Waspadai Dampak Kekeringan terhadap Inflasi Pangan
›
Waspadai Dampak Kekeringan...
Iklan
Waspadai Dampak Kekeringan terhadap Inflasi Pangan
Bahan makanan memiliki kontribusi tertinggi dalam membentuk laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi. Karena itu, dampak kekeringan terhadap pasokan pangan harus diwaspadai mengingat hal itu berpotensi mendongkrak inflasi pada semester II-2019.
Oleh
M PASCHALIA JUDITH J
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bahan makanan memiliki kontribusi tertinggi dalam membentuk laju kenaikan indeks harga konsumen atau inflasi. Karena itu, dampak kekeringan terhadap pasokan pangan harus diwaspadai mengingat hal itu berpotensi mendongkrak inflasi pada semester II-2019.
Laju inflasi bulanan secara umum pada Juli 2019 sebesar 0,31 persen dengan andil kelompok pengeluaran bahan makanan sebesar 0,17 persen. ”Potensi kenaikan harga pangan perlu diantisipasi akibat kekeringan yang kemungkinan berlangsung hingga Oktober,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS) Yunita Rusanti saat ditemui setelah konferensi pers di Jakarta, Kamis (1/8/2019).
Sepanjang Januari-Juli 2019, inflasi umum sebesar 2,36 persen. Perkembangan inflasi diprediksi tetap terkendali hingga akhir tahun sesuai target pemerintah sebesar 2,5-4,5 persen.
Ditilik dari komponen pembentuknya, laju inflasi kelompok harga bergejolak atau volatile food sepanjang Januari-Juli 2019 menyentuh angka 6,13 persen.
Menurut Kepala BPS Suhariyanto, kelompok harga bergejolak paling dipengaruhi oleh bahan pangan. Adapun pada Juli 2019, cabai merah menyumbang inflasi sebesar 0,2 persen dan cabai rawit 0,06 persen.
Pada akhir Juni 2019, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menetapkan status potensi kekeringan meteorologis terhadap sejumlah provinsi di Indonesia. Sebagian besar Yogyakarta, Jawa Timur (Sampang dan Malang), Nusa Tenggara Timur, Jawa Barat (Indramayu), dan Bali (Buleleng) tergolong dalam status awas (status tertinggi). Sementara wilayah Jakarta Utara, Banten (Lebak dan Tangerang), Nusa Tenggara Barat, dan sebagian besar Jawa Tengah berstatus siaga (tertinggi kedua).
Dihubungi secara terpisah, Kepala Deputi Bidang Klimatologi BMKG Herizal memperkirakan, kekeringan meteorologis tersebut berpotensi terjadi hingga Oktober 2019, terutama di bagian selatan garis khatulistiwa Indonesia. ”Termasuk Pulau Jawa,” ujarnya.
Kekeringan meteorologis berpotensi terjadi hingga Oktober 2019, terutama di bagian selatan garis khatulistiwa Indonesia.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution, kekeringan tersebut dapat berdampak signifikan pada produksi tanaman hortikultura, khususnya kelompok bumbu-bumbuan, misalnya, cabai dan bawang merah.
Dari segi karakteristik penanaman, tanaman-tanaman tersebut membutuhkan air. Darmin mengatakan, saat menanam di musim kering, dibutuhkan jaringan irigasi yang pasokan airnya terjamin.
Secara jangka pendek, Darmin menyatakan, pihaknya akan mengoordinasikan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan dalam rapat bersama. Pemerintah akan memantau proses penanaman serta memperhitungkan stok dan kebutuhan masyarakat.
Dalam jangka panjang, pemerintah tengah merumuskan sistem penyimpanan dan pergudangan untuk tanaman hortikultura, khususnya cabai dan bawang merah. Hal ini merupakan salah satu langkah dalam memanajemen stok.