Anak-anak Kampus Sering ”Ngisap”, Bahkan sejak Awal Kuliah
›
Anak-anak Kampus Sering...
Iklan
Anak-anak Kampus Sering ”Ngisap”, Bahkan sejak Awal Kuliah
Akhir Juli lalu publik dikejutkan dengan pengungkapan jaringan pengedar narkoba di lingkungan kampus di Jakarta. Meski bukan hal baru, ada sesuatu yang menarik perhatian.
Akhir Juli lalu publik dikejutkan dengan pengungkapan jaringan pengedar narkoba di lingkungan kampus di Jakarta. Meski bukan hal baru, ada sesuatu yang menarik perhatian. Dua dari lima tersangka merupakan mahasiswa dengan nilai yang baik dan aktif di organisasi kampus.
Mengapa mahasiswa dengan kriteria seperti ini bisa terlibat? Apakah mereka jadi perekrutan empuk dalam jaringan narkoba? Atau adakah alasan lain? Itulah sekelumit tanya yang kemudian muncul.
”Saya aktif di kegiatan organisasi kampus. Senior menawarkan (narkoba) pas kumpul-kumpul kegiatan organisasi. Biasa, lingkungan kampus sudah seperti itu,” ujar PHS (21) di Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat.
Mahasiswa salah satu kampus di Jakarta Timur ini bercerita secara gamblang tentang perkenalan dan keterlibatannya dalam peredaran ganja di kampus.
Ia menjadi pengguna ganja sejak awal kuliah. Seorang senior dari organisasi kampus yang menawarinya. ”Karena saya sering di tempat ngumpul organisasi sehingga ditawari untuk pakai. Saya sih iseng-iseng pakai, nyoba-nyoba. Kalau barangnya lagi ada, ya saya ngisap (pakai ganja),” katanya.
Padahal, PHS tergolong berprestasi. Selain masuk kepengurusan organisasi kampus, indeks prestasi kumulatifnya pun ada di angka tiga.
Namun, keisengan itu menuntunnya menjadi pengedar ganja di kampus. Ia sudah dua tahun mengedarkan barang haram tersebut. Selain di kampus sendiri, ia juga mengedarkan ganja ke berbagai kampus di Jakarta.
Organisasi kampus dan ganja pulalah yang mempertemukannya dengan TW (23). Mahasiswa sefakultas, tetapi berbeda jurusan. Meski berbeda, mereka sama-sama pengguna sekaligus pengedar ganja.
Senioritas
TW menuturkan, senioritas di dalam organisasi kampus menjadi mata rantai peredaran ganja. Mereka (senior) yang lebih dahulu terlibat dengan jaringan.
”Sistemnya distribusi. Barang (ganja) dapat dari senior yang berhubungan dengan bandar. Barang diantar ke kampus oleh kurir. Saya kurang tahu asal barang, dengar-dengar dari Bekasi dan Karawang, Jawa Barat,” ujar TW.
Ia melanjutkan, yunior tidak bisa serta-merta masuk ke dalam mata rantai peredaran ganja di kampus. Mereka harus sering kumpul bersama agar mendapat kepercayaan dari senior.
”Senior yang saya kenal ini ada yang masih kuliah, ada yang sudah drop out. Walaupun sudah drop out, tetapi masih terlibat dalam mata rantai peredaran ganja,” ujarnya.
Adapun transaksi ganja terjadi di dalam lingkungan kampus, baik di taman, kedai kopi, maupun kantin. Paket-paket ganja terlebih dahulu dibawa ke kampus di Jakarta Timur. Selanjutnya, ganja diedarkan ke kampus lain di Jakarta sesuai pesanan.
Paket ganja untuk PHS dan TW diantar oleh HK (27). Ia mengaku berperan sebagai distributor atau perantara dari bandar yang sedang mendekam di lembaga pemasyarakatan di Sumatera.
Aman
HK menuturkan, ia mendistribusikan ganja dari Karawang ke dua kampus yang terletak di Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Ganja pesanan TW diantarkan ke tempat parkir kampus.
”Ada perjanjian untuk transaksi. Si penerima membayar sekian dengan syarat harus transaksinya hanya di kampus,” kata HK.
Transaksi yang berlangsung di kampus memudahkan mahasiswa memperoleh dan menggunakan narkoba. Jack (bukan nama sebenarnya) dan teman-temannya misalnya. Mahasiswa salah satu kampus swasta di Jakarta Selatan ini senang nongkrong di kampus meski tidak ada aktivitas perkuliahan.
”Sering kumpul bersama senior organisasi jadi jalan untuk kami (yunior) akrab. Dari situ kami bisa memesan atau membeli narkoba,” kata Jack.
Boi (bukan nama sebenarnya), alumni salah satu kampus di Jakarta Selatan, menambahkan, keterlibatan mahasiswa berpengaruh membuat peredaran narkoba di kampus menjadi aman dan lancar. Sebab, mereka bisa menyimpannya di ruang sekretariat. Ruang itu pun tidak bebas dimasukin sembarang orang.
”Hanya orang-orang mereka saja yang masuk. Narkoba aman disimpan di situ dan kapan saja bisa mereka gunakan atau jual ke mahasiswa lainnya yang sudah dikenal di dalam lingkup kampus saja,” ujarnya.
Kepala Unit III Satuan Reserse Narkoba Kepolisian Resor Metro Jakarta Barat Ajun Komisaris Achmad Ardhy menjelaskan, jaringan kampus tidak bersedia bertransaksi narkoba di luar kampus.
”Tidak bakal mau dia (tersangka) kalau transaksi di luar. Di dalam kampus lebih aman sebab mereka pikir polisi mana mau menyentuh di dalam kampus,” ujar Ardhy.
Mantan Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal (Purn) Benny Mamoto menyebutkan, sindikat narkoba memang menyasar generasi muda. Kelompok usia muda ini masih labil.
”Generasi muda berada pada masa mencari jati diri, belum matang, dan minim pengalaman sehingga mudah terpengaruh ataupun dipengaruhi, dijebak, diperdaya, dan bahkan dipaksa,” kata Benny.
Menurut Benny, sindikat merekrut orang yang kurang mampu dan mampu. Orang yang kurang mampu biasanya ditawari untuk konsumsi. Setelah ketagihan, barulah mereka disuruh menjual dengan imbalan diberikan narkoba gratis.
”Kalau dari kalangan mampu, biasanya yang direkrut adalah mereka yang bisa memengaruhi temannya, mudah bergaul, dan dapat dipercaya,” ujar Benny.