat merugikan mahasiswa yang sedang berada pada semester.
“Sistem menabung mata kuliah harus dibatasi karena merugikan mahasiswa yang sedang mengampu di semester tersebut,” saran Leica.
Bagi Nada Aprillia Melini (21), mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Brawijaya, Malang, berlakunya sistem “siapa cepat dia dapat” membuatnya tak berdaya. Meski merasa tak adil, ia hanya bisa pasrah.
Telat membayar uang kuliah sering dialami oleh Nada. Pada semester kedua, ia ikut program penurunan uang kuliah tunggal. Namun prosesnya lama sehingga saat pembayaran dan pengisian KRS, Nada belum menerima persetujuan pihak kampus. Alhasil, ia telat membayar sehingga menerima kelas yang tidak banyak diminati mahasiswa lain yang jadwal kuliah dilaksanakan malam hari.
Memperoleh kuliah di bawah 24 juga sering dirasakan Nada, padahal IP-nya memenuhi syarat. “Karena sering terlambat membayar dan kelas pada mata kuliah wajib sudah penuh, saya harus mengambil di semester berikutnya. Hal ini berpengaruh pada cepat atau lambatnya mahasiswa lulus dari kampus,” jelas Nada.
Sering "down"
Pengisian KRS “siapa cepat dia dapat” dikeluhkan mahasiswa, tak melulu berkaitan dengan pembayaran. Sistem pengisian KRS secara daring masih menimbulkan masalah. Ketika mahasiswa berlomba-lomba masuk dalam sistem KRS daring demi mendapat kelas idaman, ternyata sistem bermasalah, tak bisa diakses. Yang terlambat mengakses mesti gigit jari karena tidak bisa mendapatkan kelas dan dosen idaman.
Clara Bilqis (21), mahasiswa Jurusan Hubungan International, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pembangunan Nasional Veteran, Jakarta, mengatakan pengisian KRS bisa dilakukan mahasiswa jika dosen pembimbing akademik membuka sistem untuk diakses mahasiswa. Dosen bisa membuka akses mulai pukul 00-07.00. Lalu, mahasiswa mulai bisa mengisi KRS pukul 07.00.
Clara tidak beruntung karena dosennya baru membukakan akses tepat pukul 07.00. Padahal, mahasiswa lain sudah mulai mengisi. “Karena banyak juga yang akses jadi sistem tersebut down. Jadi saya belum bisa mengisi, sedangkan yang lain sudah ada beberapa yang selesai,” ujar Clara.
Pada tanggal pengisian yang ditetapkan, ujar Clara, seluruh mahasiswa dari berbagai fakultas mulai mengakses web yang mengakibatkan server down.
”Semoga kampus punya strategi agar seluruh mahasiswa dapat mengakses tanpa adanya gangguan serta server yang down,” harap Clara.
Sementara itu, Salsa Hanifa (20), mahasiswa jurusan Arkeologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia, mengisahkan di kampusnya ada istilah “SIAK War”. SIAK War ini berarti perang secara online untuk dapat mengisi rencana KRS. Pada semester pertamanya kuliah, Salsa malah mendapatkan kerugian akibat kurangnya pemahaman mengenai SIAK War.
"Melalui sosialisasi dan bimbingan dari kepala prodi, kami di bantu dalam pengisian KRS ini,” kenangnya.
Salsa mengeluhkan situs pengisian KRS yang seringkali error dan server sering down. “Ada baiknya meningkatkan kualitas situs agar dapat meminimalisir kesalahan dan membuat kerugian untuk mahasiswa,” saran Salsa.
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Wisnu Widjanarko, mengatakan tiap kampus memang memiliki kebijakan yang berbeda dalam mengatur pengisian KRS. Namun, biasanya ada periode waktu yang sudah ditetapkan dan diharapkan mahasiswa dapat menyelesaikan sesuai batas waktu.
Wisnu mengatakan, untuk mata kuliah wajib, program studi biasanya menyediakan kuota sesuai dengan jumlah mahasiswa satu angkatan. “Kalau mata kuliah pilihan, biasanya jadi otoritas dosen pengampu sehingga terbatas. Biasanya, dalam satu semester kan ada beberapa mata kuliah yang disediakan prodi, sehingga mahasiswa bisa memilih yang sesuai,” jelas Wisnu.
Wisnu menambahkan, untuk pengisian KRS memang siapa yang duluan memilih dan disetujui dosen pembimbing, otomatis diprioritaskan. Apalagi dengan sistem elektronik, pendataan jadi lebih mudah. (ELN)