JAKARTA, KOMPAS— Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memperketat aturan pengendalian polusi udara. Pengetatan diwujudkan dengan penerbitan Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara yang ditandatangani pada Kamis (1/8/2019). Lewat aturan ini, pengendalian dilakukan pada sumber polusi bergerak dan tak bergerak.
Pemprov DKI melibatkan 14 satuan kerja perangkat daerah untuk mengatasi persoalan ini. Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Andono Warih mengatakan, instruksi gubernur itu difokuskan pada penanganan polusi yang diakibatkan transportasi darat.
”Sumber utama pencemaran udara didominasi transportasi sehingga berbagai langkah dilakukan untuk memperbaiki sektor ini,” kata Andono, kemarin, di Jakarta.
Berdasarkan catatan Dinas Lingkungan Hidup DKI, sumber polusi di antaranya transportasi darat (75 persen), pembangkit listrik dan pemanas (9 persen), pembakaran industri (8 persen), serta pembakaran domestik (8 persen). Menurut Andono, instruksi itu sejalan dengan peta jalan bertajuk ”Jakarta Clean Air 2030” yang sudah ditetapkan.
Lintas daerah
Kepala Dinas Perhubungan DKI Syafrin Liputo memastikan, kendaraan yang tak lulus uji emisi tidak diperpanjang izin operasinya. ”Jika selama ini ada toleransi masuk terminal, ke depan harus berhenti beroperasi,” kata Syafrin.
Tidak cukup dengan itu, pengendalian polusi udara juga perlu melibatkan pihak-pihak dari lintas instansi dan lintas daerah. Tidak sedikit, kata Syafrin, kendaraan dari luar Jakarta yang melintas di Ibu Kota ikut menyumbang polusi udara. Dia meminta Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), serta Korps Lalu Lintas Polri untuk melakukan pengujian kendaraan bermotor secara berkala.
”Prinsipnya untuk seluruh angkutan barang wajib dilakukan uji kir mulai tahun ini, salah satu item-nya adalah uji emisi,” kata Syafrin.
Hal senada disampaikan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Tjahjo mengatakan, polusi udara merupakan keluhan warga yang harus direspons setiap kepala daerah. Respons itu dapat diwujudkan dalam langkah-langkah perbaikan yang sesuai dengan konteks daerahnya.
Sidang gugatan
Di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hakim ketua Saifudin Zuhri menunda sidang gugatan warga yang tergabung dalam Koalisi Inisiatif Bersihkan Udara Koalisi Semesta Ibu Kota hingga 22 Agustus 2019. Penundaan dilakukan karena kekurangan syarat formal dari pihak penggugat dan tergugat.
Koalisi warga itu merupakan gabungan individu dan organisasi yang memperjuangkan hak warga untuk mendapatkan udara bersih. Mereka menggugat tujuh pihak yang dinilai tidak mampu mengatasi polusi di Jakarta.
Pihak tergugat di antaranya Presiden RI, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Kesehatan, Pemprov DKI Jakarta, Pemprov Jawa Barat, dan Pemprov Banten. Dari semua tergugat, hanya Pemprov Banten yang tidak hadir.
Sebelum sidang, Ayu Eza Tiara dari tim advokasi warga, mengatakan, agenda sidang perdana adalah mediasi antara pihak penggugat dan tergugat. Mediasi ini merupakan tahapan para pihak dapat menyelesaikan masalah tanpa melalui proses persidangan.
Ada tiga tuntutan yang diajukan warga di kasus ini. Pertama, memperketat batas baku mutu udara. Kedua, pemerintah harus saling berkoordinasi dalam mengatasi pencemaran udara. Ketiga, desakan agar pemerintah membuat rencana strategis berbasis riset untuk mengatasi pencemaran udara. ”Kami membuka peluang kepada pemerintah untuk diskusi,” kata Ayu.
Tim advokasi warga mencatat, angka konsentrasi Particular Matter (PM) 2,5 di Jakarta pada Januari-Juni 2019 sebesar 37,82 mikrogram per meter kubik (ug/m3). PM 2,5 atau partikulat 2,5 adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2,5 mikron (mikrometer).
Angka tersebut hampir empat kali lebih tinggi daripada standar PM 2,5 yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sebesar 10 mikrogram per meter kubik dalam setahun.
Di pihak lain, pemerintah belum mengesahkan aturan tentang mobil listrik. Ketentuan ini dinilai dapat mendorong penggunaan kendaraan yang ramah lingkungan. Namun, Rancangan Peraturan Presiden tentang Mobil Listrik belum disahkan karena draf perpres belum tiba di meja Presiden Joko Widodo.
”Belum sampai di meja saya. Kalau sudah sampai di meja saya, saya tanda tangani pasti,” kata Presiden Joko Widodo.
(BOW/NIA/AYU/INA)