Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menegaskan, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau RZWP3K Provinsi Sumbar tahun 2018-2038 tidak akan mempersempit ruang gerak nelayan.
Oleh
YOLA SASTRA
·2 menit baca
PADANG, KOMPAS -- Pemerintah Provinsi Sumatera Barat menegaskan, Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil atau RZWP3K Provinsi Sumbar tahun 2018-2038 tidak akan mempersempit ruang gerak nelayan. Pemprov mengklaim pengaturan zonasi sudah mengakomodasi semua kepentingan masyarakat.
“Perda RZWP3K tidak membatasi ruang gerak nelayan. Sudah ada pengaturan untuk zona masing-masing,” kata Wakil Gubernur Sumbar Nasrul Abit di sela-sela sosialisasi Perda RZWP3K Sumbar di Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar, Padang, Rabu (31/7/2019).
Meskipun demikian, kata Nasrul, pemerintah akan menertibkan penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan dan mengganggu kelanjutan biota laut. Penggunaan alat tangkap berpedoman pada aturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan. Alat tangkap terlarang, antara lain pukat harimau, lampara dasar, dan bom.
Pemerintah akan menertibkan penggunaan alat tangkap nelayan yang tidak ramah lingkungan dan mengganggu kelanjutan biota laut. (Nasrul Abit)
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri mengatakan, wilayah tangkap nelayan tidak akan terbatas dengan adanya perda ini. Wilayah tangkap nelayan di Sumbar sudah termasuk besar, mencapai 98 persen dari total wilayah.
Perda RZWP3K diterbitkan untuk mengatur tata ruang laut agar fungsinya sesuai dengan penggunaannya. Zonasi yang ditetapkan antara lain zona penangkapan ikan, zona budidaya, zona konservasi, dan zona pariwisata.
Selama ini, lanjut Yosmeri, penggunaan wilayah perairan laut itu tidak pernah diatur. Akibatnya, banyak penggunaan yang tidak sesuai dengan fungsinya. Dengan adanya perda ini, pengusaha yang hendak memanfaatkan perairan pesisir dan perairan sekitar pulau-pulau kecil harus mengurus izin lokasi dan izin pengelolaan ke pemerintah provinsi.
Yosmeri menegaskan, dalam menyusun perda, pemerintah daerah mengakomodasikan semua kepentingan masyarakat dan rencana kebijakan pemerintah. Sebagai contoh, Kawasan Mandeh, yang dulu dikenal sebagai kawasan budidaya kerapu, belakangan pemerintah memetakan daerah itu untuk pariwisata.
“Jadi kami mengatur zonanya, mana yang untuk pariwisata, mana yang untuk budidaya. Peruntukan sesuai kebutuhan dan potensi wilayahnya,” kata Yosmeri.
Baca juga : Kompetensi dan Legalitas Melaut jadi Prioritas
Dalam kesempatan itu, Nasrul meminta seluruh pelaku usaha yang memanfaatkan bibir pantai di daratan ataupun pulau-pulau kecil Sumbar untuk mengacu kepada zonasi yang sudah ditetapkan. Pengusaha yang belum mengantongi izin diminta untuk mengurus izin ke pemerintah provinsi.
Nasrul menambahkan, pemerintah provinsi akan mengadakan rapat terpadu dan membentuk tim terpadu. Tim terpadu itu akan turun ke lapangan bersama pihak terkait, termasuk dinas pariwisata, dinas kelautan dan perikanan, polair, angkatan laut, serta bea cukai, untuk menyisir wilayah pesisir untuk memastikan penggunaan wilayah perairan sesuai fungsinya.