Di saat ketegangan di kawasan Teluk Persia meningkat, Uni Emirat Arab memilih mendekati Iran. Kedua negara bersepakat meningkatkan kerja sama.
KAIRO, Kompas— Iran menyampaikan siap membuka dialog dengan negara-negara tetangga untuk membahas keamanan di kawasan Teluk Persia. Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, Rabu (31/7/2019), menegaskan, jika Arab Saudi siap membuka dialog, Iran akan selalu siap mengulurkan tangan melakukan dialog dengan negara-negara tetangga.
Pernyataan itu disampaikan sehari setelah Uni Emirat Arab (UEA) secara mengejutkan membuka dialog dengan Iran dan memilih merapat ke Teheran. UEA ingin membangun kerja sama untuk mewujudkan keamanan dan stabilitas pelayaran di Teluk Persia.
Komandan pengawal pantai UEA, Brigjen Mohammad Ali Mesbah al-Ahbabi, Selasa lalu, memimpin delegasi UEA mengunjungi Teheran dan bertemu komandan pasukan penjaga perbatasan Iran, Brigjen Qassem Rezaei.
Seusai pertemuan, Al-Ahbabi mengatakan, koordinasi berkelanjutan Iran-UEA merupakan keniscayaan untuk menjamin keamanan pelayaran di kawasan Teluk dan Selat Hormuz.
Ia menegaskan, terjalinnya hubungan baik Iran-UEA akan menjamin keamanan pelayaran di Teluk dan Laut Oman. Mitranya, Rezaei, mengatakan, pertemuan Iran-UEA merupakan titik penting menuju kerja sama keamanan kedua negara.
Kantor berita Iran, IRNA, mengatakan, pertemuan Iran-UEA itu, antara lain, menyepakati kerja sama pengamanan perbatasan laut Iran-UEA di Teluk Persia dan Selat Hormuz, tukar-menukar informasi, melakukan pertemuan rutin di area Teluk Persia, serta pertemuan dua kali setahun di Teheran dan Abu Dhabi di antara komandan pengawal perbatasan kedua negara. Pertemuan rutin komandan pengawal perbatasan dan pantai Iran-UEA pernah dimulai tahun 2009, tetapi terhenti sejak 2013.
Inisiatif UEA
Setelah enam tahun terhenti, tiba-tiba saat ini UEA meminta memulainya lagi. Permintaan UEA itu menyusul memburuknya situasi Teluk Persia setelah Amerika Serikat secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015 pada Mei 2018. Sebagaimana diketahui, beberapa waktu terakhir terjadi sabotase atas beberapa tanker di kawasan Teluk.
Pengamat asal Lebanon, Wassim Bazzi, seperti dikutip Al Jazeera mengatakan, keputusan UEA membuka dialog lagi dengan Iran saat terjadi eskalasi ketegangan di Teluk Persia merupakan pergeseran luar biasa sikap Abu Dhabi atas Iran.
Menurut Bazzi, pertemuan Iran-UEA itu menjungkirbalikkan peta pertarungan di Teluk Persia saat ini dan harus dirumuskan kembali siapa kawan dan lawan di kawasan.
Bazzi menyebut, UEA, yang sebelumnya dianggap musuh Iran, sekarang—setelah pertemuan Iran-UEA di Teheran—bisa jadi berkawan. Sebaliknya, Bazzi mempertanyakan hubungan UEA-Saudi pascapertemuan Iran-UEA di Teheran.
Menurut Bazzi, perubahan sikap UEA atas Iran mulai dirasakan sejak UEA menarik sebagian pasukannya dari Yaman, akhir Juni lalu.
Sebelumnya, hubungan Iran-UEA dikenal buruk. UEA dalam konteks geopolitik Timur Tengah berada satu barisan dengan Arab Saudi melawan Iran. UEA juga terlibat sengketa dengan Iran terkait tiga pulau, yaitu pulau Abu Musa, Tunb Besar, dan Tunb Kecil yang diduduki Iran sejak 1970-an. UEA mengklaim tiga pulau itu sebagai miliknya dan menuduh Iran menduduki tiga pulau tersebut secara ilegal.
UEA juga merupakan kekuatan militer kedua setelah Arab Saudi dalam aksi perang di Yaman melawan milisi Al Houthi yang pro-Iran.
Dalam eskalasi ketegangan di Teluk Persia saat ini, Iran sering menuduh UEA membantu AS saat memprovokasi Iran. Teheran menuduh pesawat nirawak AS, RQ-4 Global Hawk, yang ditembak jatuh Iran di atas Selat Hormuz, 20 Juni lalu, lepas landas dari pangkalan militer di UEA. Iran menuduh 17 mata-mata CIA yang berhasil mereka tangkap mendapat latihan dan pengarahan di Kedutaan Besar AS di Abu Dhabi. Teheran bahkan mengancam akan menjadikan UEA target serangan jika UEA tidak segera berhenti menjadi basis AS saat hendak menyerang Iran.
Sebaliknya, UEA sempat menuduh Iran berada di balik sabotase empat tanker di dekat Pelabuhan Fujairah, UEA, pada 12 Mei lalu. Dua dari empat tanker itu milik Arab Saudi. Sisanya, satu milik UEA dan satu lagi milik Norwegia.