Kerusakan Sungai Masih Jadi Pemicu Utama Banjir dan Kekeringan
›
Kerusakan Sungai Masih Jadi...
Iklan
Kerusakan Sungai Masih Jadi Pemicu Utama Banjir dan Kekeringan
Alih fungsi lahan yang masif membuat kualitas daerah aliran sungai di Indonesia semakin menurun. Kondisi itu memicu sejumlah bencana besar, antara lain banjir dan kekeringan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·2 menit baca
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Alih fungsi lahan yang masif membuat kualitas daerah aliran sungai di Indonesia semakin menurun. Kondisi itu memicu sejumlah bencana besar, antara lain banjir dan kekeringan.
Hal itu dikatakan Direktur Pengendalian Kerusakan Perairan Darat pada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Saksi Hadengganan dalam seminar bertema ”Urun Daya dalam Pengendalian kerusakan Perairan Darat” di Bandar Lampung, Kamis (1/8/2019).
Acara tersebut dihadiri Gubernur Lampung Arinal Djunaidi dan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung Syaiful Bachri. Selain itu, hadir pula sejumlah pejabat dari instansi terkait serta akademisi.
Menurut Sakti, masifnya kerusakan daerah aliran sungai (DAS) membuat air hujan tidak meresap ke tanah, tetapi langsung mengalir ke laut. Akibatnya, banyak daerah di Indonesia mengalami bencana kekeringan saat kemarau karena cadangan air di dalam tanah menipis.
”Kondisi air tanah di kota sudah menjadi persoalan besar. Semua lembaga harus ikut serta memikirkan bagaimana mengelola air hujan menjadi berkah, bukan bencana,” kata Sakti.
Pada 2018, luas lahan kritis di Indonesia sekitar 14 juta hektar. Sumatera menjadi pulau dengan luas lahan kritis terbesar, yakni 4,5 juta hektar.
Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), sebanyak 4.053 desa di Indonesia mengalami kekeringan. Jumlah daerah yang mengalami kekeringan antara lain Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, NTT, dan Lampung. Adapun jumlah warga yang terdampak kekeringan mencapai 4,8 juta penduduk.
Kondisi itu berdampak pada petani yang sebagian besar mengandalkan hujan untuk mengairi sawahnya. Rata-rata petani harus mengeluarkan modal tambahan sekitar Rp 800.000 untuk menyewa pompa air.
Sakti menambahkan, dalam jangka panjang, permasalahan air tanah itu dapat mengancam produksi pangan nasional serta ketersediaan energi. Untuk itu, pemerintah daerah serta pelaku usaha diminta berkontribusi dalam mencari solusi pengelolaan air hujan dengan baik.
Selain reboisasi di daerah tangkapan air, pemerintah juga perlu memperbaiki bendungan dan embung. Selain itu, pemerintah perlu membangun danau buatan. Di tingkat rumah tangga, dapat dilakukan pembangunan instalasi pemanenan air hujan, sumur resapan, dan lubang biopori.
Pemerintah daerah juga dapat mendorong melalui regulasi dengan menerbitkan peraturan daerah terkait tata kelola air hujan. Sebagai contoh, pengembang perumahan seharusnya memiliki danau buatan untuk mencegah banjir.
Gubernur Lampung Arinal Djunaidi meminta pengelolaan air di Lampung dilakukan secara terpadu. Hal ini penting agar pemulihan DAS dapat lebih cepat. Selain itu, dinas terkait juga diminta meningkatkan kesadaran warga yang masih bermukim atau membuka lahan sisi kanan dan kiri sungai. Masyarakat juga harus diajak dan dilibatkan dalam melakukan gerakan penghijauan.