Tabriz, Kamis - Iran menuding Amerika Serikat takut pada langkah-langah Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif. Ketakutan itu dibuktikan lewat sanksi yang dikenakan Washington pada Zarif.
“Negara yang percaya dirinya kuat dan menjadikan kekuatan dunia ternyata takut pada wawancara menlu kita,” kata Presiden Iran Hassan Rouhani, Kamis (1/8/2019), di Tabriz, Iran. Rouhani, merujuk pada serangkaian wawancara Zarif selama di New York pada Juli 2019.
“Waktu Dr Zarif diwawancara di New York, mereka menyatakan Menlu Iran menyesatkan masyarakat. Apa yang terjadi pada klaim atas kebebasan, kemerdekaan berpendapat dan demokrasi?” tutur Rouhani.
Kementerian Keuangan AS mengumumkan sanksi bagi Zarif pada Rabu (31/7/2019) sore waktu Washington atau Kamis dini hari WIB. Seluruh properti dan kepemilikan Zarif di AS atau dikelola lembaga AS akan dibekukan. Sanksi itu akan menghambat Zarif berkeliling dunia dan menjalankan tugasnya.
“Zarif menjalankan agenda pemimpin tertinggi Iran yang ceroboh dan merupakan juru bicara utama (Iran) kepada dunia. AS mengirimkan pesan jelas kepada pemerintah Iran bahwa perilaku mutakhirnya tidak bisa diterima,” kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin.
Zarif menyatakan tidak punya aset atau kepemilikan apa pun di AS atau yang dikelola lembaga berbadan hukum AS. Ia memang pernah tinggal di AS semasa kuliah lalu menjadi diplomat di New York selama lima tahun sejak 2002.
Sebelum sanksi ini, AS sudah mempersulit visa Zarif kala akan menghadiri kegiatan di Kantor Pusat Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB). Meski diharuskan memberi visa kepada setiap diplomat yang ada urusan dengan PBB di New York, AS tetap berwenang membatasi visa itu.
Kekanak-kanakan
“Mereka kekanak-kanakan. Mungkin tidak ada cara menggambarkan sanksi itu selain kekanak-kanakan. Setiap hari mereka mengklaim mau berunding dengan Iran tanpa syarat. Sekarang mereka menyanksi menlu kita,” kata Rouhani. “Jelas sekali Gedung Putih gemetar oleh kata-kata dan logika dari diplomat yang berbakti dan siap berkorban. Musuh kita sangat kehilangan harapan sampai tidak bertindak dan berpikir bijak,” lanjutnya.
Zarif menjadi jantung rangkaian perundingan Iran dengan berbagai pihak. Perundingan nuklir Iran menjadi prestasi Zarif yang digambarkan cenderung moderat. Ia mampu meyakinkan komunitas global bahwa program nuklir Iran hanya untuk keperluan damai.
AS tidak percaya dan meyakini Iran mengembangkan nuklir untuk persenjataan. Latar belakang sebagai mahasiswa di AS dan lancar berbahasa Inggris memudahkan Zarif membentuk citra, menurut versi Gedung Putih, palsu.
“Masalahnya adalah dia punya topeng seolah-olah menjadi teman bicara yang tulus dan masuk akal. Sekarang Presiden Trump memutuskan sudah cukup,” kata seorang pejabat AS yang tidak mau disebut namanya seraya melabeli Zarif sebagai menteri propaganda, bukan menlu.
Zarif membalas sanksi itu dengan menyatakan AS berusaha membungkam Iran di panggung global. “Alasan AS menyasar saya adalah saya juru bicara utama Iran di dunia. Apakah demikian menyakitkan?” tulisnya di media sosial.
“Amerika tidak hanya takut pada rudal Iran, melainkan juga pada kata-kata Iran,” demikian tulis juru bicara Dewan Pengawas Hukum Iran, Abbas Ali Kadkhodayi, di media sosial. (AFP/REUTERS)