Anak-anak menjadi korban perselisihan antara pada pengelolaan Apartemen Mediterania Palace Residences, Kemayoran, Jakarta. Perselisihan itu berbuntut pemadaman listrik dan pemutusan sambungan air ini menggangu aktivitas dan kesehatan mereka.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Anak-anak menjadi korban perselisihan antara pada pengelolaan Apartemen Mediterania Palace Residences, Kemayoran, Jakarta. Perselisihan itu berbuntut pemadaman listrik dan pemutusan sambungan air ini menggangu aktivitas dan kesehatan mereka.
Pemadaman listrik dan pemutusan sambungan air secara berkala terjadi sejak 27 Mei sampai sekarang. "Air susu ibu yang bekerja tidak bisa disimpan dalam lemari pendingin. Anak-anak kesulitan mandi, cuci, dan kakus. Mereka kepanasan di dalam ruangan. Apalagi ruangan yang ventilasi udara terbatas," ucap Anggota Komisi Perlindungan Anak Indonesia Retno Listyarti, Kamis (2/8/2019) di Jakarta.
KPAI mengetahui hal ini setelah menerima aduan 13 ibu penghuni apartemen itu pada 29 Juli. Kemudian Retno dan Susianah Affandy, anggota KPAI, meninjau lokasi pada 30 Juli malam, dan 31 Juli siang. Mereka mendapati anak-anak yang rewel dan menangis karena kondisi gelap dan panas. Sementara ASI dan makanan di dalam lemari pendingin rusak serta mengeluarkan aroma tidak sedap. "Masalah orang dewasa seharusnya tidak mengorbankan anak-anak," ujarnya.
Berkaitan dengan aduan itu, KPAI telah memanggil pengelola apartemen pada 1 Agustus. Retno menyebutkan, pemadaman listrik dan pemutusan sambungan air terjadi karena ada dualisme pengurus dalam pengeloaan apartemen.
Menurutnya, kedua pihak bersikeras sebagai pihak yang sah dalam pengelolaan apartemen. Oleh karena itu, KPAI sesuai tugas pokok dan fungsinya meminta pengelola segera menghidupkan listrik dan sambungan air demi anak-anak. "Kami juga akan menemui gubernur dan menyampaikan hak anak yang tidak terpenuhi akibat sengketa ini. Mudah-mudahan gubernur dapat menemukan solusi terbaik," katanya.
Berlarut
Persoalan berlarut ini karena dua kepengurusan saling klaim sebagai yang paling berhak. Kepengurusan yang lama mengantongi SK Gubernur Nomor 810 tahun 2007, sedangkan kepengurusan yang baru berpedoman pada Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 132 Tahun 2018 tentang Pembinaan Pengelolaan Rumah Susun Milik.
Anggota KPAI Susianah Affandy menyebutkan, dua kepengurusan ini sama-sama memegang bukti Iuran Pengelolaan Apartemen, pembayaran listrik, dan air. "Muncul saling tagih biaya pengelolaan termasuk secara kas. Ini semakin menambah kerumitan," ucap Susianah.
Ketua Asosiasi Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia Ibnu Tadji menambahkan, seharusnya pengurus atau pengelola menyesuaikan dengan peraturan gubernur yang baru. "Sudah ada sosialisasi, diskusi, dan instruksi termasuk untuk penyesuaian pengelola sesuai peraturan gubernur yang baru dari dinas terkait kepada asosiasi dan pengelola," kata Ibnu.
Menurut Ibnu, semua pihak harus berpedoman pada peraturan gubernur termasuk urusan pengelola. Kepada pihak yang belum mengikuti peraturan, asosiasi mengimbau untuk taat atau patuhi aturan. "Persoalan harus diselesaikan melalui jalur hukum yang tersedia. Jangan tindakan yang merugikan orang lain," ucapnya.
Berkaitan dengan itu, asosiasi akan meminta pemerintah provinsi mengambil langkah perbaikan agar peraturan gubernur itu menjamin semua pihak.